Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Aku Menyebut Kamu Sahabat

Orang yang berkenan di hati Allah ini memunyai hati untuk orang lain. Anak Isai itu berdiri dengan kuat dan tegak dalam catatan Kitab Suci sebagai satu sahabat yang benar dan setia. Hal ini masuk akal, bukan? Dapatkah seseorang menyebut dirinya sahabat Allah jika ia menolak persahabatan dengan orang lain? Jika sang Pencipta merindukan makhluk pemberontak yang diciptakan menurut gambar-Nya sendiri, dapatkah seseorang yang berjalan dengan Allah menyendiri dari orang lain? Bukan perkara yang luar biasa bahwa orang yang begitu dekat dengan Allahnya adalah juga orang yang sangat dekat dengan orang-orang lain.

Kerinduan untuk Bersahabat

Dengan mengetahui hati saya sendiri, saya yakin bahwa semua orang menginginkan persahabatan yang dalam, baik dengan orang lain maupun dengan sekelompok kecil orang. Sesuatu di dalam manusia merindukan sesama saudara -- satu saudara bagi siapa ia bersedia menyerahkan nyawanya. Saya percaya Allah yang menaruh kerinduan semacam itu dalam lubuk hati kita. Saya tidak tahu dengan kaum perempuan, tetapi saya percaya banyak orang laki-laki memunyai kerinduan itu. Ada satu kerinduan rahasia yang apabila keadaan menghendakinya, walaupun manusia itu bersifat dosa dan mementingkan diri sendiri, orang akan bersedia mengorbankan nyawanya bagi teman baiknya.

Tentu saja ini tidak menyamai persahabatan seorang laki-laki dengan istrinya. Teman terbaik saya di dunia ini ialah Pat, istri saya. Saya tidak akan menukarnya dengan sahabat siapa saja, laki-laki maupun perempuan. Augustinus pernah mempelajari bahwa ketika Allah melihat Adam kesepian, Ia tidak menciptakan sepuluh sahabat bagi Adam, melainkan seorang istri. Tetapi meskipun demikian, walaupun seorang istri adalah sahabat terdekat Anda, ada sesuatu kegelisahan dalam hati seorang laki-laki yang berseru merindukan persahabatan dan kepercayaan dari seorang laki-laki atau sekelompok orang lain. Seseorang dengan siapa ia dapat melakukan perbuatan-perbuatan luar biasa. Seseorang untuk menolongnya berjuang di dunia ini. Berhasil atau gagal, menang atau kalah, banyak atau sedikit.

Barangkali itulah yang membuat kisah Daud dan Yonatan menggugah hati orang. Mungkin itulah yang membuat bagian firman Allah tersebut begitu menarik. Peradaban manusia tumbuh dan hancur, pasukan-pasukan yang gagah berani timbul dan tenggelam, raja-raja yang berkuasa, para pemimpin, dan kaisar dilupakan dalam lumpur masa lalu, tetapi persahabatan Daud dan Yonatan -- setelah empat ribu tahun yang lalu -- tetap memenangkan hati dan menaklukkan orang.

Sungguh suatu persahabatan yang istimewa. Bukan bahwa Yonatan adalah satu-satunya sahabat Daud, tetapi karena kedua orang ini saling mengasihi sampai akhir hayatnya.

Teladan Persahabatan

Kita telah mengenang kembali saat bersejarah sewaktu anak termuda dari pemilik peternakan di Betlehem itu merobohkan Goliat dengan sebutir batu dan memimpin orang Israel mengalahkan orang Filistin. Tetapi ada sejumlah cerita kecil terhadap kisah mengalahkan Goliat itu. Salah satu persahabatan yang paling berharga sepanjang zaman dimulai pada hari itu juga.

"Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri. Pada hari itu Saul membawa dia dan tidak membiarkannya pulang ke rumah ayahnya .... Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya, dan ikat pinggangnya." (1 Samuel 18:1-2, 4)

Kedua orang ini, Daud dan Yonatan, dapat menjadi saingan yang berat. Keduanya memunyai hak atas takhta Israel, Yonatan melalui kelahiran dan Daud melalui urapan Samuel. Pada zaman itu, Anda tidak berusaha menjatuhkan lawan politik Anda dengan jalan memasang alat pendengar rahasia di kantor mereka, menyadap pembicaraan teleponnya, atau melancarkan kampanye menentang kebijaksanaannya. Pada zaman itu, Anda hanya berusaha membunuhnya dengan semua cara. Tetapi tidak demikian dengan Daud dan Yonatan. Sedikit pun tidak ada persaingan antara keduanya. Setelah Yonatan menyaksikan Daud membunuh andalan musuhnya, anak Saul ini merasa jiwanya berpadu dengan jiwa Daud. Itu merupakan perpaduan yang terjadi seketika dan tak dapat dipisahkan lagi. Yonatan mengasihi Daud seperti dirinya sendiri.

Kemudian pangeran Israel ini melakukan sesuatu yang sangat di luar dugaan, bahkan tak masuk akal. Di depan mata ayahnya yang raja, di depan para panglima tentara Israel, di depan seluruh rakyat Israel, Yonatan menanggalkan jubah kerajaannya, pedang, panah, dan ikat pinggangnya yang menandainya sebagai pewaris takhta kerajaan, dan meletakkan semuanya di depan kaki gembala yang muda usia itu.

Apakah Anda melihat pengertian yang tercantum dalam tindakan itu? Barangkali Anda berpikir, "Hmm ..., isyarat baik. Ia memberikan seperangkat baju baru kepada teman baiknya." Apa begitu?

Cobalah menggambarkan diri sendiri dalam situasi berikut ini. Bayangkan Anda sedang mengunjungi kota London dan mendapat kesempatan untuk melihat-lihat Istana Buckingham. Ketika Anda mengikuti pramuwisata Anda melalui ruangan-ruangan yang disepuh emas, Anda dengan senang terheran-heran melihat seluruh keluarga raja dalam pakaian kebesaran berdiri di sebuah ruangan besar. "Hei!" kata Anda. "Saya tidak tahu ini terjadi dengan perjalanan keliling saya." Pramuwisata Anda berhenti, membiarkan setiap orang menerima hal itu dengan gembira. Sewaktu Anda merogoh kamera dari tas Anda, Anda melihat Pangeran Charles maju ke depan dan membisikkan sesuatu kepada salah seorang pengawalnya. Tiba-tiba pengawal itu memanggil Anda untuk datang dan berlutut di depan keluarga kerajaan. Hampir pingsan Anda meninggalkan teman-teman Anda yang keheranan, dan dengan terhuyung-huyung, Anda berjalan ke depan. Ketika Anda berlutut, Pangeran Wales itu secara dramatis melangkah ke depan, meneliti Anda sebentar, kemudian membuka jubah kerajaannya dan mengenakannya ke pundak Anda. Sebelum Anda dapat memerbaiki napas Anda, ia memasangkan cincin kerajaannya ke jari Anda, meletakkan tongkat emasnya di tangan kanan Anda, dan mengenakan mahkotanya ke kepala Anda.

Dapatkah Anda menggambarkannya? Kemudian barangkali Anda dapat mulai mengerti betapa seluruh rakyat Israel sangat terkejut atas tindakan simbolis dari Yonatan.

"Daud, sahabatku," Yonatan berkata, "inilah janjiku kepadamu. Bahkan takhta kerajaan pun tidak dapat menghalangi kita!"

Sebaliknya daripada saling bersaing, kelihatannya mereka saling meninggikan. Inilah arti persahabatan. Bila seorang laki-laki mengasihi laki-laki lain atau seorang perempuan mengasihi perempuan lain sedemikian rupa sampai mereka saling meninggikan yang lain, bukan dirinya sendiri, inilah tanda suatu persahabatan sejati.

Kesetiaan Persahabatan

Persahabatan antara Daud dan Yonatan tumbuh dalam cahaya perayaan kemenangan. Persahabatan itu menjadi kuat di bawah awan mendung iri hati seorang raja dan intrik politik sewaktu senyum kesenangan Saul berubah menjadi senyum kecurigaan. Hal itu tidak lama.

"Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria, dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itu pun jatuh kepadanya." Sejak hari itu, Saul selalu mendengki Daud" (1 Samuel 18:6-9).

