Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Penjara, Tempat Untuk Bertobat dan Memulihkan
Edisi C3I: e-Konsel 190 - Melayani Para Narapidana
Kata-kata tajam Juru Selamat kita dalam Matius 25 tentang keterlibatan dengan orang-orang yang terluka,
kekurangan, atau pun terpenjara telah menjadi sejarah awal mula perhatian orang-orang Kristen terhadap para narapidana.
Meskipun merupakan tempat untuk menghukum, penjara tidak hanya harus menjalankan peranan utamanya itu saja.
Pada abad 18, misalnya, Paus Pius IX merancang suatu penjara kepausan untuk para remaja,
menempatkan mereka di sel terpisah dengan tujuan untuk refleksi rohani, bukan penghukuman.
Quaker, pada tahun 1772 membangun suatu penjara bernama Walnut Street Jail di Philadelphia yang menuntaskan hukuman di jalanan dan menempatkan pelanggarnya di sel pribadi sehingga mereka bisa bermeditasi dan bertobat dari dosa-dosa mereka.
Dari sinilah nama penitentiary digunakan untuk mengekspresikan filosofi pertobatan dan pemulihan, bukan hanya retribusi dan keadilan yang tegas.
Seorang pendeta dipekerjakan di Walnut Street Jail untuk memenuhi kebutuhan rohani orang yang dipenjara.
Seiring dengan perkembangan sistem penjara di Amerika selama era yang hanya dapat dipandang sekarang ini sebagai sesuatu yang benar-benar brutal, peran pendeta menjadi sangat penting.
Sekarang ini, pada dasarnya ada tiga level yang berbeda dalam sistem pengadilan pidana kita, dan setiap level tersebut memiliki dinamika dan tantangan pelayanannya sendiri.
Level atas adalah Federal Bureau of Prison (Biro Federal Penjara), sebuah badan federal dengan lebih dari 70 rumah tahanan yang saat ini dihuni lebih dari 83.000 tahanan.
Sistem rutan ini pada umumnya memiliki badan pelaksana yang lebih maju daripada sistem negara. Aturan penjatuhan hukuman federal menetapkan bahwa para tahanan federal akan menjalani hukuman lebih lama dari jangka waktu yang ditetapkan bagi mereka.
Dengan adanya tuntutan kualifikasi tingkat pendidikan yang tinggi bagi semua personilnya, rutan ini biasanya mempekerjakan pendeta penjara dari denominasi induk (atau paling tidak dari denominasi yang lebih besar).
Level tengah adalah sistem rutan negara.
Masing-masing negara memiliki badan hukum dan budaya pengoreksiannya sendiri-sendiri.
Banyak sistem negara yang memunyai banyak ruang isolasi bagi napi yang akan dihukum mati dan menjadi rumah bagi banyak narapidana ganas.
Filosofi hukum negara yang satu dengan negara yang lain sangat beragam.
Saat ini beberapa negara, dengan menerapkan ukuran pemotongan biaya yang tidak jelas, berencana memotong kembali biaya untuk pelayanan kependetaan di penjara atau setidaknya menyewa pendeta dengan status kontrak di luar struktur rutan.
Inilah yang menjadi keprihatinan banyak pendeta penjara, dan hal ini sangat memengaruhi pelaksanaan ibadah rohani bagi para penghuni penjara.
Di level bawah pengadilan pidana, ada jejaring penjara kabupaten dan kota, di mana para narapidana menjalani hukuman penjara dalam jangka waktu singkat atau untuk menunggu persidangan.
Dinamika di institusi ini sedikit berbeda dari penjara.
Sering kali, pria dan wanita yang ditahan di institusi ini pada umumnya tidak siap menghadapi keterkejutan awal akibat kehilangan pekerjaan dan penghasilan, mencoba bertahan dengan semua rasa trauma keluarga karena pembayaran cicilan mobil dan rumah mulai macet.
Pria dan wanita ini biasanya memiliki keluarga dan kerabat di komunitas lokal, dan karena itu jemaat gereja memiliki kesempatan untuk melakukan penjangkauan yang penuh kuasa terhadap para tetangga mereka di penjara lokal ini.
Banyak tahanan yang melalui sistem pengadilan pidana yang bermacam-macam ini merasa kecil hati, marah, dendam, dan benar-benar tertolak.
