Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Dapatkah Saya Memengaruhi Anak-Anak Saya?

Edisi C3I: e-Konsel 193 - Pelajaran Menjadi Orang Tua

Orang Tua: "Mama bilang sudah waktunya simpan mainan."

(Tak ada jawaban)

Orang Tua: "Mama hitung sampai tiga."

(Hening)

Orang Tua: "Satu, dua, tiga ... tiga ... tiga. Kau dengar apa kata Mama barusan? Mama bilang sudah waktunya simpan mainan, sikat gigi, berdoa, dan pergi tidur." (Suara semakin meninggi)

Anak: "Iya, aku dengar, tapi aku masih main. Coba Mama hitung lagi!"

Menjadi orang tua memang pekerjaan yang menantang. Kita berusaha semampunya untuk membimbing anak-anak kita, tetapi seakan-akan justru merekalah yang mengendalikan kita. Terkadang mereka bahkan tidak mendengar kata-kata kita. Kebanyakan orang Amerika Utara yakin bahwa para orang tua memiliki pengaruh yang lebih sedikit terhadap anak-anak mereka dibandingkan sekolah dan media massa. Dengan gaya hidup yang sibuk, sebagian orang tua mengira bahwa tempat penitipan anak, sekolah, dan acara televisi memainkan peran utama dalam membentuk anak-anak mereka.

Bahkan di gereja, ada orang tua yang percaya pada mitos bahwa mereka hanya bisa berbuat sedikit untuk membentuk kehidupan anak-anak mereka. Tidak heran jika terjadi kehilangan rasa percaya diri dalam membesarkan anak-anak yang bermoral.

Benarkah Saya Punya Pengaruh Atas Anak-Anak Saya?

Saya ingat, sebelum memiliki anak, saya dan suami sangat memikirkan bakal menjadi orang tua macam apa kami nanti. Bahkan sekarang pun kami senantiasa menyelidiki Alkitab dan melihat apa yang diajarkan firman Tuhan kepada kami tentang mengasuh anak. Kadang-kadang, hanya berpikir tentang segala bahaya dan ketidakpastian yang akan dihadapi oleh anak saya ketika ia bertumbuh, bisa membuat saya kelimpungan. Saya takut memikirkan keamanannya, tetapi yang terutama, saya takut memikirkan jiwa, pikiran, dan rohnya.

Kenyataannya, dunia yang kita diami telah kehilangan kompas moralnya. Media massa terus saja menebarkan pesan-pesan tidak realistis dan berbahaya yang mudah sekali mencemarkan kekudusan kita. Ketika anak-anak kita dicekoki dengan film-film yang menyajikan gambar-gambar tak bermoral, televisi yang penuh kekerasan, atau musik berlirik menghujat, mereka akan terkena dampak buruknya.

Meskipun demikian, ketika saya terus menyelidiki Kitab Suci dan berdoa, saya yakin bahwa Tuhan menawarkan pertolongan dan kekuatan kepada setiap orang tua yang ingin merengkuh erat-erat tahun-tahun yang cepat berlalu ini untuk membentuk generasi berikutnya.

"Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang." (Mzm. 127:3-5)

Saya menyebut waktu kita sebagai tahun-tahun yang cepat berlalu karena sebagai orang tua, kita tidak memiliki anak-anak kita. Tuhan mengatakan bahwa mereka adalah milik pusaka dan upah, dan Dia memercayakan anak-anak kita kepada kita hanya selama jangka waktu yang singkat. Maka pada hari kita melepaskan anak-anak kita, anak panah kita, kita harus melepaskan mereka masuk ke dalam dunia tanpa ditahan oleh ketakutan-ketakutan kita. Ketika kita membiarkan mereka pergi, mereka perlu dipersiapkan untuk membidik sasaran yang benar, seperti para pejuang sejati.

Orang Tua Musa dan Iman Mereka

Orang tua dan anak

Ambillah teladan orang tua Musa. Kita dapat memperoleh pelajaran berharga dari pasangan yang hidup 4.000 tahun yang lalu ini tentang bagaimana memanfaatkan kesempatan untuk membesarkan anak-anak kita.

Yang membuat mereka berbeda adalah pemahaman mereka akan rencana Tuhan bagi masa depan putra mereka. Mula-mula, mereka mempertaruhkan nyawa demi bayi mereka karena menyadari bahwa dia bukanlah anak biasa. Walaupun takut terhadap peraturan Firaun untuk membunuh setiap anak laki-laki yang baru lahir, dengan berani mereka menentang perintah raja dan menyembunyikan bayi Musa selama 3 bulan (Ibr. 11:23). Mereka pasti punya iman yang luar biasa sampai bisa memikirkan rencana penyelamatan Musa!

