Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Refleksi Alkitabiah -- Memilih Pasangan Hidup

Catatan Alkitab tentang pemilihan pasangan hidup, diceritakan terutama dalam Kejadian 24:1-67. Abraham yang telah lanjut usia, menyuruh hambanya yang tertua pergi ke Kasdim, tanah asalnya, untuk memilihkan seorang istri dari kaum kerabatnya bagi Ishak, anaknya. Dengan mempelajari seluruh pasal ini dengan baik, maka kita dapat menemukan berbagai azas pemilihan pasangan hidup yang terpancar dari ayat-ayat itu. Azas-azas itu, adalah:

  1. Azas Kehendak Allah

    Langkah pertama yang dilakukan Abraham untuk pemilihan calon istri bagi Ishak ialah mengambil sumpah hambanya yang diberinya kepercayaan untuk menjalankan tugas memilih itu. Sumpah itu dimulai dengan frasa: " ... demi Tuhan yang empunya langit dan yang empunya bumi." (Kejadian 24:3) Ayat ini menunjukkan bahwa Abraham menyerahkan pemilihan calon istri bagi Ishak seluruhnya kepada Tuhan. " ... demi Tuhan" berarti bahwa penyerahan itu tidak setengah-setengah, tetapi seluruhnya. Allahlah yang empunya segala sesuatu yang ada di alam semesta, karena itu segala sesuatu termasuk memilih pasangan hidup, bila tidak dilakukan menurut kehendak Allah tidak mungkin akan berakhir dengan baik.

    Azas kehendak Allah haruslah menjadi azas yang paling utama, mengatasi semua azas lainnya dalam memilih calon istri. Kalau para pemuda dan pemudi ditanya mengapa mereka bersedia mengikatkan diri ke ikatan perkawinan, maka jawabannya hanya satu yaitu bahwa mereka saling mencintai. Inilah azas yang paling utama yang menguasai pasangan yang bercita-cita untuk menikah.

    Tetapi di dalam cerita tentang Ishak, cinta bukanlah yang utama. Cinta Ishak terhadap Ribka istrinya, bersemi dan bertumbuh sesudah ia menjadi istrinya. Kejadian 24:67 menyatakan: "Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi istrinya. Ishak mencintainya dan demikianlah ia dihiburkan setelah ibunya meninggal." Penyerahan kepada kehendak Allah ini diperjelas pula oleh pernyataan Abraham di dalam Kejadian 24:7 yang berbunyi: "TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah memanggil aku dari rumah ayahku serta dari negeri sanak saudaraku, dan yang telah berfirman kepadaku, serta yang bersumpah kepadaku, demikian: kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri ini -- Dialah juga akan mengutus malaikat-Nya berjalan di depanmu, sehingga engkau dapat mengambil seorang isteri dari sana untuk anakku." Selanjutnya pada waktu hamba yang setia ini tiba di Aram -- Mesopotamia di gerbang kota Nahor, ia berdoa: "Tuhan, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham. Di sini aku berdiri di dekat mata air, dan anak-anak perempuan penduduk kota ini datang keluar untuk menimba air. Kiranya terjadilah begini: anak gadis kepada siapa aku berkata: 'Tolong miringkanlah buyungmu itu, supaya aku minum,' dan menjawab: 'Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum' -- dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu, Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu." (Kejadian 24:12-14)

    Hamba Abraham itu ingin memastikan bahwa pilihan calon istri bagi Ishak betul-betul terjadi atas kehendak Allah. Untuk itu, ia mohon supaya Allah memberikan tanda kepadanya seperti yang ia minta. "Kiranya terjadilah begini... " dan sebelum ia selesai berdoa, "maka datanglah Ribka, yang lahir bagi Betuel, anak laki-laki Milka, istri Nahor, saudara Abraham" (Kejadian 24:15) dan terjadilah seperti yang ia mohonkan di dalam doa (Kejadian 24:17-20).