Penjara cenderung membuat mereka tergantung dan sering kali tidak mempersiapkan mereka untuk menjalani hidup kembali di masyarakat setelah mereka bebas.
Belajar bertahan hidup dalam budaya penjara yang kejam dengan kode-kode yang unik tentang moralitas, dan menghadapi perasaan akan ditolak oleh masyarakat, membuat sedikit narapidana saja yang menjadi lebih berfungsi di dunia luar.
Sebuah Pelayanan Kasih yang Tidak Umum
Dari sudut pandang rohani, suatu penjara adalah benteng kejahatan yang kokoh, tempat pria dan wanita dibelenggu dengan rantai keputusasaan dan tidak ada harapan, kekejaman dan kebencian, dan semua emosi-emosi negatif yang muncul.
Penjara juga bisa menjadi tempat di mana kesempatan yang luar biasa muncul, di mana pria dan wanita bertemu dengan Yesus Kristus dan Ia menerima mereka dengan penuh kasih.
Hal ini bisa terjadi bila, mungkin untuk pertama kalinya, setiap orang punya kesempatan untuk berpikir, belajar, dan bertindak sesuai dengan sudut pandang kerohanian mereka yang baru.
Menghadapi keterpisahan, menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan yang luar biasa dalam diri mereka yang sudah lama tidak memiliki harapan, merupakan tantangan kecil bagi pendeta penjara.
Pria dan wanita ini telah berjanji untuk menyerahkan hidupnya bagi pelayanan yang tidak mudah ini untuk menyampaikan anugerah kabar baik Tuhan ini ke institusi hukum.
Sekarang ini, kantor untuk pendeta penjara sudah ada, meskipun tugas dan filosofinya masih terus berubah untuk memenuhi kebutuhan jemaat yang terus berkembang kompleksitasnya.
Pelayanan ini adalah pelayanan yang paling dibutuhkan dan sering menimbulkan stres, namun hanya sedikit dipahami oleh anggota gereja pada umumnya. Apa yang sebenarnya perlu dilakukan oleh pendeta penjara?
Kesempatan-kesempatan untuk beragam bentuk pelayanan bisa jadi berlebihan dalam hal waktu dan jumlah.
Dalam taraf yang paling dasar, pendeta penjara membuat jadwal rutin untuk penyembahan dan mempelajari Alkitab, yang dipimpin baik oleh pendeta itu sendiri maupun para sukarelawan dari luar.
Selain itu, sesi konseling pribadi maupun kelompok memberikan kesempatan bagi pendeta untuk mendengarkan minat dan masalah narapidana, meskipun sering kali berlawanan dengan perilaku dan gaya hidup mereka.
Tugas pendeta penjara hampir selalu berupa pertemuan-pertemuan dengan para narapidana untuk memberitahu mereka tentang keadaan, penyakit-penyakit berat, dan kematian anggota keluarga.
Dia menyusun rencana yang diperlukan untuk menghadapi krisis ini.
Sering kali, keadaan ini -- yang selalu menimbulkan trauma -- bisa jadi sangat berat bila dihadapi oleh orang yang merasa tidak memiliki harapan dan putus asa.
Tanggung jawab lain dari pendeta yang sibuk adalah manajemen dan koordinasi pelayanan dan program luar bagi para narapidana.
Pelayanan-pelayanan ini memberikan sumber-sumber yang luar biasa dan terbuka bagi siapa saja untuk program rohani di penjara.
Mereka memperluas dan melipatgandakan pelayanan yang berkaitan dengan ibadah ini melebihi kemampuan staf kependetaan penuh waktu, dan mereka menjangkau seluruh narapidana pula.
Sumber-sumber itu termasuk berbagai jenis program: penginjilan, seminar tentang pernikahan, khotbah misi, dan konser-konser.
Namun, di dalam semua itu, pendeta tahu bahwa setiap program di luar gereja memerlukan persiapan dan perencanaan yang cermat dan membosankan, menempatkan beban tambahan dalam hal keamanan bagi staf penjara.
Manajemen program sukarelawan merupakan tugas yang harus dilakukan -- sebuah tugas yang jarang dihargai atau dipahami oleh pelayanan-pelayanan lain.
