Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Menghadapi Istri yang Tidak Setia
Tanya:
Bapak Palau, istri saya tidak setia kepada saya. Kami sudah mempunyai tiga anak. Saya seorang usahawan yang sibuk sekali dan mempunyai banyak tanggung jawab.
Saya memerhatikan bahwa istri saya belakangan ini mempunyai banyak aktivitas di luar rumah. Akan tetapi, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa saya akan melihat dia bersama pria lain. Setelah saya menyelidiki dan mengetahui bahwa dia tidak setia terhadap saya, hati saya benar-benar hancur. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya sedang memikirkan hendak berpisah atau bercerai. Akan tetapi, saya mencintai anak-anak saya. Saya tahu kalau saya dan istri saya berpisah, sulit bagi mereka untuk dapat menerimanya. Apa yang harus saya lakukan?
Jawab
Anda tadi mengatakan bahwa Anda benar-benar hancur oleh ketidaksetiaan istri Anda. Bapak mengerti mengapa Anda merasa demikian. Setiap orang muda memimpikan dirinya akan menikah dengan orang idamannya dan hidup bersamanya sampai kematian memisahkan mereka. Melihat bahwa impian itu hancur berantakan di kemudian hari ketika Anda sudah berkeluarga tentu saja menyebabkan hati Anda hancur.
Ketika Anda dan istri Anda menyatukan kehidupan Anda dalam pernikahan, Anda sudah menjadi satu dengan istri Anda. Ketidaksetiaannya merobek kesatuan itu dan menimbulkan kesedihan yang tak terkatakan. Pantas saja Alkitab berkata, "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakirni Allah." (Ibrani 13:4) Ketidaksetiaan dalam pernikahan adalah perbuatan yang tidak bermoral. Itu perbuatan dosa.
Apa pun yang dikatakan orang-orang pada masa kini, dosa itu melukai hati. Dosa itu melukai hati Anda dan ketiga anak Anda. Dosa itu pun melukai hati istri Anda sendiri. Setiap orang dapat berbuat dosa, tetapi tidak seorang pun dapat berbuat dosa tanpa menanggung akibatnya ataupun tanpa melukai hati orang lain.
Pada dasarnya, setiap orang cenderung berbuat dosa. Kita harus mengakuinya. Kita tinggal di dunia yang sudah tercemar dosa. Kita adalah keturunan umat manusia yang berdosa. Sejak Adam dan Hawa mendapati diri mereka telanjang di bawah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, kita telah terjangkit sifat pemberontakan mereka melawan kehendak Allah. Alkitab berkata, "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak." (Roma 3:10)
Akan tetapi, mari kita menyelidiki lebih rinci lagi. Mengapa istri Anda tertarik, terpikat, dan tergoda pria lain? Tidakkah Anda merasa adanya gejala bahwa istri Anda menjadi dingin terhadap Anda? Anda mengatakan dalam surat Anda, "Saya seorang usahawan yang sibuk sekali dan mempunyai banyak tanggung jawab." Itu bukan alasan yang tepat. Mungkin itu justru penyebab masalah pernikahan Anda. Selama ini Anda terlalu sibuk sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan istri Anda. Janganlah Anda salah mengerti. Bapak tidak membenarkan tindakan istri Anda. Bapak juga tidak menyalahkan Anda atas perbuatan istri Anda yang tidak bermoral itu. Istri Anda bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Akan tetapi, Anda pun bertanggung jawab atas perbuatan Anda sendiri. Keputusan Anda untuk memberi lebih banyak waktu dan energi kepada pekerjaan Anda daripada kepada kehidupan pernikahan Anda adalah salah.
Anda mungkin berpikir, "Pak Luis, kalau saya tidak bekerja keras, kami tidak dapat memperoleh apa yang kami butuhkan." Bapak katakan, lebih baik mempunyai sebuah rumah tangga yang bahagia daripada sebuah rumah tangga yang serba ada. Lebih baik mempunyai seorang istri yang setia daripada seorang istri yang memperoleh segala sesuatu yang dikehendakinya, tetapi tidak memperoleh kasih sayang dan kepemimpinan Anda.
Rupanya Anda adalah seorang pemimpin dalam profesi Anda dan dalam lingkungan kerja Anda karena banyak sekali tanggung jawab yang Anda pikul. Akan tetapi, apakah Anda juga seorang pemimpin dalam rumah tangga Anda sendiri? Apakah Anda mengetahui apa artinya menjadi kepala rumah tangga? Bapak berbicara terus terang kepada Anda karena Andalah yang menulis surat kepada saya, bukan istri Anda.