    Sekarang bagaimanakah kita dapat menerapkan azas kehendak Tuhan di dalam kehidupan kita secara khusus dalam memilih pasangan? Berbagai pertanyaan pun muncul, seperti bagaimana kita mengenal dan memahami kehendak Allah dan dapatkah kita meminta semacam tanda seperti yang diminta oleh hamba Abraham itu? Sebenarnya ada beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk memahami kehendak Allah di dalam kehidupan kita. Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa kita adalah manusia yang berdosa yang mewarisinya dari manusia pertama yaitu Adam. Semua manusia adalah berdosa. "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10) Dosa adalah pelanggaran hukum Allah (1 Yohanes 3:4), yang menimbulkan jurang pemisah antara kita dengan Allah. Dengan keadaan kita yang berdosa, kita tidak mungkin mendekati Dia dan tidak mungkin mengenal sifat-sifat-Nya, apalagi kehendak-Nya. Jurang pemisah itu tidak mungkin dijembatani oleh kita yang berdosa. Hanya oleh kasih karunia Tuhan, jembatan itu dapat terpasang dan jembatan itu ialah Kristus Yesus yang telah menebus dosa dan menyelamatkan kita melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Oleh karena itu, langkah kedua yang harus kita tempuh ialah percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa yang turun ke dalam dunia untuk menebus dan menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

    Percaya kepada Tuhan Yesus harus diikuti pertobatan dari segala dosa. Bertobat berarti mengakui segala dosa yang lahir dalam pikiran, perkataan, perbuatan, dan keinginan yang bertentangan dengan hukum Allah, serta bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Dengan jalan ini semua dosa kita akan diampuni, dan Tuhan Yesus akan menempatkan kita pada tempat yang suci seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa. Dengan Kristus Yesus sebagai jembatan atau Juru Syafaat, kita dilayakkan untuk berhubungan kembali dengan Allah Khalik Semesta Alam. Selanjutnya, hubungan yang baru dipulihkan itu harus dipelihara, diperdalam, dan dikembangkan melalui upaya mempelajari firman Allah yang Ia telah bukakan di dalam Alkitab dan membiarkan firman itu menguasai kehidupan kita tanpa henti. Namun, janganlah mempelajari firman Allah dengan maksud untuk menguasainya, tetapi sebaliknya supaya firman itu menguasai kita dengan menjadikannya dasar, jalan, dan tujuan hidup kita. Jika hubungan kita dengan Tuhan berkembang seperti ini, maka tanpa harus bersusah-susah bertanya, kita akan selalu mendapatkan petunjuk atau ilham untuk mengetahui dan memahami kehendak Allah di dalam kehidupan kita.

  2. Azas Kesamaan Wawasan Hidup (World View)

    " ... bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang istri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang istri bagi Ishak anakku" (Kejadian 24:3-4). Tidak di tanah Kanaan, tetapi di negeri asal Abraham, dari antara sanak keluarga sendiri haruslah dipilihkan calon istri bagi Ishak. Mengapa tidak di tanah Kanaan? Karena orang-orang Kanaan hidup dalam kekafiran melalui penyembahan berhala mereka. Mereka hidup dalam adat dan kebiasaan yang berbeda. Nilai-nilai yang mengatur hidup mereka bertentangan dengan apa yang menjadi keyakinan Abraham. Pendek kata, mereka hidup dalam wawasan yang berbeda dan bertentangan dengan wawasan Abraham. Oleh karena itu, tidak layak istri Ishak, anak tunggal yang dikasihinya, diambil dari antara orang-orang Kanaan. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan istri yang cocok bagi Ishak, ialah berpaling ke negeri asal dan sanak saudaranya. Abraham tahu bahwa orang-orang di negeri asalnya hidup dalam adat dan kebiasaan, serta nilai-nilai yang bersamaan dengan yang dimilikinya. Mereka sama-sama menyembah Tuhan, Allah yang telah memanggil Abraham meninggalkan negeri dan sanak saudaranya. Di tengah-tengah masyarakat yang memunyai wawasan hidup seperti itulah hambanya disuruh memilihkan seorang istri bagi Ishak. Wawasan hidup merupakan keseluruhan nilai-nilai yang mengatur dan mengendalikan, serta mengarahkan kehidupan manusia. Nilai-nilai itu sendiri terbentuk melalui berbagai pengetahuan yang dipelajari dan berbagai pengalaman yang diikuti. Demikian juga dengan nilai-nilai kekristenan, harus ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pengetahuan dan pengalaman kristiani. Artinya, bila kita ingin menjadi orang Kristen yang baik, maka kita perlu memilih pelajaran dan pengalaman yang dapat memupuk hidup kekristenan.

