Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Bagaimana Membantu Anak Menghadapi Stres ?

KASET T 88 B
"Bagaimana Membantu Anak Menghadapi Stres"

oleh Bp. Heman Elia, M.Psi.

Saudara–saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S.Psi. dan juga Bapak Heman Elia, M.Psi. dan beliau berdua adalah pakar konseling di bidang keluarga dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu yaitu bagaimana menghadapi stres, tetapi kali ini kami akan lebih memusatkan perhatian kami pada masalah bagaimana membantu anak menghadapi stress. Jadi kami sangat percaya bahwa Anda bisa mengikuti acara ini dengan baik, maka dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

(1) GS : Pak Heman, beberapa waktu yang lalu kita bicara tentang bagaimana menghadapi stres dan sekarang kita akan membicarakan bagaimana membantu anak menghadapi stres. Tapi sebelum kita bisa membantu anak menghadapi stres, saya rasa Pak Heman kalau boleh menjelaskan bagaimana kita itu bisa ya meningkatkan daya tahan diri kita sendiri sebagai orangtua agar kita tidak stres menghadapi anak yang stres itu, Pak ?

HE : Saya kira ada 3 hal yang bisa kita lakukan untuk memperbesar daya tahan kita sendiri terhadap stres. Yang pertama yaitu kita perlu memperbaiki cara kita memandang lingkungan sekitar kita, cara memandang realita di sekitar kita secara lebih utuh dan realistis. Yaitu misalnya kita tidak membesar-besarkan ancaman, tidak menghantui atau menakut-nakuti diri kita sendiri sehingga, maksud saya misalnya kadang-kadang kita bisa mengalami seperti ini. Kita menyaksikan sesuatu lalu menganggap sesuatu itu sebagai yang pasti akan terjadi menimpa diri kita setiap saat. Saya ambil contoh misalnya kita mendengar ada kenalan kita yang mengalami kecelakaan lalu lintas, lalu setelah itu kita benar-benar tidak berani keluar rumah, karena merasa tidak lama lagi saya pasti juga akan mengalami kecelakaan serupa. Nah, tampaknya ini kurang realistis, kalau misalnya kita sudah melakukan pencegahan supaya kecelakaan tidak kita alami, ya kita tidak perlu takut secara berlebihan untuk keluar rumah. Ketakutan yang tidak realistis seperti ini seringkali merupakan beban stres bagi kita, nah ada banyak contoh yang lain seperti misalnya kalau kita menghadapi atau pernah mengalami kejahatan tertentu misalnya ditodong dan sebagainya, lalu kita selamat dari penodongan itu, biasanya kita akan merasa gentar untuk keluar rumah karena merasa bahwa seolah-olah setiap kali saya keluar rumah pasti saya diincar padahal belum tentu seperti itu. Tentu saja penjahatpun tidak setiap kali akan menghadang kita di jalan yang sama dan pada situasi yang sama. Kemudian hal yang lain yang juga kita perlu perbaiki adalah cara kita berpikir secara rasional dan lebih sehat di dalam menghadapi baik itu kegagalan, baik itu peristiwa yang kurang menyenangkan yang kita alami dan sebagainya. Seringkali apa yang kita alami itu tidak selalu harus membuat kita terpuruk atau kita merasa gagal dan sebagainya. Tetapi kita harus membisikkan ke dalam diri kita sendiri bahwa kita harus bangkit dari hal-hal seperti itu. Cara berpikir yang rasional berarti kita tidak mengalahkan diri kita dengan menambahkan pikiran-pikiran yang negatif di dalam diri kita. Dan untuk itu semua baik yang pertama maupun yang kedua yang lebih penting lagi adalah yang ketiga bagaimana kita bisa mempunyai cara berpikir yang rasional dan sehat dan juga bisa memandang situasi lingkungan dengan cukup realistis, itu kalau kita mempunyai kehidupan yang baik di dalam kehidupan rohani kita. Dalam hal ini kita perlu seringkali setiap hari membaca, merenungkan Firman Tuhan, karena di dalam Firman Tuhan banyak memberikan kepada kita suatu pandangan yang sehat, cara-cara yang baik di dalam menghadapi situasi yang seringkali memang situasi yang di sekitar kita itu tidak selalu baik ya, seringkali apa yang kita alami adalah sesuatu yang kurang menyenangkan begitu, tetapi Alkitab memberikan suatu dasar bagi kita untuk menghadapinya. Terutama di dalam kehidupan iman, saya memberikan contoh misalnya pernah di I Raja-raja di situ dicantumkan nabi Elisa dikepung waktu itu oleh tentara Aram. Dan Gehazi sebagai pelayan dari Elisa itu merasa sangat ketakutan, nah waktu itu terjadi Elisa berdoa meminta supaya Tuhan membuka mata Gehazi dan saat itu juga Gehazi melihat di sekitar bukit itu banyak sekali tentara sorga bersama dengan kereta yang berapi. Nah hal-hal seperti ini perlu kita yakini bahwa apapun yang kita alami itu ada dalam tangan kuat kuasa Tuhan yang menjadi Tuhan dan Allah Bapa kita. Dengan adanya rasa aman, rasa tenang karena kepercayaan kita, keyakinan kita yang teguh kepada Tuhan bahwa apapun tidak akan menimpa kita kalau tidak seizin Tuhan, kita juga akan lebih tenang didalam menjalani hidup ini dan lebih wajar didalam menjalani hidup ini.