Masalah-Masalah Khusus dalam Pelayanan Penjara
Tugas pendeta bisa memberikan kepuasan yang dalam.
Menjadi sumber utama untuk mendapatkan kenyamanan, harapan, dan penerimaan secara pribadi bagi mereka yang benar-benar membutuhkan, merupakan suatu kehormatan.
Memuaskan juga bila mengetahui bahwa ada orang yang melakukan pelayanan untuk orang-orang yang dengan mereka Juru Selamat kita menghabiskan banyak waktu pribadi-Nya, dengan mereka yang terluka dan yang sulit menyesuaikan diri dengan budaya gereja kita.
Kebiasaan Kristus untuk bekerja bersama orang-orang ini merupakan penyebab utama ketakutan dan keributan besar dalam masyarakat Yahudi pada waktu itu.
Pada saat yang sama, ada pula masalah dan kesulitan signifikan bagi siapa saja yang terlibat dalam pelayanan ini.
Berikut ini empat masalah unik yang dihadapi oleh pendeta penjara:
1. Berjuang menghadapi setumpuk pekerjaan.
Karena masalah keamanan berkaitan dengan masalah pembatasan, maka ada alur pekerjaan yang hampir tidak ada hentinya yang harus dikerjakan.
Waktu dan tenaga untuk pelayanan langsung dengan orang-orang tersebut tampaknya harus melibatkan menulis, menandatangani, dan mengarsip banyak sekali laporan.
Sangat membuat frustasi!
2. Menyaksikan "keberhasilan" itu berlalu begitu saja.
Orang-orang yang bisa bertumbuh dengan baik dalam kerohaniannya sering kali menjadi jemaat pendukung pendeta yang terkuat, yang melakukan pelayanan Kristen dan menjadi pemimpin dalam jemaat. Bagi seorang pendeta, orang yang paling berhasil adalah orang pertama yang meninggalkan penjara dan tidak pernah kembali lagi. Kecuali bila orang itu terlibat dalam pelayanan penjara, mereka akan mencoba melupakan kenangan-kenangan yang menyakitkan yang berhubungan dengan pengalaman menjadi narapidana dan akan jarang mendengarkannya lagi.
3. Melayani di bawah nilai-nilai sekuler.
Pengawas pendeta hampir selalu membagikan visi pelayanan mereka dan menyertakan nilai-nilai yang hampir sama.
Namun, pengawas pendeta sering kali memegang nilai-nilai yang berbeda, melihat pekerjaan pendeta dari sudut pandang sekuler.
4. Merasa sendirian.
Para pendeta sering kali disalahartikan oleh rekan satu denominasi mereka, yang mengalami kesulitan memahami pelayanan yang dihadapi sehari-hari oleh pendeta.
Tugas mereka biasanya dilakukan di belakang layar dan tidak diberitakan, tidak dikenal oleh masyarakat luar.
Pasangan mereka biasanya hanya terlibat sedikit dalam pelayanan penjara atau ibadah dalam penjara.
Keluarga pendeta penjara biasanya memiliki keterlibatan sendiri dalam jemaat lokal, meninggalkan pendeta tersebut dengan rasa penolakan yang tidak jelas, atau setidaknya dengan rasa tidak peduli dari komunitas gereja di mana dia dulu terlibat.
Keluarga Para Narapidana.
Bagaimana caranya gereja lokal bisa memberi pertolongan dan penghiburan bagi keluarga para narapidana?
Kita dalam kepemimpinan gereja pertama-tama perlu mengenal terlebih dulu pendeta penjara lokal atau rumah tahanan (rutan) dan kemudian memperkenalkannya di gereja.
Sebagai contoh, kami mengundangnya ke gereja untuk berkhotbah, atau menunjukkan foto pendeta penjara tersebut dengan misionaris asing kami.
Hal ini akan membuka jalan demi terjalinnya hubungan kerja sama yang baik antara pendeta penjara dan gereja.
Mendukung Pelayanan Pendeta Penjara.
Gereja bisa menjadi pendukung pelayanan pendeta penjara dan para keluarga narapidana saat dia memelihara suami/istri dan anak-anak selama narapidana meringkuk di penjara.
Hubungan ini sangat efektif bila gereja bertindak sesuai aturan dan kebijakan institusi dan menerima batasan-batasan keterlibatan pendeta penjara dalam pelayanan ini.