    Para pemuda dan pemudi yang memiliki nilai-nilai kekristenan yang kuat tidak akan ragu-ragu untuk memilih yang sesuai dengan kehendak Allah. Saya mengenal beberapa anak-anak muda yang begitu berperan dalam kegiatan-kegiatan dan pelayanan gerejani, tetapi begitu mudah tertarik dan jatuh cinta kepada orang yang tidak sewawasan, bahkan bertentangan dalam keyakinan agama. Kalau hal ini diteliti, maka penyebab utamanya ialah karena nilai-nilai kekristenan mereka masih terlalu dangkal, belum dihayati dan belum membentuk watak mereka. Nilai-nilai itu belum berfungsi mengatur dan mengendalikan. Bila nilai-nilai itu kuat, mereka tidak akan pernah ditundukkan, sebaliknya mereka akan mampu menundukkan orang lain. Oleh sebab itu, gali dan perdalam pengetahuan tentang firman Tuhan, serta carilah dan pilihlah pengalaman-pengalaman yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan kekristenan, supaya Roh Kudus selalu mengawali hidup dan memampukan kita untuk memenangkan setiap pergumulan dalam hidup ini.

  3. Azas Hubungan Kekerabatan

    Yang dimaksud dengan hubungan kekerabatan adalah hubungan antara anak dengan orang tua dan antara kakak dengan adik. Hubungan ini sangatlah penting dan tidak dapat ditinggalkan. Pemilihan pasangan hidup hendaknya mendapatkan persetujuan dan restu dari ayah ibu, serta dukungan dari saudara-saudara.

    Lebih dari setengah perikop dari Kejadian 24 ini berbicara tentang hubungan kekerabatan, yaitu Kejadian 24:1-9 dan Kejadian 24:28-60. Beruntunglah kita yang ada di Indonesia, karena adat dan kebiasaan kita yang mengutamakan hubungan kekerabatan seperti ayat-ayat di atas. Keluarga yang pembentukannya menjadi muara dari proses pemilihan pasangan hidup adalah suatu lembaga pewarisan nilai-nilai hidup yang paling kuat. Pewarisan nilai-nilai itu ditentukan olah kualitas hubungan kekerabatan. Makin kuat ikatan kekerabatan, maka makin muluslah kelangsungan pewarisan, dan kemulusan pewarisan itu akan memperkuat nilai-nilai kekristenan.

  4. Azas Ketepatan Waktu

    Cobalah kita bayangkan keadaan hamba yang setia itu di depan gerbang kota Nahor, beserta dengan unta-unta dengan para pengikutnya. Di depannya terdapat sumur tempat penduduk mengambil air. Nah, dalam adat orang Kasdim pekerjaan mengambil air dibebankan pada kaum wanita, termasuk gadis-gadisnya. Hari itu sudah petang, waktunya para perempuan itu mengambil air. Pada waktu itulah hamba Abraham itu mengucapkan doanya, memohonkan kiranya Allah berkenan memberikan tanda, yaitu bahwa gadis pilihan itu waktu diminta akan memberinya minum dan sekaligus bersedia pula memberi minum unta-untanya. Belum selesai ia mengucapkan doanya, Ribka telah muncul dengan buyung air di pundaknya dan terjadilah peristiwa seperti yang dimintakan di dalam doanya. Jadi, jelaslah bahwa Ribka adalah pilihan Allah bagi Ishak. Ini tidak diragukan lagi, tetapi hamba itu tidaklah tergesa-gesa menyampaikan pesan yang dibawanya kepada Ribka.