GS : Ya mungkin masalahnya kita mungkin lebih cenderung mendengar suara orang di sekitar kita daripada suara Tuhan melalui Alkitab itu, Pak. Karena dalam hubungannya dengan anak itu seringkali pasangan-pasangan muda itu semacam ditakut-takuti mestinya tujuannya sih bukan menakut-nakuti tetapi ibu-ibu yang lebih senior itu seringkali menceritakan tentang waduh anak ini nakal, bagaimana sulitnya mendidik anak dan sebagainya sehingga ibu muda ini belum-belum sudah stres duluan gitu. Bisa terjadi seperti itu ya Pak Heman ?

HE : Ya bisa terjadi seperti itu, jadi karena itu menjadi orangtua juga harus memahami bahwa adakalanya apa yang kita katakan, apa yang kita lakukan itu akan memberikan dampak kepada orang lain dalam hal ini perkataan tertentu akan membuat anak-anak itu bertambah stres bukannya memperbesar daya tahan dia terhadap stres tetapi memperbesar stres dari anak. Demikian juga apa yang kita lakukan dan kita katakan itu juga bisa merupakan suatu stres bagi diri kita sendiri.

(2) GS : Jadi kalau kita sekarang ke topik yang tadi kita sudah sampaikan yaitu bagaimana membantu anak menghadapi stres. Sebenarnya anak usia berapa itu yang bisa mulai mengalami stres di dalam kehidupannya..?

HE : Dari bahkan kalau saya berpikir dari sejak dalam kandungan anak itu sudah bisa mengalami stres. Biasanya kalau ibu yang mengandung itu mengalami tekanan berat lalu menghadapi misalnya suasana keluarga yang kurang menyenangkan dan tidak harmonis itu akan berdampak kepada janin. Dan menurut penelitian janin-janin yang dikandung oleh ibu yang mengalami stres cukup berat, pada masa kelahirannya anak ini akan, bayi-bayi ini akan cenderung lebih banyak mengalami kegelisahan dan ini terbawa sampai remaja. Waktu remaja mereka akan cenderung lebih banyak mengalami kecemasan dan lebih cengeng dan sebagainya.

(3) ET : Kalau yang mungkin waktu di dalam kandungannya nggak mengalami stres ibunya tapi ‘kan tetap anak mempunyai potensi untuk stres Pak Heman ya, itu apa biasanya yang menyebabkan mereka terserang stres atau mengalami stres..?

