Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Proses Konseling Kristen

Edisi C3I: e-Konsel 041 - Proses Konseling

Keluhan yang sering diterima seorang konselor dari klien pada umumnya adalah rasa kecewa, putus asa, kekhawatiran, dan ketakutan yang disebabkan oleh suatu hal yang sangat mengganggu kehidupan kliennya.

Menanggapi hal tersebut konselor tidak boleh langsung menyarankan pada kliennya untuk membaca Alkitab dan berdoa serta menyerahkan semua permasalahannya kepada Tuhan. Bagi orang Kristen semua permasalahan memang berasal dari dosa kita dan satu-satunya jalan keluar adalah dengan beriman kepada Kristus. Sebenarnya yang menjadi sumber dari permasalahan hidup orang Kristen adalah iman atau kepercayaan yang salah, pandangan yang tidak tepat serta tidak Alkitabiah bahkan berlawanan dengan iman yang Alkitabiah.

Dengan mengubah beberapa bagian dari bagan yang diberikan Lawrence J. Crabb Jr., (Basic Principles of Christian Counseling, 1975) penulis menggambarkan proses konseling Kristen sebagai berikut:

1. Perasaan Negatif
Situasi Negatif
|
2. Perbuatan Negatif
|
3. Iman Negatif
(Misbelief)
|
|
6. Perasaan Positif
|
|
5. Perbuatan Positif
|
4. Iman Positif
|
|
|
Pengajaran Alkitab dan 
|____________________
Bimbingan Roh Kudus
____________________|
  1. Konselor mendengarkan dan menanyakan keluhan-keluhan konsele yang biasa dinyatakan melalui perasaan dan situasi negatifnya. Meskipun tidak selalu, namun perasaan seorang bisa menjadi negatif karena kelakuan yang negatif (perbuatan dosa).
  2. Konselor kemudian menanyakan dan menyelidiki bersama konsele, perbuatan-perbuatan negatif apa saja yang telah diperbuat konsele. Perbuatan-perbuatan dosa dengan perasaan yang negatif sering disebabkan oleh pikiran dan kepercayaan (iman) yang negatif.
  3. Konselor mencari penyebab atas perbuatan dan perasaan negatif konsele dengan melihat (mencari dan memperkirakan) pikiran, pandangan, pendapat, iman konsele -- yang salah, yang negatif, dan berdosa (misbelief). Langkah ini merupakan hal yang terpenting sebelum melangkah kepada terapinya. Beberapa bahan untuk didiskusikan dengan konsele antara lain mengenai latar belakang kehidupannya, keluarganya, hubungan dengan keluarganya, pengalamannya di masa lalu, pandangan atau sikap atau filsafat keluarganya maupun dirinya sendiri.
  4. Setelah mengetahui iman atau kepercayaan yang salah, kita memperlihatkan dan mengajarkan kepada konsele iman atau kepercayaan yang benar dan yang Alkitabiah. Misbelief yang tampak pada langkah ketiga ini mungkin disebabkan oleh:
    1. Konsele tidak mengetahui iman atau pandangan yang benar sehingga konselor wajib mengajarkan iman dan pandangan yang benar.
    2. Konsele mengetahui iman yang benar tetapi tidak yakin dengan kebenarannya. Ia tidak yakin bahwa cara hidup yang diajarkan oleh Alkitab ialah cara hidup yang paling baik sehingga kita harus berusaha untuk menerangkan dan meyakinkannya lagi dan tetap berharap kepada Roh Kudus untuk meyakinkan konsele itu.
    3. Konsele sesungguhnya mengetahui dan yakin akan kebenaran iman yang benar, tetapi ia sengaja memilih kepercayaan yang salah. Dalam hal ini yang harus dilakukan oleh konselor adalah memberikan pilihan kepada konsele yaitu iman yang benar dan melakukan perbuatan yang benar atau ia sama sekali menolak dan tetap hidup dalam dosa dengan segala masalah yang menyertai penolakannya.
  5. Apabila konsele rela hidup sesuai dengan Alkitab dan beriman benar, maka konselor bersama konsele membuat rencana untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang benar berdasarkan iman yang benar yang harus dilakukan konsele.
  6. Jika langkah yang kelima sudah dilakukan maka timbullah perasaan yang benar dan positif. Situasi mungkin saja membaik tetapi mungkin juga tidak bila diakibatkan oleh perbuatan orang lain.

