Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
e-Konsel, 26 April 2011, Volume 2011, No. 239
Tujuan Penyaliban Yesus
Submitted by admin on Tue, 26/04/2011 - 11:26Edisi C3I: e-Konsel 239 - Tujuan Penyaliban Yesus
Salam kasih,
Kasih yang dilahirkan dalam tindakan nyata menghadirkan perubahan dalam hidup manusia. Kasih melelehkan hati yang beku, memberi pengharapan bagi hati yang terkulai, dan melegakan hati yang penuh ketakutan. Demikian juga dengan kasih sejati yang Yesus nyatakan di kayu salib. Yesus pasti memiliki tujuan istimewa, sehingga Dia rela menyerahkan diri-Nya mati di kayu salib. Apakah tujuan Yesus mengurbankan diri-Nya bagi kita? Mari kita simak artikel "Tujuan yang Terkandung dalam Salib Yesus" dan merenungkan dampak salib itu bagi kita. Simak juga pendapat Sahabat Konsel mengenai pengampunan. Di kolom Referensi, Anda pun dapat menyimak artikel-artikel lain seputar Paskah. Selamat menikmati sajian kami.
Segenap redaksi e-Konsel mengucapkan "Selamat Paskah 2011". Kebangkitan-Nya membangkitkan kita dari kematian menuju kehidupan kekal. Tuhan Yesus menyertai.
Redaksi Tamu e-Konsel,
Truly Almendo Pasaribu
Tujuan Yang Terkandung Dalam Salib Yesus
Submitted by admin on Tue, 26/04/2011 - 11:27Edisi C3I: e-Konsel 239 - Tujuan Penyaliban Yesus
Dalam bukunya yang berjudul "Receive Your Healing", Colin Urquhart berbicara tentang menerima segala sesuatu yang disediakan oleh Bapa melalui Salib Yesus dalam hidup kita. Banyak di antara kita memandang teologi sebagai sebuah pelajaran sejarah yang hebat. Akan tetapi, Perjanjian Baru memperjelas bahwa kita diharapkan mengakui semua pencapaian dan pemeliharaan berasal dari Salib. Semua itu menjadi nyata oleh karya Roh Kudus. Iman berarti mengakui apa yang Bapa tawarkan kepada kita melalui pengorbanan Anak-Nya. Colin menguraikan hal tersebut demikian: "Ketika menerima roti perjamuan, saya seharusnya berkata seperti ini -- 'Tuhan, aku percaya bahwa saat aku makan roti ini, aku telah menerima segala kebaikan tubuh Kristus. Terima kasih atas semua kekuatan dan kesembuhan jasmani yang kuterima oleh karena bilur-bilur-Nya. Aku bersyukur untuk pemeliharaan-Mu atas segala kebutuhanku yang telah dipenuhi melalui anugerah-Mu yang melimpah.'" ... baca selengkapnya »
Mengampuni? Perlukah?
Submitted by admin on Tue, 26/04/2011 - 11:28Edisi C3I: e-Konsel 239 - Tujuan Penyaliban Yesus
Manusia dengan berbagai perbedaan tentu rawan dengan perselisihan atau percekcokan. Namun demikian, tidak berarti perselisihan itu tidak bisa diperdamaikan lagi. Perdamaian bisa tercapai jika pihak yang bertikai saling memberikan maaf/pengampunan. Seperti pendapat Sahabat Konsel berikut ini.
e-Konsel: Apakah pengampunan itu penting?
Komentar:
-
Ruthy Chubby'z: Penting. Tanpa pengampunan hidup kita sia-sia. Tuhan saja mau mengampuni manusia yang berdosa, apalagi kita sebagai anak-anak-Nya. Seperti dalam perumpamaan anak yang hilang, seorang ayah yang mau mengampuni anaknya yang sudah berbuat kejahatan. Dari perumpamaan itu, Tuhan mau supaya kita belajar mengampuni seperti Bapa yang di Surga yang mau mengampuni kita semua walaupun kita sering sekali berbuat dosa. Dengan memberi pengampunan, hidup kita menjadi tenang dalam Tuhan.
-
e-Konsel: @ Ruthy: Betul banget :) Apakah Ruthy sudah mengampuni orang yang berbuat salah pada Ruthy?
-
Ruthy Chubby'z: Ya, sudah. Walaupun mereka tidak minta ampun, tapi dalam hati saya sudah mengampuni dan melupakan hal-hal tersebut. (tentu karena Tuhan)
-
Josephus Rianto: 70x7 kali perintah Tuhan Yesus untuk mengampuni, bisa tidak ya? Jadi sepertinya hal ini sangat penting sekali (bandingkan Matius 6:17) bukan masalah teori, namun praktiknya.
-
Diah Arumsasi: Namun teori yang sulit dipraktikkan.. ha..ha.. bagaimana proses yang seharusnya terjadi? Butuh waktu berapa lama?
-
Asze Ae: Walau tertulis 7x70 kali, bukan berarti hanya sampai 490 kali kita mengampuni, tapi makna sesungguhnya yaitu agar kita terus mengampuni kesalahan orang lain. Melupakan kesalahan orang belum tentu mengampuni. Siapa tahu tiba-tiba teringat? Tapi kalau benar-benar mengampuni, pasti lupa akhirnya. Hha
-
Diah Arumsasi: "Siapa tahu tiba-tiba teringat?" Nah, ini yang sulit.