HE : Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak itu stres, jadi kalau sekalian saya golongkan menurut tingkatannya secara umum ya apa yang bisa menyebabkan anak stres pada tingkatan sedang itu misalnya kalau anak harus ikut pindah rumah. Jadi pindah rumah pun bagi anak itu stres, bagi orang dewasa mungkin pindah rumah tidak terlalu ya meskipun ada tetapi pada anak ini sudah tingkatan sedang, kemudian pada anak juga kalau dia pindah sekolah itu tingkatan stresnya tingkat sedang. Karena itu tidak diharapkan orangtua mengancam anaknya untuk memindahkan sekolah begitu, tidak begitu saja gitu untuk memindahkan sekolah. Kemudian kalau orangtua bertengkar terus-menerus nah ini biasanya juga menimbulkan stres yang cukup berat, tingkatan sedang. Kalau anak menghadapi kelahiran adiknya, kalau orangtua menikah lagi, kalau anak harus bekerja pada usia yang masih muda, kalau orangtua jarang di rumah itu semua menimbulkan stres bagi anak. Sedangkan tingkat yang berat itu misalnya anak harus diopname dan dioperasi di rumah sakit, kemudian kalau misalnya orangtua bercerai itu berat bagi anak dan kalau anak mengalami perkosaan atau pelecehan seksual. Dan stres pada tingkat yang terberat itu adalah kematian beberapa anggota keluarga sekaligus atau kalau ada bencana alam atau kalau ada peperangan misalnya kerusuhan dan sekarang mereka harus hidup di pengungsian, ini sebetulnya stres yang tingkat yang terberat. Dan tingkatan-tingkatan ini berguna bagi kita untuk kurang lebih memperkirakan begitu, gangguan tingkah laku apa yang akan kita akan hadapi. Semakin berat tentunya semakin besar potensi gangguan tingkah laku yang akan muncul.

ET : Tapi selain dari tingkah laku sebenarnya ada nggak hal-hal lain yang terjadi pada anak yang membuat kita mulai bisa menduga nih jangan-jangan dia sedang mengalami stres begitu Pak Heman untuk mendeteksinya ?

HE : Mulai dari perubahan tingkah laku dulu ya, gangguan tingkah laku yang dialami misalnya adalah adanya perubahan tingkah laku menjadi lebih tegang, lebih rewel, lebih gelisah, lebih cemas, lebih cengeng, mundur ke tingkat perkembangan sebelumnya, misalnya tadinya sudah nggak ngompol sekarang ngompol lagi dan sebagainya. Nah ini semua adalah gejala-gejala perubahan tingkah laku akibat stres dan sekali lagi sebagai catatan ini adalah perubahan jadi bukan keadaan yang wajar dari sehari-harinya, mungkin lebih depresi dan sebagainya, lebih pemurung, lebih pendiam dan sebagainya. Nah selain itu masih ada misalnya gejala-gejala yang berakibat pada fisik misalnya pada anak-anak usia 3 tahun itu bisa sakit lambung, muntah-muntah kemudian demam bahkan begitu. Dan juga sampai usia-usia selanjutnya hal ini bisa saja terjadi, gangguan tidur, mimpi buruk dan sebagainya.

GS : Jadi timbulnya stres pada anak itu ‘kan lebih banyak diakibatkan karena anak itu merasa tidak aman karena pindah lingkungan, karena orangtua bertengkar itu ‘kan karena mereka merasa dirinya tidak aman itu, Pak...?

HE : Yang jelas pada diri anak, anak itu berbeda dengan orang dewasa dia sangat bergantung kepada orang dewasa di sekelilingnya, dalam hal ini juga terutama orangtuanya. Jadi memang orangtua itu bisa menjadi sumber stres bagi anak tetapi sekaligus juga orangtua berperan menjadi orang yang bisa merupakan suatu ini orang yang bisa memperbesar daya tahan anak terhadap stres. Membuat anak itu merasa aman, membuat anak merasa kuat di dalam menghadapi situasi stres di lingkungannya.