Berdiri di tepian sungai, mereka melepaskan bayi mereka pada pimpinan Tuhan, membiarkan si bayi melintasi air. Sungguh mengejutkan, Tuhan langsung turun tangan dan membawanya ke istana Firaun. Ibu Musa melihat kesempatan yang begitu besar. Ia lantas menawarkan diri untuk menjadi inang pengasuh bagi bayi yang baru diadopsi oleh keluarga kerajaan ini. Selama bertahun-tahun, ia mengajarkan segala jalan Tuhan dan membesarkannya sebagai orang Israel sejati. Inilah kisah imannya. Jadi pertanyaannya adalah: "Benarkah saya punya pengaruh atas anak-anak saya?" Ya, kita bisa sangat memengaruhi anak-anak kita dengan nilai-nilai dan pengarahan saleh. Tak diragukan lagi, para guru, kakek nenek, teman-teman, media massa, dan masyarakat juga akan memengaruhi kehidupan anak-anak kita, tetapi Tuhan bertujuan supaya para orang tua menjalankan peran utama ini, dan kita harus menerimanya dengan berani.

Sementara membesarkan anak-anak atau remaja, kita mungkin tidak tahu bakal tumbuh menjadi seperti apa anak-anak kita nanti. Tetapi dengan bimbingan Tuhan, kita dapat membesarkan mereka dengan hikmat, kekuatan, dan pandangan jauh ke depan yang berasal dari Tuhan. Dia sudah lebih dahulu mengetahui kehidupan mereka yang sarat makna. Maka menjadi tugas kitalah sebagai orang tua untuk membantu anak-anak kita menemukan rencana-rencana menakjubkan yang telah dipersiapkan oleh Bapa Surgawi kita bagi mereka.

Apa yang Harus Dilakukan Oleh Orang Tua?

Sebagai orang tua, salah satu sasaran kita ialah membesarkan anak-anak kita agar bertanggung jawab secara moral dan sosial. Pada akhirnya, mereka akan masuk universitas. Pada waktu itu, akankah mereka melakukan hal yang benar sekalipun tidak lagi berada dalam pengawasan kita? Dengan rencana Tuhan dan dengan doa-doa yang tekun, mereka akan melakukannya karena segala yang telah tertanam dalam diri mereka selama dalam didikan orang tua. Menurut banyak penelitian, hubungan utama seorang anak adalah dengan orang tuanya yang terjadi pada tahap awal kehidupan. Anak-anak sangat memerhatikan apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh orang tua mereka. Pada dasarnya, dari bayi sampai sekitar praremaja, kehidupan mereka berkisar pada seputar orang tua mereka.

Lalu, datanglah satu titik pada masa remaja ketika hubungan utama berpindah dari orang tua kepada teman-teman. Saat itu mereka belajar untuk berinteraksi secara sosial. Ada orang tua yang takut membiarkan hal itu terjadi. Tetapi, belajar berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dewasa dan membangun itu baik bagi mereka. Cara yang lebih meyakinkan untuk melakukannya adalah dengan memiliki kepercayaan diri bahwa kita sudah memengaruhi mereka dengan perilaku yang saleh dan rohaniah selama bertahun-tahun.

Kadang-kadang, dalam satu dan lain cara, kita akan merasa tidak cukup memadai dalam memengaruhi kehidupan anak-anak kita. Tetapi, setiap kali, pusatkan perhatian pada sejumlah kecil area saja. Tuhan sangat rindu kita menjadikan Dia sebagai fondasi, tempat kita membangun iman anak-anak kita. Walaupun ada banyak ciri serupa Kristus yang kecil sekali pengaruhnya terhadap masyarakat kita sekarang, kita tahu bahwa ciri-ciri itu luar biasa penting dalam Kerajaan Allah. Tampaknya ada terlalu banyak hal yang harus diajarkan: kepatuhan pada orang tua dan Tuhan, ketaatan, menghormati hukum, bertumbuh dalam iman, hikmat, keberanian untuk melakukan yang benar, disiplin diri, integritas, kemurnian moral, mengalahkan pencobaan, kasih, ketekunan, serta hati yang dapat membedakan yang benar dan yang salah. Daftarnya dapat terus berlanjut.

