Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Orangtua Sebagai Duta Allah Bagi Anak
Banyak orangtua bertanya; "Kapankah waktu yang tepat untuk memperkenalkan Allah kepada anak?" Seringkali orangtua bertanya demikian karena beranggapan bahwa anak masih terlalu kecil untuk dapat mengenal Allah yang abstrak dan tidak terlihat.
Alkitab tidak pernah memberitahukan kepada kita secara terinci pada usia berapa anak harus diperkenalkan tentang Allah. Meskipun demikian, Alkitab berkali-kali mengingatkan orangtua untuk mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak.
Lalu, bagaimanakah kita memperkenalkan Allah dalam kehidupan anak-anak kita? Kita dapat mempelajari beberapa cara yang Tuhan sendiri pakai untuk memperkenalkan DiriNya kepada umat Israel. Dengan mengetahui cara Tuhan memperkenalkan DiriNya, kita akan menemukan pengertian mengenai bagaimana memperkenalkan Tuhan pada anak-anak kita.
Satu : Tuhan memakai peraturan untuk memperkenalkan sifat kekudusanNya
 
Dari sekian banyak pohon yang buahnya boleh dimakan oleh Adam dan
Hawa, ada satu pohon yang tidak boleh dimakan buahnya. Mengapa
demikian? Apakah karena buah itu begitu istimewa, atau apakah
buah itu mempunyai khasiat yang dapat membuat manusia menyaingi Allah?
Tidak demikian! Alasannya adalah karena peraturan mengenai pohon
tersebut dapat membuat manusia mengenal arti ketaatan dan arti
kekudusan Allah.
 
Tuhan banyak memberikan peraturan kepada manusia, juga kepada Musa,
supaya manusia mengenal sifat Allah yang kudus. Kita pun perlu
memperkenalkan peraturan kepada anak-anak kita. Sejak kecil mereka
perlu diperkenalkan dengan peraturan keluarga. Misalnya: boleh
menonton TV pada waktu-waktu tertentu dengan siaran-siaran tertentu,
sehabis bermain harus merapikan mainan, hari Minggu harus ke gereja,
dan lain-lain. Selain untuk membentuk pola kehidupan keluarga yang baik,
peraturan itu diberikan dengan tujuan untuk memperkenalkan sifat
kekudusan dan otorita Allah.
 
Suatu hari saya mengajarkan suatu semboyan hidup kepada anak saya,
yakni: TAAT ITU INDAH. Ketika itu saya menyuruhnya tidur siang.
Setelah bersusah-payah, akhirnya berhasil juga saya membujuknya tidur
siang. Atas ketaatannya untuk tidur siang, saya perbolehkan dia tidur
sedikit lebih malam. Kebetulan malam itu ayahnya pulang dari luar
negeri dengan membawa mainan. Nah, dengan begitu dia bisa mempunyai
sedikit waktu untuk bermain dengan mainan barunya. Kesempatan itu
saya manfaatkan untuk mengingatkannya tentang semboyan hidup: TAAT
ITU INDAH. Kalau saja ia tidak taat di siang hari, tentu ia tidak
menikmati waktu-waktu bermain dengan ayahnya di malam hari.
 
Demikianlah anak yang kecil dapat belajar mengenai konsep "persekutuan
di dalam ketaatan" dan "perseteruan di dalam ketidak taaatan atau dosa".
Hal ini merupakan konsep dasar dari kekudusan Allah.
Dua : Tuhan memakai alat peraga untuk memperkenalkan kasih dan rencanaNya.
 
Tuhan memberikan Adam dan Hawa baju dari kulit binatang untuk menggantikan baju dari daun-daunan. Alat peraga berupa kulit binatang seperti ini lebih mudah diingat dan dimengerti sebagai ungkapan kasih Allah yang secara simbolik melukiskan pengorbanan Yesus Kristus sebagai anak Domba Allah yang disembelih untuk penebusan dosa manusia. Pada kesempatan lain, Tuhan memberikan pelangi sebagai tanda janji pemeliharaan dan kesabaranNya.
 
Ketika ada hujan yang sangat deras di rumah, anak saya menangis ketakutan. Dia takut hujan deras itu mengakibatkan banjir seperti yang dialami Nuh. Saya bersyukur karena Tuhan memberikan pelangi sebagai alat peraga untuk Nuh dan juga untuk anak saya. Saya menenangkannya dengan mengingatkan; "Tim, ingatkah kamu akan pelangi yang Tuhan berikan untuk Nuh? Tuhan berjanji melalui pelangi itu bahwa Tuhan tidak akan memberikan banjir sehebat itu lagi. Percayalah, hujan ini pasti berhenti dan nanti akan ada pelangi". Melalui peristiwa itu anak saya yang kecil belajar tentang janji dan kasih Tuhan.
Tiga : Tuhan memperkenalkan dirinya melalui sejarah
 
Untuk memperkenalkan siapakah DiriNya yang sesungguhnya, Tuhan memakai sekian banyak peristiwa sejarah dalam kehidupan bangsa Israel. Tuhan memilih Abraham dan membawanya ke tanah Kanaan, memakai Yusuf untuk membawa seluruh keluarganya ke Mesir, memilih Musa untuk membawa orang Israel kembali ke tanah Kanaan, memilih Daud dan menyampaikan janjiNya akan kedatangan Mesias, dan seterusnya.
 