ET : Jadi memang peran orangtua di sini ya yang sangat penting ya karena ‘kan kadang-kadang bisa jadi perubahan itu yang tidak diperhatikan ya saking bisa jadi karena tidak terlalu dekat hubungannya jadi anak mengalami perubahan-perubahan tingkah laku atau pun keluhan-keluhan tertentu yang luput akhirnya memang anak sudah mengalami stres di luar dari pengaruh orangtua dengan luputnya perhatian itu bisa jadi anak bisa semakin stres lagi karena tidak dipahami ya Pak Heman...?

HE : Betul, betul begitu memang orangtua mempunyai peran yang besar.

GS : Ya orangtua dan anak ini ‘kan lingkup hidupnya itu di dalam rumah, di dalam rumah tangga mereka. Nah suasana yang bagaimana sebenarnya itu yang bisa mendukung seorang anak supaya dia lebih tahan menghadapi stres?

HE : Kalau bisa di rumah itu adalah rumah yang harmonis, yang bisa memberikan rasa aman bagi seluruh anggotanya itu yang akan memberikan suatu bekal bagi anak itu untuk menghadapi lingkungan lebih baik. Selain itu juga misalnya saya akan memberikan beberapa contoh di mana anak akan mengalami stres yang lebih besar adalah kalau misalnya keluarga itu mempunyai anak di bawah usia 3 tahun lebih dari 2 orang. Jadi artinya setiap tahun itu muncul seorang anak begitu, nah kalau bisa jarak antar anak itu agak diperenggang supaya mengurangi kemungkinan untuk stres pada anak, agak dijauhkan begitu. Kemudian kalau bisa waktu menikah ini ada kepribadian yang lebih baik dulu dari masing-masing pasangan, karena seorang ibu dalam hal ini pengasuh utama bagi anak itu mempunyai peran penting. Kalau misalnya sang ibu itu mudah mengalami gangguan tingkah laku atau rentan terhadap stres ini akan berpengaruh terhadap anak juga. Di samping itu seorang ibu perlu juga responsif terhadap anak, nah ini akan memperbesar daya tahan anak. Ibu juga perlu mengetahui hal-hal yang umum mengenai perawatan anak dan kemudian kalau bisa orangtua tidak banyak cekcok, kemudian juga kondisi rumah sebaiknya bersih dan teratur. Banyak rumah yang kondisi rumahnya tidak teratur sehingga ini menimbulkan kadang stres yang lebih berat. Satu hal lagi yang juga penting adalah orangtua perlu hadir secara teratur di dalam kehidupan anak. Banyak sekali yang kita saksikan keluarga sekarang, ayah ibu tidak tahu kapan pulang dan sebagainya, dan ini merupakan stres yang berat bagi anak. Karena anaknya terus menanti kapan orangtua saya pulang, anak bagaimanapun perlu ada orang dewasa yang bisa menampung keluhan-keluhannya juga rasa takutnya dan sebagainya. Nah ini beberapa hal yang akan membantu anak untuk menghadapi stres yang dialaminya.

(5) GS : Ya itu tadi ‘kan sifatnya preventif gitu Pak ya jadi mencegah gitu. Tapi kalau seandainya ada anak di dalam rumah tangga kita itu yang mengalami tekanan, mengalami stres itu lalu apa yang kita sebagai orangtua yang bisa lakukan terhadap anak ini....?

