Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Menjadi Sahabat Buat Anak

Edisi C3I: e-Konsel 64 - Persahabatan

Seorang sahabat tidak harus seseorang yang sebaya, bersekolah atau bekerja di tempat yang sama, dan kemana-mana harus selalu bersama. Orangtua bisa juga menjadi sahabat bagi anak-anak mereka bahkan ini sangat dianjurkan karena berpengaruh sekali pada perkembangan diri anak-anak tersebut. Apa dan bagaimana seluk beluk orangtua yang menjadi sahabat bagi anak-anak itu? Simak sajian TELAGA berikut ini bersama narasumber Pdt. Paul Gunadi Ph.D.

T :

Bagaimana atau darimana orangtua bisa menjadi sahabat bagi anak?

J :

Anak bukan penyambung keturunan semata, kitab Ulangan 11:18,19:

"Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;"

Tuhan meminta kita untuk mewariskan iman kita kepada anak, itulah sikap yang harus dimiliki oleh orangtua. Sebagian dari kita melihat anak justru sebagai beban. Ini keliru sekali, sebab kita bisa baca di kitab Ulangan 7:12,13:

"Dan akan terjadi, karena kamu mendengarkan peraturan- peraturan itu serta melakukannya dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang perjanjian dan kasih setia-Nya yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu. Ia akan mengasihi engkau, memberkati engkau dan membuat engkau banyak; Ia akan memberkati buah kandunganmu dan hasil bumimu, ...."

Jadi Tuhan berkata kalau kita mendengarkan firman Tuhan, menaati perintah-Nya, Dia akan memberkati buah kandungan kita dan ini jelas berkat untuk anak-anak kita. Jadi justru mempunyai anak merupakan berkat buat orang Israel saat itu, Tuhan memberikan anak sebagai tanda Dia memberkati anak-anak-Nya, Dia memberkati kita sebagai orangtua. Jadi sikap yang benar adalah menghargai anak sebagai pemberian Tuhan, sebagai pewaris iman kita dan sebagai berkat yang Tuhan berikan kepada kita.

T :

Seringkali orangtua menjaga jarak dengan anaknya supaya bisa melakukan amanat tadi. Sebenarnya bagaimana sikap seperti itu?

J :

Sikap-sikap seperti itu tidak perlu. Wibawa orangtua diperoleh bukan dari sikap menjauhkan diri dari anak. Anak yang merasakan orangtuanya dekat dengan dia akan lebih bisa menghormati orangtuanya. Justru orangtua yang terlalu jauh menjadi orangtua yang mungkin sekali ditakuti tapi belum tentu dihormati sebab anak menghormati orangtua yang dekat, yang akrab dengan dia.

T :

Sebenarnya apakah memang ada kebutuhan dalam diri seorang anak untuk menjadikan orangtua sebagai sahabatnya?

J :

Seorang anak mempunyai kerinduan untuk dekat dengan orangtua dan menjadikan orangtua sebagai sahabat mereka. Suatu kebanggaan tersendiri bisa main sama-sama, bisa akrab dengan orangtua. Jadi hal-hal seperti itu membuahkan rasa dekat dan menghormatinya. Kalau dia terlalu berjaga-jaga, anak malah tidak hormat kepadanya.

T :

Bagaimana orangtua bisa menjadi sahabat bagi anaknya?

J :

Untuk menjadi sahabat bagi anak perlu sekali seseorang itu memasuki dunia anak. Untuk masuk ke dunianya kita harus memahami tahapan perkembangan dan pola pemikiran anak. Kalau anak tahapnya baru bisa memahami yang konkret tetapi kita menjelaskan kepada dia sesuatu secara abstrak, tentu saja mereka belum mengerti. Jadi dengan kita memahami pola pemikirannya kita juga bisa menggunakan bahasa-bahasa yang memang dipahami oleh anak-anak seusianya.

T :

Sebagai orangtua, peran apa yang harus kita berikan pada anak- anak kita ?

J :

Kita perlu menerima kelemahan anak kita sendiri, artinya jangan melecehkannya karena kelemahannya. Dorong dia tapi jangan mencecar dan menghina kelemahannya, anak akan merasa ditolak oleh orangtua yang justru seolah-olah melecehkan kelemahannya. Orangtua harus bisa melihat dari sisi anak melihat. Kita sebagai orangtua memang perlu tahu bahwa memang cara dia melihat hanya seperti itu, kita juga perlu lihat apakah kelemahan ini memang sungguh-sungguh kelemahan si anak, dalam arti memang dia belum bisa, atau kelemahan orangtua, dalam arti orangtua yang berambisi agar anaknya melakukan ini tetapi mengapa belum bisa.

T :

Persahabatan adalah sesuatu yang abstrak sekali, tindakan- tindakan nyata apa yang bisa dilakukan oleh orangtua?

J :

Yang bisa dilakukan orangtua adalah bersama dia menikmati kesukaannya. Pada anak yang masih kecil, orangtua juga bisa turut menikmati kesukaan anak. Saya sering mendengar banyak orangtua mengeluh tidak bisa bermain dengan anak mereka karena itu hanya membuang-buang waktu saja. Mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya justru dengan berusaha bermain dengan anak-anaknya itu, mereka bisa menjadi sahabat. Selain menjadi sahabat sebenarnya hal itu membantu proses belajar anak-anak itu. Kadang- kadang orangtua enggan untuk berfantasi, main masak-masakan, main boneka baris, sementara bagi anak-anak itulah dunianya. Tapi kalau orangtua bisa meluangkan sedikit waktu untuk bisa main bersama mereka, ikut terjun di dalam fantasinya, mereka menjadi sangat berarti bagi anak dan juga dalam tahap perkembangan berikutnya.

T :

Dengan pendekatan-pendekatan seperti itu kita tahu kapan dia sangat membutuhkan kita dan ketika kita ada di sana, persahabatan itu akan terjalin.

J :

Persahabatan itu dibentuk melewati proses waktu dan harus dimulai dari umur sedini mungkin. Kita akan mulai memetik hasilnya pada saat anak-anak remaja. Jadi, orangtua yang baru ingin menjadi sahabat anaknya setelah anak itu berusia 16 tahun seringkali tidak berhasil karena memang sudah lewat waktunya.

Untuk menjadi sahabat bagi anak, kita harus memainkan dua peran. Di satu pihak kita memang sahabat, seolah-olah selevel, di pihak yang lain kita jangan sampai melupakan status kita sebagai orangtua. Maksudnya, jadilah orangtua dalam pengertian kita perlu memberikan cinta kasih kepada anak. Kita tidak boleh melupakan bahwa tugas kita adalah mengasihi, memperhatikan, dan mengomunikasikan cinta kita, dan mendisiplin mereka. Anak yang tidak menerima disiplin dari orangtua justru makin kurang respek pada orangtua. Orangtua yang dihormati anak adalah orangtua yang mengasihi anak dan juga mendisiplin anak.

Kalau orangtua hanya bisa memberikan instruksi tapi tidak bisa menyatakan kebenaran itu dalam kehidupannya, dia justru kehilangan wibawa. Anak akhirnya tidak bisa lagi menghormati mereka. Sewaktu anak tidak lagi menghormati orangtua, dia tidak bisa menjadikan orangtua sebagai sahabatnya. Anak-anak perlu menghormati orangtua terlebih dahulu baru bisa menjadikan orangtua itu sahabatnya.

Sumber :
[[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #75B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
-- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-Mail,
silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: < TELAGA@sabda.org > ]]

Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset T075B (e-Konsel Edisi 064)
Penerbit: 
--

Komentar