Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Apakah Ada Hal Baik di Balik Kemarahan?
Edisi C3I: edisi - 375 Kemarahan yang Suci
Tanya:
Apakah seorang ayah yang tidak dapat mengontrol perangainya terhadap anaknya laki-laki yang masih remaja akan benar-benar terisap dalam pasir pengisap ketidakdewasaan emosionalnya sendiri? Dapatkah seorang perempuan (yang ayahnya meninggalkan dia dan ibunya ketika ia berusia 6 tahun) tidak meledak-ledak saat ia kecewa dengan pria? Apakah ada masa depan bagi pemarah yang tampaknya tidak dapat mempertahankan pekerjaan tetapnya karena perangainya yang cepat marah?
Jawab:
Ya. Kemarahan adalah emosi alami yang Allah bangun dalam pengalaman manusia untuk membiarkan adanya kesempatan bagi pengekspresian ketidaksenangan. Namun, mengapa banyak orang menyakiti satu terhadap yang lain dengan kemarahan mereka jika kemarahan adalah emosi pemberian Allah dan alami? Mengapa kemarahan mengarah pada kekerasan yang tidak masuk akal, perceraian yang menyesakkan, relasi yang retak, hati yang terluka, ego yang tersayat, pembunuh berdarah dingin, bunuh diri yang menyedihkan, serta tindak kekerasan secara verbal, emosional, dan fisik? Kebenarannya adalah bahwa kemarahan tidak menjadi masalah, kecuali kemarahan tersebut menyebabkan kita berdosa terhadap seseorang atau Allah. Tragedi timbul dari kemarahan berdosa, yang semakin membabi buta.
Penyelidikan Kitab Suci
Untuk memahami emosi yang kuat ini, kita harus mengambil waktu sejenak dan berpaling dari sumber-sumber yang berfokus pada pertolongan diri sendiri, penelitian empiris psikologis, dan episode terakhir Oprah atau Dr. Phil, dan berbalik kepada penyelidikan Kitab Suci untuk mendapatkan pemahaman.
Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa kita diciptakan dalam rupa dan gambar Allah (Kejadian 1:26-27). Kita diciptakan untuk memiliki relasi penyembahan yang sempurna, devosi, dan kasih kepada Allah di dalam Alkitab. Dalam Kejadian 1:31 dikatakan, "Dan, Allah melihat segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya, dan semuanya itu sangat baik. Jadilah petang, dan jadilah pagi. Inilah hari yang keenam". Pada mulanya, segala sesuatu "baik". Dengan kata lain, kita baik -- secara relasi, rasio, keinginan, emosi, dan fisik.
Jika demikian, dari mana asalnya kemarahan?
Dalam Kejadian 3, Adam dan Hawa berdosa terhadap Allah karena memberontak dan tidak taat kepada-Nya. Pelanggaran ini membuat dosa dipasangkan dalam diri manusia dan semua sisi kemanusiaan. Manusia menyimpang dari kesempurnaan menjadi benar-benar ternoda oleh karena dosa. Alih-alih mengalami kehidupan yang benar dan sukacita sejati dalam keakraban yang tetap dengan Sang Pencipta, dosa menjadi awal relasi dan interaksi yang retak dan rapuh. Tidak membutuhkan waktu yang lama setelah kejatuhan manusia, dosa dapat menyatakan dirinya dalam berbagai relasi. Dalam Kejadian 4, dosa muncul dalam hati Kain ketika ia memandang rendah saudaranya, Habel.
Gambaran yang Allah lukiskan dan rindukan untuk kita mengerti adalah bahwa kemarahan berawal dari hati dan dapat mendatangkan malapetaka di rumah. Ini adalah bukti bahwa masalah kemarahan adalah masalah hati. Meskipun Kain marah kepada Allah, ia melampiaskan kemarahannya kepada Habel. Kitab Suci berkata, "Kemudian, TUHAN bertanya kepada Kain, 'Mengapa engkau marah? Dan, mengapa wajahmu muram?'" Lalu, Allah memberikan kesempatan kepada Kain untuk melakukan pemulihan, tetapi juga memperingatkannya akan konsekuensi karena tidak mengatasi kemarahannya. Akan tetapi, Kain tidak mengindahkan desakan Allah dan membunuh saudaranya. Dengan jelas, Alkitab memperlihatkan sifat kemarahan dalam relasi manusia yang menyedihkan dan menghancurkan.
Pelajaran Alkitabiah
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari tentang kemarahan dari Kejadian 4.