  5. Diceritakan bahwa hamba itu dengan sabar menempuh langkah-langkah yang berikut:

    1. Sambil berdiam diri ia mengamat-amati Ribka yang sedang menimba air untuk minum unta-untanya (Kejadian 24:21).
    2. Sesudah unta-unta itu puas minum, ia mengambil anting-anting emas yang setengah syikal beratnya dan sepasang gelang yang sepuluh syikal beratnya yang semuanya diberikannya kepada Ribka (Kejadian 24:22).
    3. Kemudian hamba itu bertanya: "Anak siapakah engkau? Adakah di rumah ayahmu tempat bermalam bagi kami?" (Kejadian 24:23)
    4. Sesudah mendapat jawaban yang memuaskan (Kejadian 24:24-25), berlututlah ia sambil menyembah Tuhan (Kejadian 24:26) sambil berkata: "Terpujilah Tuhan, Allah tuanku Abraham yang tidak menarik kembali kasih setia-Nya dari tuanku itu; dan Tuhan telah menuntun aku di jalan ke rumah saudara-saudara tuanku itu." (Kejadian 24:27)
    5. Sesudah ditinggalkan Ribka (Kejadian 24:28), hamba Abraham itu tetap menunggu di luar rumah menanti undangan masuk (Kejadian 24:31).
    6. Sesudah duduk di meja makan, barulah ia menyampaikan pesan yang ia bawa dari Abraham (Kejadian 24:33-48).
    7. Akhirnya ia mengharapkan jawaban yang seadanya dari Betuel ayah Ribka dan Laban saudara Ribka: "Jadi sekarang, apabila kamu mau menunjukkan kasih setia kepada tuanku itu, beritahukanlah kepadaku; dan jika tidak, beritahukanlah juga kepadaku, supaya aku tahu entah berpaling ke kanan atau ke kiri." (Kejadian 24:49)

    Dari cerita ini, kita mempelajari bahwa memilih pasangan hidup tidak boleh tergesa-gesa. Ruang dan waktu perlu disediakan untuk mendengarkan suara Tuhan agar pemilihan tidak akan menyimpang dari kehendak Tuhan. Kesabaran dibutuhkan supaya setiap langkah yang diambil dapat dijalankan tepat pada waktunya, termasuk langkah menyatakan pilihan itu.

  6. Azas Moralitas

    "Datanglah Ribka... ; buyungnya dibawanya di atas pundaknya (Kejadian 24:15); ... seorang perawan, belum pernah bersetubuh dengan laki-laki" (Kejadian 24:16). Ayat ini memancarkan azas moralitas, yaitu menjaga dan memelihara keperawanan sebelum menikah. Perkawinan itu adalah menjadi rancangan Allah sendiri, karena itu kesuciannya haruslah dipelihara dan dijaga jangan sampai ternoda oleh hubungan-hubungan antara mereka yang bersangkutan yang melampaui batas yang diperkenankan oleh moral.

    Di banyak suku, terutama bangsa-bangsa timur, keperawanan diterima dan diakui sebagai mahkota. Kehilangan keperawanan sebelum menikah adalah sangat tercela. Bersyukurlah kita sebagai warga bangsa Indonesia termasuk di antara bangsa yang memiliki moralitas keperawanan seperti yang dikehendaki Allah. Haruslah diakui bahwa moralitas seperti ini sudah banyak memudar di dalam kelas-kelas dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, terutama mereka yang mulai mendambakan kebebasan hubungan antara pria dan wanita.