Secara khusus, di bawah ini ada beberapa aturan bagi mereka yang ingin terjun langsung dengan keluarga narapidana:
1. Hormatilah otoritas pendeta gereja.
Jangan pernah bertindak seenaknya atau di luar wewenang kependetaan penjara untuk membuat pelayanan dalam bentuk apa pun.
Mungkin kita kenal dengan sipir, kepala polisi daerah, atau politikus yang berwenang yang bisa menggunakan pengaruhnya untuk menekan pendeta penjara, namun pendeta penjara adalah pendeta penjara dan narapidana Kristen adalah jemaatnya.
Kita harus melayani bersama dan melalui para pendeta penjara, menghormati otoritasnya.
2. Dukunglah pendeta penjara untuk mengikuti aturan.
Pendeta penjara merupakan bagian dari petugas administrasi Lembaga Pemasyarakatan (LP) dan dia sadar bahwa tugas pokok penjara adalah mengamankan narapidana.
Oleh karena itu, kita tidak boleh memaksa pendeta penjara untuk membuat pengecualian terhadap peraturan.
Sebagai contoh, kita tidak perlu meminta perlakuan khusus, seperti kunjungan pada jam-jam yang tidak semestinya yang bisa menjadi beban bagi pengawas LP.
Jangan menyuruh pendeta penjara memberikan buku-buku, kue, pakaian, atau benda-benda lainnya yang dilarang untuk narapidana.
Selain itu, jangan memaksa pendeta penjara untuk menjadi pengacara kasus yang dihadapi narapidana atau membujuk mereka terlibat dalam suatu keadaan yang memaksa mereka menjadi saksi bagi narapidana itu dalam pelaporan perkara atau pengadilan.
Hal ini bisa menciptakan konflik peran yang serius.
3. Lakukanlah program-program yang sudah diadakan.
Dua kegiatan yang menolong keluarga para narapidana adalah Prison Fellowship Angel Tree Program dan Salvation Army.
Pada waktu Natal, Angel Tree Program membantu membelikan hadiah-hadiah untuk anak-anak narapidana (orang tua yang sedang ditahan membubuhkan tanda tangan pada kartu yang akan diberikan kepada anak).
Beberapa kegiatan Salvation Army adalah membagikan hadiah, makanan, dan pakaian kepada para keluarga narapidana.
4. Jangan mempermalukan suami/istri narapidana.
Sering kali, karena adanya stigma sosial tentang penahanan, suami/istri narapidana tidak mau pergi ke gereja lagi karena mereka menerima pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka malu.
Beberapa suami/istri bahkan lebih senang mengatakan bahwa mereka berpisah atau bercerai.
Dalam hal inilah gereja seharusnya lebih peka.
Kita tidak hanya bisa mengajak keluarga narapidana beribadah ke gereja, tapi juga menghadiri kegiatan-kegiatan sosial.
5. Tawarkan sesuatu untuk mempertahankan pernikahan.
Lebih dari 80% pernikahan narapidana berakhir dengan perceraian.
Pendeta penjara dan pendeta setempat yang melayani bersama-sama dapat membantu mempertahankan pernikahan melalui konseling, seminar untuk mempertahankan pernikahan di LP, dan pelayanan lanjutan di gereja setelah narapidana bebas.
6. Jangan mengabaikan anak-anak.
Anggota yang paling terabaikan dalam keluarga narapidana adalah anak-anak.
Uang yang terkuras habis untuk proses pengadilan dan penahanan sering membuat istri harus bekerja untuk pertama kalinya atau bahkan membuat mereka tergantung pada santunan.
Jika rumah tahanan tersebut jauh dari rumah keluarga narapidana, jemaat bisa bergilir mengantarkan keluarga narapidana ke LP untuk berkunjung.
Gereja juga bisa menyediakan mobil untuk keperluan rutin, seperti berbelanja dan mengunjungi dokter. (t/Ratri dan Setya)
Penjara, Tempat Untuk Bertobat dan Memulihkan
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | Leadership Handbook of Outreach and Care - Practical Insight from a Cross Section of Ministry Leaders |
Penulis artikel | : | Don Smarto |
Penerbit | : | Baker Books, Michigan, 1994 |
Halaman | : | 465 -- 471 |