HE : Prinsip yang utama adalah kita perlu memberikan suasana yang menerima, bisa memahami anak itu dan bisa melihat masalah dari sudut anak itu. Kalau anak itu mengaku sesuatu ketakutan dan sebagainya, janganlah anak itu ditolak atau direndahkan atau diejek apa lagi, nah itu akan memperbesar stres dia. Kemudian juga hal yang tidak kurang pentingnya orangtua harus memberikan satu lingkungan, di mana anak itu merasa terlindung dan merasa aman. Nah seringkali orangtua kurang bisa memberikan suasana seperti itu, suasana bagi anak merasa terlindung, kalau anak misalnya pulang mempunyai masalah di sekolah dan sebagainya, adakalanya kita sebagai orangtua cenderung tidak sabar, cenderung cepat marah dan itu akan berakibat anak stresnya tidak terselesaikan begitu. Itu beberapa hal yang saya kira penting dan juga satu hal yang juga saya pikir sangat penting adalah bagaimana kita harus menciptakan suasana ibadah di rumah. Jadi kalau anak itu pada saat tidak di dalam pengawasan kita, dia menghadapi suatu masalah dia sudah terbiasa untuk berdoa, untuk minta perlindungan Tuhan dan selalu bersandar kepada Tuhan, saya kira itu yang penting.

ET : Saya pernah bertemu dengan anak-anak yang mungkin kalau dikatakan keluarganya disiplin ya justru, maksudnya kalau tadi Pak Heman katakan kriterianya tentang kehadiran orangtua gitu ya, ini orangtuanya hadir tapi juga menerapkan disiplin itu dengan keras sekali gitu. Jadi nggak boleh salah ya, benar-benar semuanya itu harus benar, segala sesuatu diletakkan di tempat yang tepat, harus melakukan kegiatan tertentu pada waktu yang pas. ‘Kan kalau memang kita katakan kepada orangtua, orangtua ‘kan mengatakan itu ‘kan hal yang baik begitu untuk menciptakan keteraturan di rumah ya. Tapi saya lihat dampaknya juga ke anak, anaknya jadi stres gitu. Jadi dalam hal ini saya melihat banyak orangtua juga sebenarnya kebingungan gitu ya Pak Heman, di satu sisi mereka ingin melakukan yang terbaik tapi di sisi lain tanpa disadari yang mereka anggap baik itu ternyata menimbulkan tekanan-tekanan tertentu buat anak. Mungkin kalau dalam hal ini, apakah Pak Heman punya masukan atau saran jalan tengahnya nih gimana nih, supaya yang orangtua anggap baik juga tertangkap baik oleh anaknya, anak yang diharapkan baik juga dipahami begitu oleh orangtua, Pak Heman ?

HE : Yang pertama orangtua perlu memandang atau belajar memandang apa yang dipandang dari sudut anak, jadi seringkali orang dewasa beranggapan anak itu adalah orang dewasa juga cuma dalam bentuk mini. Nah itu yang seringkali secara tidak sadar kita lakukan itu. Dan akibatnya adalah anak-anak tidak berkembang menurut perkembangannya yang wajar. Saya ambil contoh misalnya soal disiplin, anak usia 3 tahun itu tidak bisa disuruh duduk lebih dari 15 menit misalnya ya, untuk 10 menit duduk diam aja itu sudah bagus sekali. Nah anak usia 3-5 tahun misalnya dia membutuhkan banyak sekali gerakan, harus lari ke sana ke sini jadi kalau dia harus belajar kemudian menulis masih dimarahin lagi otomatis dia tidak suka untuk belajar. Dan kita harus terus berusaha melihat begitu dari sudut anak ini dan yang kedua adalah orangtua perlu belajar untuk memahami perkembangan anak atau psikologi perkembangan anak dengan orangtua mengetahui pada tahap-tahap atau usia berapa saja anak mengalami hal-hal tertentu, maka orangtua akan lebih banyak menghargai anak. Dalam hal disiplin mungkin kita perlu satu topik khusus untuk membicarakan ini tetapi prinsipnya adalah orangtua harus membedakan antara ketidakbisabertanggungjawaban anak dengan ketidakmampuan anak bertanggung jawab. Apakah anak tidak mengikuti perintah kita itu karena dia belum bisa karena belum matang, belum cukup matang ataukah karena anak itu memang sengaja tidak mau dan menentang begitu, itu harus dibedakan. Jadi kalau kita tahu bahwa dia memang belum bisa bertanggung jawab kita tidak boleh menerapkan disiplin dengan ketat, kita harus melatih dia, setahap demi setahap, itu kira-kira prinsipnya.