    Bagi para pemuda dan pemudi yang percaya, godaan-godaan yang menyimpang karena adanya kebebasan itu hanya dapat ditundukkan atau diatasi dengan memperkuat nilai-nilai hidup kekristenan. Itu berarti tetap belajar, memperdalam, dan melaksanakan firman Tuhan, supaya firman itu makin dihayati dan menguasai kehidupan kita.

  7. Azas Kecantikan

    "Anak gadis itu sangat cantik parasnya." (Kejadian 24:16) Tidak dapat disangkal bahwa setiap orang tertarik kepada kecantikan fisik. Kita tertarik kepada yang cantik karena pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk yang artistik, suka akan keindahan termasuk kecantikan. Tidaklah heran jika ada orang yang sangat mendambakan, bahkan memberhalakan kecantikan.

    Kecantikan dalam azas ini haruslah lebih diartikan dari segi ketertarikan dan kecocokan. Seseorang adalah cantik karena dia berkesan menarik dan terasa cocok, sehingga berada di dekatnya menimbulkan rasa gembira, senang, dan puas. Selanjutnya kecantikan tidak saja ditentukan oleh sifat-sifat lahiriah, tetapi juga oleh sifat-sifat batiniah, seperti watak, sikap, dan tingkah laku serta nilai-nilai lainnya yang terbentuk melalui pengetahuan yang dipelajari dan pengalaman yang dialami. Ada kalanya seseorang yang sangat menarik kehilangan daya tariknya setelah diketahui sifat-sifat batiniahnya, sebaliknya ada pula orang yang kurang menarik menjadi sangat menarik setelah kita mengetahui akan sifat-sifatnya yang baik. Kecantikan itu adalah keseluruhan sifat-sifat yang baik dan luhur yang terkandung dalam pribadi seseorang, yang menimbulkan daya tarik dan rasa cocok, serta merangsang rasa gembira, senang, dan puas. Memilih pasangan hidup tidaklah memilih tubuhnya melainkan memilih pribadinya, pribadi yang berkenan kepada Tuhan.

  8. Azas Upaya yang Suci

    Pada waktu hamba itu meragukan kesediaan perempuan yang bakal dipilih sebagai calon istri Ishak, Abraham meyakinkan hambanya bahwa Tuhan, Allah yang empunya langit akan mengutus malaikatnya berjalan di depannya, sehingga ia dapat mengambil seorang istri dari negeri asalnya untuk anaknya (Kejadian 24:7). Bacaan ini menunjukkan bahwa perkawinan ini tidak saja menjadi rancangan Allah, tetapi Dia juga turut serta dalam pelaksanaan pemilihan calon istri yang tepat. Dengan demikian pemilihan calon pasangan hidup menjadi upaya yang suci. Allah itu suci, karenanya segala yang disentuhnya menjadi suci adanya.

    Mengingat akan peranan Allah ini, maka selayaknyalah manusia mengimbanginya dengan upaya berdoa dengan tiada berkeputusan. Hamba Abraham dalam tugasnya memilihkan calon istri bagi Ishak, tercatat tiga kali berdoa kepada Tuhan Allah. Pertama kali ia berdoa sebelum bertemu dengan Ribka (Kejadian 24:12-15), kedua kali waktu tanda-tanda yang dimintanya kepada Tuhan menjadi kenyataan (Kejadian 24:26-27) dan terakhir ia sujud menyembah Allah pada waktu ayah dan saudara Ribka menyetujui untuk membawa Ribka menjadi istri Ishak (Kejadian 24:52). Doa bagi mereka yang percaya adalah sesuatu yang tiada berkeputusan. Berdoalah setiap waktu supaya kita tidak melupakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan kita. Berdoalah untuk setiap kegiatan, setiap rencana, dan cita-cita supaya Allah turut berperan dan memberkati setiap upaya itu. Berdoalah pada saat kita sedang mencari pasangan hidup, berdoalah pada saat kita menemukan pasangan yang cocok, dan berdoalah untuk kesempatan berkasih sayang dengan pasangan kita, berdoalah untuk semua kenikmatan dan kemesraaan yang dikaruniakan Allah kepada kita dan pasangan kita, berdoalah pada saat Allah menuntun kita memasuki ikatan perkawinan yang kudus.