Perintah pun dikeluarkan. Daud, pahlawan yang cepat jadi itu menjadi sasaran. Tidak perlu fotonya dipancangkan di kantor pos-kantor pos sebagai orang yang dicari-cari. Semua orang sudah mengetahui, Saul ingin menghabisi Daud selamanya, dan setiap orang di Israel yang ingin mendapat kedudukan tinggi tanpa menempuh ujian lagi, tahu apa yang harus dikerjakannya. Daud juga mungkin sudah menyulam sebuah sasaran di belakang jubahnya.

Tetapi kemudian masuklah Yonatan. Mengetahui betul bahwa ayahnya yang iri hati itu sungguh-sungguh ingin membunuh Daud, anak laki-laki raja ini mengumpulkan segenap keberaniannya dan mencoba membela sahabat barunya.

"Lalu Yonatan mengatakan yang baik tentang Daud kepada Saul, ayahnya, katanya: "Janganlah raja berbuat dosa terhadap Daud, hambanya, sebab ia tidak berbuat dosa terhadapmu; bukankah apa yang diperbuatnya sangat baik bagimu." (1 Samuel 19:4)

Karena ayahnya adalah orang yang hatinya keras, pangeran ini membicarakan kembali jasa Daud terhadap bangsa. "Ayah, ingatkah bagaimana perasaan ayah pada hari itu ketika Daud mengatupkan mulut besar Goliat? Ingatkah Ayah bagaimana kita kemudian mencerai-beraikan orang Filistin seperti pemburu mengejar burung puyuh? Oh, Ayah, ingatkah bahwa sesudah itu kita berpesta pora dan bergembira ria? Dan sekarang Ayah berusaha menumpahkan darah hambamu Daud? Orang yang menyanyi seperti malaikat dan memetik kecapi untuk menyembuhkan sakit saraf Ayah? Pikirkanlah hal itu, Ayah! Itu tidak akan berarti. Itu tidak masuk akal."

Maka Saul ingat dan menyesal. Tetapi sebentar saja. Raja yang iri itu mudah melupakan jasa-jasa Daud. Sesudah menyesal sebentar, Saul mulai lagi. Kali ini ketika Yonatan membela Daud lagi, nyaris ia sendiri kehilangan nyawanya.

"Lalu bangkitlah amarah Saul kepada Yonatan, katanya kepadanya: 'Anak sundal yang kurang ajar! Bukankah aku tahu, bahwa engkau telah memilih pihak anak Isai, dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu? Sebab sesungguhnya selama anak Isai itu hidup di muka bumi, engkau dan kerajaanmu tidak akan kokoh. Dan sekarang suruhlah orang memanggil dan membawa dia kepadaku, sebab ia harus mati.'" (1 Samuel 20:30-31)

Tatkala Yonatan mencoba berbicara lagi, Saul melemparkan tombaknya kepadanya untuk membunuhnya jikalau Yonatan tidak cepat-cepat menghindar. Sepanjang menyangkut keselamatan Daud, Yonatan tidak memikirkan keselamatannya sendiri. Ia sepenuhnya bersedia membela anak Isai itu di depan siapa pun -- bahkan sampai mati pun.

Kedua orang ini secara total saling berjanji bahwa barang siapa yang tetap hidup dari keduanya dan berhasil menjadi raja, harus memelihara keturunan yang lain. Bagaimanapun, Yonatan tidak ragu-ragu lagi siapa yang akan naik takhta. Sekali waktu di kala Daud bersembunyi di hutan, anak laki-laki Saul ini mencari sahabatnya untuk memberi semangat kepadanya dan "menguatkan tangannya di dalam Tuhan"..

"Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu. Juga ayahku Saul telah mengetahui yang demikian itu." (1 Samuel 23:17)

Yonatan berkata, "Daud, semuanya akan beres. Kau dan aku. Kau yang akan menjadi raja dan aku akan berdiri sebagai tangan kananmu, tidak peduli bagaimana jadinya Israel. Tidakkah kau dapat melihatnya?"