- Kemarahan adalah masalah hati.
- Kemarahan terwujud dalam relasi dan sering kali berasal dari atau diekspresikan di rumah.
- Allah menyadari adanya kemarahan kita dan disposisi yang dihasilkan oleh kemarahan, serta sumber dan dampaknya.
- Allah memberi kita kesempatan-kesempatan untuk mengatasi kemarahan kita dan membuat pilihan-pilihan yang benar untuk mendamaikan relasi yang rusak.
- Allah memperingatkan kita bahwa jika kita tidak membuat pilihan yang benar, kemarahan dan dosa-dosa yang lain akan menguasai dan mengontrol kita.
- Kita harus hidup dengan konsekuensi destruktif dari kemarahan yang berdosa.
Apakah hati Anda sedang marah? Jika demikian, tolaklah untuk membiarkan kemarahan menguasai Anda. Ambillah inventarisasi pribadi di hati Anda dan pemicu-pemicu dalam hidup Anda yang membuat Anda menunjukkan kemarahan. Bagaimana dengan orang atau situasi yang membangkitkan respons yang menonjol dan sering kali menimbulkan dosa?
Sepuluh sumber kemarahan yang umum: tidak merasa diterima, kegagalan menentukan pilihan, dianiaya, pengabaian atau kekerasan masa lalu, mekanisme pertahanan, takut diserang, kurangnya kedewasaan emosi, kecemasan di luar batas, kurangnya keteladanan dalam keluarga, dan bergaul dengan para pemarah.
Mengatasi Kemarahan
- Menahan diri dari kemarahan. Alkitab tidak mengajar kita untuk "mengelola kemarahan", tetapi sebaliknya, untuk "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati. Jangan marah, karena hanya akan mendatangkan kejahatan" (Mazmur 37:8).
- Putuskan apa yang harus diabaikan. "Orang bodoh menyatakan amarahnya saat itu juga, tetapi orang bijak mengabaikan penghinaan." (Amsal 12:16) Tentukan hal-hal dalam hidup yang menjengkelkan Anda, yang harus diabaikan.
- Cobalah untuk tidak cepat terprovokasi dan marah. "Jangan mudah marah dalam hati, karena kemarahan menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkhotbah 7:9) "Siapa cepat marah, berlaku bodoh, dan seorang penipu tidak disukai." (Amsal 14:17) Sadarilah hal-hal yang membuat Anda cepat marah dalam merespons dan jangan membiarkannya mengontrol respons Anda.
- Cegahlah kemarahan dalam percakapan. "Jawaban lemah lembut meredakan murka, tetapi perkataan pedas mendatangkan amarah." (Amsal 15:1) "Marahlah dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam kalau kemarahanmu belum padam." (Efesus 4:26) "Saudara-saudara yang kukasihi, perhatikanlah ini: hendaklah tiap-tiap orang cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berbicara, dan lambat untuk marah. Sebab, amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran Allah." (Yakobus 1:19-20)
- Buanglah kemarahan. "Namun, sekarang, buanglah semua itu: kemarahan, kemurkaan, kebencian, fitnah, dan perkataan kotor dari mulutmu." (Kolose 3:8) Membuang kemarahan berarti berhenti menanggapi orang dan situasi dengan kemarahan.
- Ingatkan diri Anda tentang konsekuensinya. "Orang yang sangat cepat marah akan menanggung denda, sebab jika engkau menolongnya, hanya akan memperpanjang amarahnya." (Amsal 19:19) Ada konsekuensi dari kemarahan berdosa yang membutuhkan pemulihan.
Jika Anda memerlukan pertolongan dalam mengatasi kemarahan, kembangkanlah kedewasaan rohani Anda dengan menghubungi konselor Kristen untuk pertolongan lebih lanjut. Ingatlah selalu, kemarahan adalah masalah hati, muncul dalam relasi, dan diketahui Allah. Allah kita yang bijaksana selalu memberi kita kesempatan untuk mengatasinya supaya kita dapat memotong kekuasaan kemarahan dan konsekuensi yang mengerikan. (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs | : | Biblical Counseling Coalition |
Alamat URL | : | http://biblicalcounselingcoalition.org/blogs/2013/03/13/is-there-hope-for-dealing-with-anger/ |
Judul asli artikel | : | Is there Hope for Dealing with Anger? |
Penulis artikel | : | Dwayne Bond |
Tanggal akses | : | 24 Maret 2015 |