Inti Pemahaman

  • Pemilihan pasangan hidup adalah salah satu faktor yang turut menentukan bahagia atau tidaknya suatu keluarga.
  • Adat dan kebiasaan berfungsi dengan baik dalam mengatur dan mengendalikan masyarakat pedesaan yang sederhana kebutuhan dan kehidupannya, termasuk adat dan kebiasaan yang menentukan batas-batas pemilihan pasangan hidup.
  • Dalam masyarakat kota yang ditandai oleh persaingan yang kuat dan perubahan yang cepat, fungsi adat dan kebiasaan makin memudar dan diganti dengan kebebasan yang makin besar pengaruhnya, termasuk kebebasan memilih pasangan hidup.
  • Kebebasan yang makin membesar pengaruhnya itu, pada masa depan perlu mendapatkan pengawalan dari azas-azas pemilihan yang alkitabiah, supaya kecenderungan-kecenderungan negatifnya dapat dicegah dan dihindarkan.
  • Untuk mengembangkan kemampuan memilih yang baik, maka kesadaran perlu diisi tidak saja dengan pengetahuan dan pengalaman sekuler atau duniawi, tetapi yang terutama dengan pengetahuan tentang Allah dan firman-Nya serta pengalaman yang mendekatkan diri kita kepada Tuhan.
  • Naluri manusia untuk tertarik kepada yang cantik atau yang gagah menyimpan rahasia Allah yang menghendaki masing-masing kita memilih pasangan hidup yang sehat, supaya kualitas spesies manusia tetap terpelihara bahkan makin ditingkatkan. Karena itu, jagalah kesucian naluri itu, jangan dinodai oleh pikiran dan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah.
  • Kesehatan dalam pengertian jasmani, jiwa, dan roh adalah syarat untuk mengembangkan kebahagiaan di dalam kehidupan keluarga.
  • Kesucian dari tahap-tahap pendekatan pada masa persahabatan perlu sekali dijaga dan dipelihara. Karena itu, di setiap hubungan berpasangan, berilah selalu ruang di dalam kesadaran untuk tempat Roh Kudus, satu-satunya Pribadi yang dapat memampukan kita untuk tidak merusak hubungan berpasangan itu.
  • Ketujuh azas alkitabiah tentang pemilihan pasangan hidup itu terjalin dalam hubungan yang saling memengaruhi dengan kehendak Allah sebagai pusatnya.

Memilih Pasangan Hidup
Tahap-Tahap Perhubungan

Tidak kenal: Tidak ada ketertarikan

Kenalan:
- Ketertarikan tingkat awal
- Dialog: bertatapan, berbicara, mengetahui nama

Teman:
- Pertemuan-pertemuan yang direncanakan
- Diharapkan kehadirannya dalam kegiatan kelompok dan pribadi

Sahabat:
- Perasaan dan keinginan pribadi mulai mewarnai perhubungan
- Saling menolong
- Saling memperhatikan kepentingan pribadi
- Saling berbagi rasa

Kawan tetap:
- Saling menyukai yang terasa kuat
- Akrab dan mesra (kemesraan awal)
- Saling merindukan
- Dialog menjadi nikmat, mengasyikkan, merangsang

Tunangan:
Ikrar bersama di hadapan keluarga dan umum untuk kelak membangun hubungan suami istri yang setia dan berbahagia.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Sumber
Halaman: 
51 -- 61
Bab: 
Memilih Pasangan Hidup
Judul Buku: 
Menuju Kebahagiaan Kristiani dalam Perkawinan
Pengarang: 
Drs. J. Kussroy
Penerbit: 
Gandum Mas
Kota: 
Malang
Tahun: 
1994

Komentar