Yonatan memiliki impian. Dalam rohnya, ia dapat melihat permulaan kemuliaan Daud -- sebuah dinasti yang besar dan kekal. Dan Yonatan tidak mau membiarkan keakuannya atau cita-cita pribadinya menghalangi mimpi itu menjadi kenyataan. Daud harus naik takhta. Yonatan dengan senang hati akan menyerahkan haknya dan bersedia berdiri di sisi raja pilihan Allah itu. Bersedia menjadi yang nomor dua. Bersedia membiarkan Allah meninggikan siapa yang dikehendaki-Nya.

Betapa indahnya hal ini jika lebih banyak orang seperti Yonatan dalam Tubuh Kristus. Persahabatan yang tidak terancam oleh egoistis. Persahabatan yang tidak takut untuk berjanji. Persahabatan yang tidak digoyahkan oleh tekanan, kesulitan, atau perubahan keadaan secara mendadak. Persahabatan yang berbicara dari muka ke muka atau pun dari sepuluh ribu mil jauhnya.

Bila kita berbicara tentang persahabatan atau "persekutuan", kita berbicara mengenai sesuatu yang berbeda dari ikatan persahabatan yang dinikmati Daud dan Yonatan. Kita menarik garis batas yang tak kelihatan di dalam persahabatan kita dengan berkata, "Sampai sejauh ini saja. Saya akan menjadi sahabatmu sejauh itu tidak memerlukan terlalu banyak pengorbananku. Saya akan menjadi sahabatmu, sejauh itu tidak melibatkan janji yang terlalu berat. Saya akan menjadi sahabatmu, sampai jarak, promosi, atau kesibukan memisahkan kita. Saya akan menjadi sahabatmu sejauh hal itu enak, sejauh hal itu tidak memalukan atau mengganggu gaya saya, sejauh hal itu menyenangkan saya. Di luar itu, lupakan saja persahabatan ini."

Kita hidup dalam zaman yang berkata, "Anda hanya hidup satu kali saja, Sahabat, maka rebutlah apa yang dapat Anda rebut. Carilah teman, kawinlah dengan seorang istri, bangunlah sebuah rumah tangga sampai hal itu kelihatannya mulai mengganggu kemajuan Anda, singkirkan dan hapuskan mereka. Terutama, waspadalah dengan yang lama berkuasa. Maka manfaatkanlah siapa saja yang dapat diperalat untuk mencapai apa yang Anda inginkan. Kemudian bila sudah dicapai tujuan Anda, bilang saja selamat jalan kepada mereka."

Itulah macamnya dunia di mana kita hidup, sebuah dunia yang congkak dan sombong di luarnya, tetapi remuk dengan kesepian dan kehausan di dalamnya. Allah menciptakan di dalam kita kebutuhan akan tanggung jawab dan jaminan dalam hubungan-hubungan kita; dalam hubungan kita dengan Allah, dalam hubungan dengan keluarga, dan dalam hubungan dengan sahabat. Pada titik di mana kita tetap benar terhadap tanggung jawab dan janji kita, pada titik di mana kita bersedia mengorbankan kepentingan kita yang terbesar untuk keuntungan hidup orang lain, pada titik itu kita mendapatkan bahwa kerinduan yang terdalam digenapi.

Yonatan dan Daud saling berjanji untuk memelihara keturunan masing-masing seandainya sesuatu terjadi terhadap salah satu dari mereka. Yonatan dapat berkata, "Daud, jika kau yang mati lebih dahulu, jangan kuatir tentang keluargamu. Aku akan memelihara keluargamu seperti keluargaku sendiri. Percayalah." Dan Daud pun dapat berkata serupa.

Bagaimana dengan Anda? Bagaimana jika "sahabat terbaik" Anda meninggal hari ini? Apa yang akan Anda lakukan? Mengirim kepada istrinya sebuah kartu tanda ikut berdukacita seharga Rp. 750? Mengirim karangan bunga yang akan layu dalam tempo tiga hari? Singgah di rumahnya selama lima menit setiap enam bulan untuk memberikan perhatian? Apakah artinya persahabatan itu bagi Anda? Saya kuatir banyak di antara kita yang berkobar-kobar bila tiba saatnya mengasihi dengan "kata-kata" saja, tetapi cepat bersembunyi di balik pintu bila tiba saatnya mengasihi dengan "perbuatan dan dalam kebenaran".