Alih-alih membebani diri sendiri, kita dapat memilih untuk memusatkan perhatian pada beberapa bidang saja karena topik-topik tertentu bisa lebih mengena daripada yang lain, tergantung pada usia dan tingkat kedewasaan anak. Sasaran kita ialah memecah belah dan menaklukkan satu sikap dan satu perilaku pada satu saat.

Dari Bayi ke Praremaja: Menetapkan Peraturan, Petunjuk, Batas-Batas, dan Disiplin

Bagi anak-anak kecil, langkah pertama adalah membentuk karakter mereka selagi keinginan-keinginan mereka lebih mudah dibelokkan. Ada orang tua yang menetapkan aturan dan petunjuk bertingkah laku. Saya selalu meminta anak saya untuk "mendengarkan dan menuruti mama dan papa". Dengan peraturan itu, saya ingin agar anak saya menanggapi setiap perkataan saya dengan segera dan dengan penuh hormat. Tentu saja, ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan karena kebanyakan anak kadang-kadang akan memberontak, terutama anak yang memiliki kemauan kuat. Tetapi orang tua harus menanamkan kepada mereka apa arti ketaatan.

Ketika anak saya masih kecil, dia selalu menantang saya dengan cara bermain sebelum membuat PR. Perlu waktu lama bagi kami untuk menanamkan ke dalam hatinya apakah ketaatan itu -- melakukan sesuatu tanpa mengeluh.

Menghafalkan ayat-ayat Alkitab juga merupakan alat bermanfaat bagi anak-anak kecil. Kalau mereka menghafalkan dan mempelajari ayat-ayat Alkitab sejak dini, itu akan membantu mereka bertahan ketika melalui masa-masa remaja yang penuh pergolakan. Kita tidak perlu bergelar doktor teologi untuk mengajarkan konsep-konsep alkitabiah pada anak-anak kita. Anak-anak memiliki iman yang sangat sederhana, dan mereka hanya perlu percaya pada firman Tuhan dan menaati ajaran-Nya. Salah satu hal terburuk yang dapat terjadi pada seorang anak adalah kedua orang tuanya mengirimkan tanda-tanda campur aduk tentang apa yang bisa dan apa yang tidak bisa diterima. Ini biasanya terjadi pada tahun-tahun awal karena salah satu orang tua mungkin mengalami didikan yang keras sedangkan yang satunya mengalami masa kanak-kanak yang lebih banyak toleransi. Akibatnya, mereka menolak melakukan hal yang sama terhadap anak-anak mereka sendiri dan akhirnya harapan-harapan mereka terhadap anak saling bertumpang tindih.

Yang ingin kita capai sebagai orang tua ialah menyepakati satu paket peraturan keluarga dan memperkuatnya terus-menerus, terutama pada usia muda. Tentu saja, ini memerlukan banyak kesabaran dan kerja keras. Tetapi dalam jangka panjang akan membuahkan hasil.

Dari Praremaja ke Dewasa Muda: Memupuk Tanggung Jawab dan Hubungan yang Penuh Kasih, dan Membuat Keputusan yang Bijak

Pada usia sekitar 12 atau 13 tahun, rasanya anak kita tak hentinya mengatakan atau mengisyaratkan bahwa mereka menginginkan kebebasan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Anak kecil yang kita dekap dengan lengan-lengan kita selama bertahun-tahun, sekarang mengira dirinya sudah menyerupai orang dewasa dan ingin memiliki sedikit kendali atas nasibnya.

Tidak heran banyak orang tua yang merasa sudah kalah kalau menyangkut pertempuran membesarkan anak belasan tahun. Satu hal yang perlu kita ingat pada usia ini ialah kelompok teman sebaya telah menjadi pengaruh paling penting bagi anak-anak kita. Selain itu, tekanan dari teman-teman sebaya memaksa mereka untuk mencari jati diri mereka sendiri. Maka pertanyaannya adalah, "Apa yang kita latih pada usia ini?" Memperkuat peraturan tetap sangat penting. Kalau tidak, kehidupan mereka tidak akan memiliki struktur. Tetapi ingatlah bahwa di balik peraturan, kita harus punya hubungan yang baik.

Seorang teman dekat saya menceritakan bahwa orang tuanya selalu menjawab "tidak" tanpa memberikan alasan. Kalau ditanya tentang sebuah peraturan, alih-alih berkata, "Karena aku bilang begitu," jelaskan alasan-alasan di baliknya. Para remaja ingin tahu alasan-alasan di balik peraturan-peraturan sebelum mereka mengikutinya. Kalau tidak, itu bisa memicu pemberontakan.

