Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Ujaran Kebencian
Edisi C3I: e-Konsel 414 - Menyikapi Ujaran Kebencian
Maraknya ujaran kebencian di masyarakat Indonesia telah menimbulkan beberapa konflik horizontal. Rasa benci membuat banyak informasi menjadi bias, palsu, dan terjadi penyebaran fitnah. Tenggang rasa, empati, dan persaudaraan menjadi terkoyak hanya karena berbeda pandangan. Bahkan, serangan fisik dan bentrokan terjadi di beberapa daerah karena ujaran kebencian di media sosial.
Bentuk-bentuk ujaran kebencian, seperti penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan penyebaran berita bohong, dapat berdampak pada tindakan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, maupun konflik sosial. Sasaran ujaran kebencian, antara lain suku, agama dan kepercayaan, ras, golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel atau orang-orang berbeda secara fisik dan mental, termasuk berbeda orientasi seksual pria, wanita, atau transgender. Media ujaran kebencian, antara lain media sosial, media massa cetak dan elektronik, pamflet, spanduk, orasi kampanye, ceramah, termasuk ceramah keagamaan.
Kepolisian Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Kapolri berkenaan penanganan ujaran kebencian sebagai panduan dalam penanganan kasus-kasus ujaran kebencian. Harapannya, ketika ada kasus ujaran kebencian dalam masyarakat, tindakan pencegahan segera diambil agar tidak bergulir membesar dan antarpihak yang berselisih pun didamaikan. Jika tidak bisa didamaikan, barulah diambil langkah hukum.
Mengapa Ujaran Kebencian Marak Terjadi?
Buah Represi Masa Orde Baru
Selama 30 tahun, Indonesia hidup dalam rezim Orde Baru yang menekan kebebasan berpendapat. Pada 1998, setelah terjadi Reformasi, kebebasan berpendapat diraih, tetapi belum disertai cukup kematangan pikiran dan emosi, kesiapan bertanggung jawab, maupun kontrol diri yang baik. Pencapaian pendidikan kita masih cukup rendah secara populasi. Kualitas pendidikan lebih banyak menekankan aspek rasionalitas kognitif semata. Dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi melalui media sosial, Indonesia belum pernah mengalami badai ujaran kebencian dan pertentangan terbuka di masyarakat semasif ini. Ujaran kebencian di media sosial telah menjadi strategi kelompok tertentu untuk memprovokasi kebencian dan tindakan anarki.
Kepribadian Negativistik
Kebencian seseorang bisa berasal dari pola pikir menetap hasil pengasuhan dan pengalaman masa kecil yang buruk. Jika sejak kecil terpapar dan terbiasa menerima hinaan, ejekan, atau kata-kata merendahkan, dia cenderung menjadi pribadi yang berpandangan negatif. Memandang segala hal dari sudut pandang negatif atau ancaman bahaya. Akibatnya, [dia] tak bisa berpikir kritis dan objektif. Hanya informasi yang disukai atau ingin dilihatnya yang diyakini benar, selain itu dianggap salah.
Situasi Politik Sesaat
Situasi politik mengubah sifat alamiah otak dan menyeret sebagian orang menuju arus kebencian. Otak manusia menyukai kesenangan. Sebab itu, secara alami, otak manusia menghindari kebencian. Kebencian menyedot energi otak dan membuat otak tumpul serta tak bisa tajam berpikir. Akibatnya, orang-orang yang membenci akan sulit berpikir dan bertindak adil. Namun, kebencian politik mudah berubah, tergantung pada kemampuan orang yang membenci untuk mengakomodasi kepentingan kelompok lain.
Peran Kita dan Keluarga
Sebaiknya, kita tidak usah mengomentari ujaran kebencian, apalagi menyebarkan karena akan memberi angin dukungan. Laporkan saja ke pihak berwenang. Misalnya, di Facebook, ada pilihan untuk melaporkan ke pihak Facebook tentang tindakan si pemilik akun itu. Belum tentu akun yang disebarkan posting-annya itu benar dibuat oleh pemilik akun. Bisa jadi, dia diretas atau di-hack, atau menggunakan akun palsu. Cara berikutnya bisa dengan unfollow akun itu di media sosial. Kalau akun itu masih lalu-lalang, bisa di-block saja. Jangan malah membuat orang-orang itu menjadi terkenal dan follower-nya naik. Jika akun itu melanggar hukum, bisa dilaporkan.
Jika kita terlibat dalam rasa benci, sadari bahwa kebencian itu akan merugikan diri kita sendiri: berpikir tumpul dan berat sebelah. Akui rasa benci kepada Tuhan, lepaskan, ampuni, dan ambil jarak. Berbeda pendapat tidak sama dengan bermusuhan. Dalam pilihan-pilihan politik yang berbeda, jelaskan argumentasi secara jernih dan tolak pilihan kalimat yang merendahkan maupun menghina. Izinkan perbedaan dan tidak memaksakan kehendak serta pilihan politik. Bangun keintiman dengan firman Allah dan resapi keberhargaan dalam Kristus. Amsal 10:12, "Kebencian menimbulkan pertengkaran tetapi kasih menutupi segala pelanggaran."
[Baca transkrip selengkapnya
]
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga) |
Alamat situs | : | http://telaga.org/audio/ujaran_kebencian |
Narasumber | : | Ev. Sindunata Kurniawan, M. K. |
Tanggal akses | : | 29 Agustus 2018 |