ET : Saya punya satu pertanyaan lagi mungkin kalau misalnya memang kita tahu anak itu sedang mengalami stres gitu ya memang katakanlah orangtua sudah berusaha untuk melihat dengan cara pandang anak, lalu dia sudah mulai lebih memahami yang dari sisi yang lain lalu para orangtua ini mulai melihat ada saat-saat tertentu anak mengalami stres begitu. Apakah sebaiknya setiap kali anak mengalami permasalahan orangtua perlu turun tangan gitu dalam rangka supaya dia nggak sampai stres, nggak sampai stresnya lebih berat atau jangan sampai dia mengalami stres gitu, sebaiknya apa yang harus dilakukan orang oleh orangtua, Pak Heman...?

HE : Saya lebih suka bagi kita orangtua untuk pencegahan, melakukan tindakan preventif dalam arti begini, lebih baik kita memberikan suasana di dalam keluarga kita supaya satu dengan yang lain bisa berkomunikasi secara terbuka tanpa rasa takut. Nah kalau itu sudah terjalin baik, bagaimanapun juga kalau anak menghadapi satu stres tertentu yang dia tidak bisa atasi, dia tidak bisa diam dan dia akan dengan sendirinya meminta kita untuk membantu dia entah bagaimana caranya. Dan kalau itu terjadi maka kita bersama-sama dengan dia mencoba memecahkan masalah tersebut begitu. Jadi kalau memang ada suasana yang baik di dalam satu rumah tangga maka biasanya kita tidak perlu selalu melihat gejala anak ini stres atau tidak dan selalu kita harus intervensi ‘tuk bercampur tangan begitu. Adakalanya dengan diskusi atau komunikasi seperti itu kita bisa memperbaiki cara anak memandang dan memperkuat daya juangnya sehingga dia mau berlatih mengatasi masalahnya sendiri. Misalnya anak yang baru belajar bersepeda dan dia mau kita latih untuk ke sekolah sendiri dengan sepedanya. Pada saat permulaan tentu ada stress yang cukup besar begitu pada saat itu kalau komunikasi berjalan baik maka kita bisa menghibur anak itu misalnya dengan memberikan contoh bahwa dulu papa atau mama juga seperti ini tegang dan sebagainya tapi lama-lama kalau sudah terbiasa tentu akan lebih baik dan bisa mengatasi ketegangan ini.

GS : Ya jadi rupanya stres itu memang bisa dialami oleh siapa saja dan tidak selamanya itu jelek karena ada juga yang positif tinggal bagaimana kita me-managenya, mengaturnya, mengelolanya supaya menjadi baik, baik bagi diri kita terutama juga untuk anak-anak kita yang masih butuh banyak pengalaman untuk bagaimana mengelola stres yang mereka alami. Tetapi saya sangat yakin bahwa Firman Tuhanlah yang akan memberikan pedoman yang paling tepat untuk hal-hal seperti ini. Pak Heman bisa bagikan sebagian dari firman Tuhan yang cocok untuk ini...?

HE : Daud semasa hidupnya dia banyak mengalami stres dan juga dikejar-kejar oleh Saul yang dihormatinya tetapi dia memberikan banyak ayat-ayat yang indah salah satunya dari Mazmur 23 :4 "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya sebab Engkau besertaku. GadaMu dan tongkatMu itulah yang menghibur aku."

GS : Ya itu dari Mazmur 23:4. Jadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Heman Elia, M.Psi. dan juga Ibu Esther Tjahja, S.Psi. Kami baru saja berbincang-bincang tentang bagaimana membantu anak menghadapi stres. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran serta pertanyaan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Sumber
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset T088B (e-Konsel edisi 90)

Komentar