Menjadi kepala rumah tangga bukan berarti bertindak seperti seorang diktator atau selalu bertindak semau Anda sendiri. Menjadi kepala rumah tangga berarti memenuhi tanggung jawab Anda sebagai seorang suami dalam memimpin keluarga mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut, mengasihi istri Anda dengan penuh pengorbanan, menjadi seorang pemimpin yang kuat seperti yang diinginkan dan diperlukan oleh istri Anda.
Tuhan menciptakan laki-laki untuk menjadi pihak yang kuat di tengah-tengah keluarganya. Di dalam Kitab Perjanjian Baru tertulis: "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, sebagai kaum yang lebih lemah!" (1 Petrus 3:7) Lebih kuat bukan berarti lebih tinggi derajatnya. Lebih lemah bukan berarti lebih rendah derajatnya. Seorang suami sudah ditentukan oleh Tuhan untuk mempedulikan istrinya, melindunginya, dan mengasihinya. Apakah Anda sudah menjadi suami yang demikian?
Anda dan istri Anda keduanya sudah membuat kesalahan. Sekarang Anda harus memilih. Apakah Anda hendak merobek pernikahan Anda menjadi dua oleh perceraian, ataukah membangunnya kembali dengan berusaha untuk rujuk?
Bapak menghargai perhatian Anda terhadap kesejahteraan anak-anak Anda. Anda berkata, "Saya mencintai anak-anak saya; saya tahu, kalau saya dan istri saya berpisah, sulit bagi mereka untuk menerimanya." Anda benar sekali!
Sebuah riset yang dilaksanakan belakangan ini menganalisa akibat perceraian orang tua pada 131 anak. Akibat yang diselidiki mencakup jangka waktu 10 tahun sejak perceraian terjadi. Hasilnya? Lebih dari 1/3 dari anak-anak itu dinyatakan "tidak bahagia dan tidak puas dalam kehidupan keluarga setelah perceraian terjadi." Yang lainnya masih berjuang melawan waktu -- waktu yang tidak membahagiakan itu, karena mereka tidak dapat menerima perceraian kedua orang tua mereka. Bahkan, di antara mereka yang sudah dapat "mengatasinya", banyak yang masih merasa kesepian dan murung. Setelah sepuluh tahun pun, peristiwa perpecahan yang terjadi di dalam rumah tangga mereka masih melekat kuat dalam ingatan mereka.
"Pada tahun 1977 Diana meninggalkan tiga orang anak, masing-masing berusia enam, lima, dan satu setengah tahun. Ia pindah ke London. Ia menjelaskan keputusannya dalam surat kabar Sunday Mirror: "Kalau saya tidak pergi, hidup saya akan penuh dengan kepahitan; saya pasti akan mengatakan kepada anak-anak saya sepanjang hidup mereka bahwa saya bertahan hidup dengan suami saya hanya untuk kepentingan mereka saja." Meninggalkan suami dan anak-anak tentu menghancurkan hati saya. Akan tetapi, pada akhirnya saya harus mementingkan kebutuhan saya dahulu." Stephen Rourke, Executive Director dari sebuah organisasi nasional yang menjangkau orang-orang muda yang bermasalah mendapati bahwa sikap yang diutarakan oleh Diana itu terlihat menonjol di antara orang-orang yang bercerai. Ia berkata, "Rupanya sudah menjadi mode bagi para orang tua untuk memikirkan diri sendiri terlebih dahulu." Mereka bercerai dan tidak mempertimbangkan kebutuhan anak-anak mereka. Peduli akan "diri sendiri" adalah prioritas pertama bagi mereka.
Sekali lagi, Bapak menghargai Anda yang memedulikan masa depan anak-anak Anda, bukan hanya masa depan Anda sendiri. Dari surat Anda, Bapak kira anak-anak Anda tidak tahu tentang ketidaksetiaan istri Anda. Bapak tidak menganjurkan agar Anda memberi tahu mereka -- kapan pun tidak. Mereka tidak perlu mengetahui kegagalan Anda juga, apalagi mereka masih kecil.
Yang penting sekarang ialah gaya hidup Anda di hadapan anak-anak Anda. Mereka perlu melihat Anda berbicara dengan baik-baik, sabar dan lembut, dan dengan hati yang memaafkan kepada istri Anda seperti seorang kekasih yang sedang berusaha untuk rujuk kembali dengan kekasihnya.