Proses konseling seperti ini berlaku terutama untuk konseling terhadap masalah-masalah hidup tetapi dapat juga diterapkan untuk konseling karena musibah terutama karena perbuatan-perbuatan negatif.

Tujuan utama proses konseling ini adalah secara radikal mengubah pola hidup dan tingkah laku seseorang yang bersifat dosa bukan mengganti perasaan yang negatif menjadi positif karena perubahan perasaan tidak akan bertahan lama bila masalah utamanya tidak diselesaikan dengan benar.

Proses konseling ini bersifat Kristen sehingga hanya dapat dilakukan oleh seorang konselor Kristen. Hal ini dikarenakan konselor Kristen sangat mengharapkan keterlibatan Roh Kudus serta segala tindakannya harus didasarkan pada Alkitab. Ia harus memiliki keyakinan bahwa hidup yang benar hanya sesuai dengan Firman Allah yang benar.

Contoh dari proses konseling ini adalah seorang istri datang kepada seorang konselor karena ia benci dan marah terhadap suaminya (ini adalah langkah pertama pada diagram di atas). Konselor mendengarkan pernyataan istri itu tentang sebab-sebab dan situasi konflik dengan suaminya yaitu bahwa akhir-akhir ini ia mendapati suaminya sudah tiga kali pergi ke WTS. Karena konselor hanya berbicara dengan sang istri, maka ia hanya mencurahkan perhatiannya pada perbuatan dan tanggapan sang istri. Tentunya ia perlu berusaha untuk bertemu juga dengan sang suami dan melakukan pembicaraan bertiga. Tetapi bila sang suami menolaknya, ia dapat tetap melayani sang istri.

Setelah mengetahui kebencian dan kemarahan sang istri, konselor tidak boleh langsung melompat dari langkah pertama ke langkah keenam dengan mengatakan bahwa sebagai orang Kristen kita tidak boleh membenci dan menyarankan agar istri tersebut segera bertobat dan kembali mengasihi suaminya. Pernyataan ini tidak akan menyelesaikan masalah.

Konselor sebaiknya menanyakan apa yang dilakukan sang istri setelah mengetahui perbuatan suaminya. Mungkin sang istri dengan jujur mengakui bahwa ia telah memaki-maki suaminya dengan kata-kata yang kasar atau bahkan tidak mengajak suaminya berbicara selama satu minggu.

Setelah itu konselor harus masuk pada langkah yang ketiga yaitu menyelidiki, mendiskusikan, dan mengerti bagaimana konsele menghadapi seluruh peristiwa dalam hidupnya. Konselor berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan ibu tersebut marah-marah kepada suaminya. Hal-hal apa saja yang membuat ibu tersebut tidak bahagia. Apabila konselor sudah menemukan dan menunjukkan iman yang salah yang mengakibatkan perbuatan, perasaan salah dan negatif, maka tugas konselor selanjutnya adalah mengajarkan iman yang benar dan yang Alkitabiah. Konselor dapat mengatakan bahwa sebenarnya kebahagiaan itu tergantung pada Allah bukan pada suami yang setia. Disinilah konselor Kristen sepenuhnya bergantung pada karya Roh Kudus untuk meyakinkan konsele.

Langkah keempat adalah membicarakan dan mencari penyebab mengapa suaminya pergi ke WTS. Lebih baik lagi jika sang suami juga diajak berbicara karena persepsi dari satu pihak saja tidak akan cukup untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Setelah selesai dengan langkah ini, selanjutnya konselor bisa mendiskusikan langkah- langkah apa yang sebaiknya dilakukan dan tentu saja harus sesuai dan berdasarkan pada iman yang positif. Kadang-kadang tindakan yang tepat tidak bisa segera diperoleh sehingga perlu dilakukan berbagai tindakan yang harus dicari sendiri oleh konsele (langkah kelima).

Langkah yang terakhir adalah bila iman dan tindakan konsele telah tepat maka perasaan positif akan datang dengan sendirinya. Dengan demikian sang istri bisa bertahan dan memiliki hidup yang positif meskipun suaminya mempunyai kebiasaan yang buruk.

Sumber
Halaman: 
133 - 148
Judul Artikel: 
Mengatasi Masalah Hidup
Penerbit: 
Kalam Hidup Pusat, Bandung, 1998

Komentar