Selalulah ada di sisi mereka dan mengatakan betapa Anda mengasihi mereka. Jangan beranggapan bahwa mereka mengetahuinya. Kalau mereka memperoleh semua kasih yang mereka perlukan dari kita, mereka tidak akan berpaling pada dunia untuk memuaskan kebutuhan mereka. Kalau sejak mereka masih kecil kita setiap hari sudah menyediakan waktu untuk berdoa bersama mereka, ini juga harus diteruskan ketika mereka melangkah memasuki masa remaja.

Orang-orang muda memiliki hasrat terhadap tanggung jawab. Itu merupakan tanda bahwa mereka mulai dewasa. Beri mereka lebih banyak kesempatan untuk memutuskan apa yang ingin mereka lakukan pada waktu luang. Mulailah dengan keputusan-keputusan kecil. Lihat bagaimana mereka memutuskan, dan apa yang mereka pilih. Begitu mereka menunjukkan bahwa mereka setia dalam perkara-perkara kecil (misalnya pergi dengan teman-teman dan pulang ke rumah pada waktunya), kita bisa mengizinkan mereka menentukan pilihan-pilihan yang lebih besar. Seorang orang tua memberitahu saya bahwa anak-anak remaja mereka selalu pulang pada waktunya karena mereka sudah belajar menghormati orang tua dan belajar bertanggung jawab sejak usia muda.

Salah satu tugas terberat ialah mengajari anak-anak remaja kita bagaimana menentukan pilihan-pilihan yang bijak. Dengarkan apa yang ingin mereka katakan setelah mengambil pilihan yang buruk. Tanyalah, "Nah, kalau kau menghadapi situasi serupa lagi, akankah kau melakukan hal yang sama? Mengapa ya atau mengapa tidak?" Beri mereka nasihat yang bijak. Bahas dan bicarakan masalah-masalah itu supaya selanjutnya mereka dapat menentukan pilihan-pilihan yang lebih baik dalam kehidupan mereka.

Pergumulan terberat sebagai orang tua ialah menentukan keputusan-keputusan macam apa yang boleh mereka ambil. Contohnya, mari kita lihat masalah pacaran pada usia dini. Kebanyakan orang tua sepakat bahwa mereka masih terlalu muda atau belum cukup dewasa. Kita harus memberitahu mereka kapan waktu yang tepat untuk pacaran dan mengapa kita ingin agar mereka menahan diri dari pacaran. Ketika kita melihat mereka bertumbuh dengan cara yang dewasa dan penuh tanggung jawab, maka pada akhir masa remaja mereka (belasan akhir), kita bisa membiarkan mereka menentukan hampir semua keputusan tentang hidup mereka.

Meneruskan Iman Kita

Paulus menulis: "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu" (2Tim. 1:5). Sungguh suatu teladan luar biasa, mengetahui bahwa sebagai kakek nenek dan orang tua, kita dapat memberikan teladan iman yang baik kepada anak-anak kita.

Sebagai orang tua, salah satu tujuan kita adalah membiarkan anak-anak kita melihat bahwa hubungan kita dengan Tuhan merupakan perkara terpenting dalam kehidupan kita. Jika anak-anak kita dapat melihat iman kita yang sejati, itu akan memberikan pengaruh luar biasa pada perkembangan kerohanian mereka. Biarkan Tuhan dilibatkan dalam percakapan dan masalah-masalah keluarga dengan cara yang amat wajar sehingga anak-anak kita dapat mengenal Tuhan sebagai milik mereka sendiri.

Telah dikatakan bahwa cara terbaik untuk memengaruhi kehidupan orang lain adalah dengan menerapkan apa yang diajarkan. Sekalipun sebelum memiliki anak kita mungkin telah mengabaikan iman kita, belum terlambat untuk memulainya sekarang. Yesus menceritakan perumpamaan tentang membangun dasar di atas batu karang. Ketika banjir dan angin datang, batu karang tetap berdiri teguh.

Dasar seperti apa yang telah kita letakkan bagi anak-anak kita? Apakah kita memiliki waktu membaca Alkitab bersama keluarga? Apakah kita berdoa bersama-sama setiap pagi dan sebelum tidur? Apakah kita memanfaatkan saat-saat yang tepat untuk mengajar? Contohnya, dalam situasi apa pun, kita dapat mengatakan bahwa Tuhanlah jalan keluarnya: "Tuhan menolong kita sewaktu kita mendoakan ...." "Wah, Tuhan sungguh mengherankan, Dia menjaga kita selama ...." "Lihatlah semua makanan lezat yang kita punya sekarang, semua ini adalah kebaikan Tuhan ...." "Kadang-kadang, Papa dan Mama tidak bisa menemanimu di sekolah atau di mana pun, tetapi Tuhan selalu siap membimbing begitu kau memanggil-Nya."