Anda mungkin berkata, "Pak Luis, istri sayalah yang meninggalkan saya dan berkencan dengan pria lain. Mengapa saya yang harus rujuk kembali dengannya?" Yah, saya tidak dapat memberi jawaban yang mudah untuk diterima, tetapi saya akan memberi beberapa petunjuk yang dapat menyelamatkan pernikahan Anda.
Pertama, usahakanlah memberi lebih banyak waktu dan energi Anda untuk memenuhi tanggung jawab Anda sebagai seorang suami dan seorang ayah. Pekerjaan Anda harus dibatasi. Utamakanlah istri Anda dan anak-anak Anda.
Kedua, maafkanlah istri Anda. Jangan lagi Anda memikirkan tentang perceraian. Memang aneh; ini berlawanan dengan perasaan Anda, tetapi lakukanlah saja. Dengan penuh kesadaran ambillah keputusan di hadapan Tuhan untuk memaafkan istri Anda yang tidak setia terhadap Anda.
Ketiga, mintalah maaf kepada istri Anda atas kegagalan Anda dalam memenuhi kebutuhannya. Ia mungkin akan menolak untuk memaafkan Anda. Akan tetapi, yang merupakan tanggung jawab Anda ialah mengakui kesalahan Anda terhadap dia, yaitu bahwa Anda lebih mengutamakan pekerjaan Anda daripada dia. Mungkin ia akan memaafkan Anda dan mengakui kesalahannya juga. Dengan demikian, Anda berdua dapat bersama-sama berusaha membangun kembali pernikahan Anda. Anda bertanggung jawab untuk memaafkan istri Anda kalau ia meminta maaf kepada Anda.
Keempat, akuilah kegagalan Anda di hadapan Allah dan terimalah pengampunannya melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Memang Anda tidak melakukan perbuatan yang tidak bermoral itu, tetapi kita semua sudah berdosa. Akuilah ketidaksetiaan Anda sendiri kepada Tuhan.
Tuhan itu menakjubkan, kudus, dan adil. Ia penuh kasih dan berbelas kasihan. Karena Ia begitu mengasihi kita, Ia rela menjadi manusia Yesus dari Nazaret. Ia begitu mengasihi kita sampai-sampai Ia rela mati di kayu salib demi menebus dosa-dosa kita.
Walaupun sebetulnya kita pantas menerima yang terburuk, Kristus telah mati menggantikan kita. Ia menawarkan yang terbaik bagi kita: hidup yang baru dan yang kekal. Tuhan menawarkan Anda pengampunan total dan identitas yang baru sebagai orang kepunyaan-Nya. Maukah Anda menerima pemberian-Nya yang cuma-cuma itu, yaitu sebuah kehidupan yang baru?.
Langkah terpenting yang dapat Anda ambil untuk membangun kembali pernikahan Anda ialah menyerahkan kehidupan Anda kepada Kristus hari ini juga. Tuhan Yesus berkata kepada Anda saat ini juga, "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Roma 10:9-10)
Para pembaca sekalian: Bagaimanapun keadaan Anda, mungkin Anda juga belum pernah mengalami pengampuan dari Tuhan. Mungkin Anda belum menjadi ciptaan baru d dalam Dia. Kalau doa di bawah in mengutarakan kerinduan hati Anda, pakailah sebagai tuntunan untuk berbicara kepada Tuhan di dalam hati -- jika Anda kehendaki, sekarang juga.
Ya, Allah, saya mengaku bahwa saya orang yang berdosa. Saya sudah mengecewakan banyak orang. Lebih dari itu, saya sudah berdosa terhadap Engkau.
Terima kasih, Engkau mengutus Anak-Mu Yesus Kristus untuk mati di kayu salib demi menebus dosa-dosa saya dan memberi saya kehidupan baru.
Tuhan Yesus, hanya Engkaulah yang dapat membuat kehidupan pernikahan dan keluarga saya menjadi indah. Saya menyerahkan diri kepada-Mu. Terima kasih atas harapan baru yang Engkau berikan kepada saya pada hari ini.
Amin.
Diambil dan disunting dari:
Judul asli buku | : | Tough Questions Answered by Luis Palau |
Judul buku terjemahan | : | Pertanyaan yang Sulit |
Judul bab | : | Menjalani Kehidupan Kristen Sulit Sekali |
Penulis | : | Luis Palau |
Penerjemah | : | Rita Widjana |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis, Bandung 1999 |
Halaman | : | 78 -- 87 |