Betapa mulusnya kata-kata meluncur keluar dari mulut kita, "Saya mengasihimu, Saudara. Saya mengasihimu, Saudari."; "Saya akan berdoa bagimu."; "Saya senang dengan persekutuan dengan Anda." Sungguh? Periksalah perkataan Anda mengenai "kasih dan janji" dengan sangat hati-hati. Allah demikian. Suatu hari kita akan berdiri di depan takhta Tuhan kita Yesus Kristus untuk "memertanggungjawabkan setiap kata yang sia-sia" yang telah kita ucapkan (Matius 12:36).

Anda Adalah Sahabat Macam Apa?

Kerja Sama Persahabatan

Selama rangkaian pelayanan penginjilan ke seluruh dunia, saya mendapat hak istimewa untuk bekerja dengan sekelompok orang. Kami adalah orang-orang berdosa yang diselamatkan oleh anugerah Allah, tetapi kami masih hidup bagi satu sama lain dan berdoa bagi satu sama lain juga.

Sebagian dari anggota tim penginjilan kami tinggal sepuluh ribu mil jauhnya di Argentina. Sebagian lagi di Meksiko, sebagian di Guatemala, sebagian di Ekuador, dan yang lain di Chili. Tetapi bila kami bertemu, kami saling merangkul dan senang bekerja sama seolah-olah hanya dipisahkan beberapa minggu saja.

Sungguh indah bila sekelompok orang dapat bekerja sama seperti itu. Saya memunyai sahabat-sahabat yang tidak pernah saya jumpai selama berbulan-bulan, tetapi pada saat bertemu kembali, seolah-olah kami baru berpisah hari Selasa yang lalu. Ada suatu rasa dekat yang cepat. Daud dan Yonatan memunyai persahabatan semacam itu. Dan Anda tahu, jika kita lebih menyerupai Yesus Kristus, dikuasai oleh Roh-Nya yang tinggal di dalam kita, kita akan lebih seperti itu kepada lebih banyak orang. Tidak terbatas pada satu atau dua orang, melainkan dapat merangkul lebih banyak orang.

Meskipun Anda tidak dapat dekat dengan setiap orang karena waktu tidak mengizinkan, tetapi Anda dapat memunyai sikap yang hangat, mengasihi, dan baik budi. Saya ingin sekali menjadi orang seperti itu. Tuhan Yesus dapat menjadikan kita orang semacam itu karena Ia tinggal dalam kita (sebagai orang-orang percaya) dan Ia adalah sahabat yang sempurna.

Amsal 18:24 menyatakan, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara." Sepanjang zaman, pengikut-pengikut sejati Yesus mengalami bahwa Yesus adalah Sahabat yang lebih karib daripada saudara. Apakah Anda sudah mengenal-Nya sebagai Sahabat Anda?

Beberapa tahun yang lalu, majalah Decision menulis sebuah cerita mengenai dua orang misionaris laki-laki di Afrika sewaktu ada pemberontakan Simba. Pada waktu itu, warga negara Amerika yang ada di sana dijadikan sasaran kematian. Salah satu dari kedua misionaris itu adalah seorang Inggris, yang jika mau, dengan mudah ia dapat meloloskan diri dari serangan orang banyak dengan menunjukkan paspor Inggrisnya. Tetapi sebaliknya, ia memilih untuk melindungi misionaris Amerika yang menjadi sahabatnya dan sedang diancam maut itu. Orang Inggris itu menyembunyikan paspornya dan berhasil berlaku sebagai orang Amerika. Ketika orang-orang Simba datang untuk memukul orang Amerika yang asli itu sampai mati, orang Inggris tadi melemparkan dirinya ke atas temannya dan mati terbunuh.

Persahabatan, ini lebih daripada sekadar perasaan saja. Ini lebih daripada sekadar tukar-menukar kartu Natal belaka. Yesus berkata, "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15: 13). Apakah Anda merupakan orang semacam itu? Ini hanya dapat terjadi oleh karena Kristus.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Sumber
Halaman: 
105 -- 116
Judul Buku: 
Hati yang Berkenan kepada Allah
Pengarang: 
Luis Palau
Penerbit: 
YAKIN
Kota: 
Surabaya
Tahun: 
1981

Komentar