Suatu hari, di dalam mobil, putra saya berkata, "Ma, puji Tuhan kita punya Tuhan untuk berdoa. Dia lebih besar dari segalanya, kan?" Sungguh merupakan suatu berkat bila tahu bahwa kita membangun warisan yang kekal. Dunia yang kita diami ini begitu menggiurkan dan memikat, siapa yang tahu berapa lama anak-anak kita dapat aman terlindung di bawah naungan kita?

"Dasar seperti apa yang telah kita letakkan bagi anak-anak kita? Apakah kita memiliki waktu membaca Alkitab bersama keluarga? Apakah kita berdoa bersama-sama setiap pagi dan sebelum tidur? Apakah kita memanfaatkan saat-saat yang tepat untuk mengajar?

Dengan pertolongan Tuhan, kita harus terus berjuang untuk mendidik hati dan pikiran mereka terarah pada-Nya. Ingat, Tuhan telah memberi kita anugerah beberapa tahun genting ini untuk meninggalkan warisan iman dan karakter saleh pada anak-anak kita.

Jangan Ambil Risiko dalam Pendidikan Agama

Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kita, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Ada orang tua yang menetapkan penyediaan pendidikan dan lingkungan belajar yang terbaik bagi anak-anak mereka sebagai prioritas utama dalam memilih sekolah. Tetapi mereka menganggap bahwa pendidikan agama di gereja seharusnya mengambil peran utama dalam membawa anak-anak mereka kepada Tuhan. Kebenarannya adalah: itu tidak cukup. Mengapa? Ingatlah bahwa lembaga pertama yang dibangun Tuhan adalah keluarga membangun warisan iman dahulu sebelum Dia membangun gereja. Tentu saja bukan berarti pendidikan agama di gereja tidak penting. Pendidikan agama di gereja jelas memainkan peranan penting dalam iman anak-anak kita, tetapi mengapa tidak memberikan kepada anak-anak kita yang terbaik dari kedua dunia itu? Tak ada yang dapat dibandingkan dengan nilai kekal jiwa anak-anak kita yang diselamatkan.

Ketika anak-anak kita menunjukkan rasa hormat kepada Tuhan; ketika mereka mengejar sukacita, damai sejahtera, dan kasih; ketika mereka menolak dosa, pencobaan, dan bertahan pada apa yang benar sekalipun berdiri sendirian; dan ketika mereka ingin melayani Tuhan bukan karena suruhan Anda melainkan karena kerelaan yang keluar dari lubuk hati mereka, kita akan merasa gembira karena sudah memberikan banyak waktu dan tenaga demi kehidupan rohani mereka.

Dengan semua perkataan ini, saya bukanlah ahli dalam bidang ini, dan saya sering harus berjumpalitan menyesuaikan tuntutan tugas sebagai orang tua dan pekerjaan kudus Tuhan. Satu-satunya jalan keluar ialah berlutut, menyadari betapa lemahnya iman saya, dan berpaling pada Tuhan untuk memohon kekuatan dan hikmat. Saya senantiasa meminta agar Tuhan mengilhami kami, tak peduli seberapa pun sibuknya hari-hari kami, dan memohon agar Dia memberi kami kekuatan untuk berdoa bersama anak-anak kami kapan pun dan di mana pun.

"... curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan, angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu ..." (Rat. 2:19). Kiranya Tuhan memberi kita hikmat untuk mendidik anak-anak kita, dan untuk membidik sasaran yang tinggi, serta untuk dengan giat melatih mereka dengan kuasa firman Tuhan. Akhirnya, "Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kita, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus." (Flp. 1:6)

Artikel ini bisa disimak pula di Situs C3I:
https://c3i.sabda.org/dapatkah_saya_mempengaruhi_anak_anak_saya

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin : Warta Sejati, Edisi 47/4 - 2005
Penulis : Patricia Chen
Penerbit : Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati, Jakarta 2005
Halaman : 23 -- 30

Sumber
Halaman: 
23 -- 30
Nomor Edisi: 
Edisi 47/4
Tahun Edisi: 
2005
Judul Buku: 
Warta Sejati
Penerbit: 
Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati
Kota: 
Jakarta
Tahun: 
2005

Komentar