Kita pun dapat memakai sejarah kehidupan keluarga kita untuk memperkenalkan Tuhan kepada anak-anak kita. Bukankah Tuhan juga banyak menyatakan Diri dalam kehidupan keluarga kita? Dengan mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga, menyusun album foto, membuat catatan harian keluarga, kita dapat menolong anak belajar tentang kasih Tuhan.
 
Saya mempunyai satu jurnal khusus tentang anak-anak saya. Sejak dia berada dalam harapan, kemudian menjadi janin dalam kandungan, lahir dan bertumbuh dari hari ke hari, semuanya saya catat dalam jurnal itu. Suatu ketika saat besar nanti, ia akan dapat melihat betapa besarnya perbuatan Tuhan di dalam dirinya.
 
Saya juga menyusun album fotonya sedemikian rupa berdasarkan tema, misalnya: "Yang papa ajarkan pada saya", "Bermain dengan papa", "Timmy dan Mama", "Eksplorasi Timmy", "Timmy dan sekolah", "Timmy and friends", "Cita-cita Timmy", "Timmy dan alam", "wajah unik Timmy", "Waktu Timmy tidur" (foto dia tidur dari bulan pertama sampai bulan ke 12), dan lain-lain. Melalui susunan album seperti itu, dia bukan hanya melihat sederetan perkembangan diri dari tahun ke tahun, tapi dia juga menyaksikan adanya kasih yang menyelimuti kehidupannya, dan adanya keajaiban-keajaiban Tuhan dalam peristiwa hidupnya.
Empat : Tuhan memperkenalkan diriNya melalui narasi
 
Tuhan juga banyak mengajarkan kebenaran-kebenaran penting melalui cerita-cerita perumpamaan. Sebagaimana orang yang baru percaya, seorang anak membutuhkan cerita-cerita kontekstual yang berkaitan langsung dengan kehidupannya sehari-hari. Melalui cerita anak yang hilang, cerita Lazarus dan orang kaya dan sebagainya, kita memahami prinsip kebenaran secara lebih mudah. Kepada murid-muridNya, Tuhan memberikan cerita ini sekalipun mereka belum bisa mengerti sepenuhnya arti dari cerita tersebut sampai pencurahan Roh Kudus.
 
Anak-anak juga belum dapat memahami banyak hal tentang Tuhan sebagaimana pemahaman orang dewasa yang telah lama mengikut Tuhan. Anak-anak tidak bisa melihat Allah secara jasmaniah. Akan tetapi mereka dapat menyimpan kebenaran mengenai Diri Allah dalam pikiran mereka melalui cerita-cerita Alkitab yang kita sampaikan secara rutin tiap hari. Mereka akan menyimpan baik-baik dalam pikirannya, mengulangnya, atau meminta anda mengulang cerita yang sudah ratusan kali anda ceritakan. Mereka mungkin memodifikasi cerita itu sesuai dengan dunia mereka. Sebagai contoh, oleh mereka, kisah Daud mengalahkan Goliat dengan ‘menggunakan umban’ disesuaikan menjadi ‘menggunakan laser’. Akan tetapi, percayalah bahwa cerita-cerita narasi tersebut mempunyai kekuatan yang besar. Pada waktunya nanti, cerita-cerita tersebut dapat secara ajaib menghubungkan diri dengan segala macam konsep yang mulai tertanam oleh pertolongan Roh Kudus. Pada saat itu, anak-anak mulai memahami makna cerita-cerita tersebut dan relevansinya dengan kehidupan mereka.
 
Ketika saya menceritakan cerita dari Kitab Raja-raja kepada anak saya, saya berpikir betapa membosankannya kisah itu baginya. Hampir semua cerita berkisar tentang raja yang menyembah berhala dan kemudian dihukum Tuhan, dan raja yang menyingkirkan berhala menyenangkan hati Tuhan. Saya tidak menyangka bahwa cerita-cerita tersebut ternyata sangat melekat di pikiran anak saya, sehingga ketika saya menjelaskan tentang POKEMON, film-film serta mainan-mainan yang tidak sehat, dia lebih mudah menangkapnya karena dia sudah punya konsep mengenai "MENDUKAKAN DAN MENYUKAKAN TUHAN". Demikian juga ketika saya menceritakan tentang cerita Lazarus dan orang kaya, hatinya begitu sedih mendengar kenyataan bahwa orang kaya itu tidak bisa masuk surga. Kesempatan itu membuat saya dapat memperkenalkan konsep ‘pengabaran injil’ kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus.
Lima : Tuhan memperkenalkan DiriNya melalui Amsal dan Mazmur
 
Tuhan kita adalah ahli pendidikan yang hebat. Dia tahu metode terbaik untuk melekatkan kebenaran dalam pikiran manusia. Amsal dan Mazmur adalah metode yang paling jitu dalam memorisasi. Coba saja pikirkan kekuatan ingatan kita ketika berada dalam kesusahan. Dengan segera kita ingat Mazmur 23: TUHAN ADALAH GEMBALAKU… dan seterusnya dan seterusnya.
 
Anak-anak juga membutuhkan amsal dan mazmur. Banyak kebenaran penting yang diingat anak dalam bentuk sajak dan lagu. Oleh sebab itu jangan anggap remeh pekerjaan mengajarkan lagu-lagu rohani dan sajak anak-anak. Banyak teolog dan pengkhotbah besar yang percaya Tuhan karena mendengar atau mengingat lagu-lagu sekolah minggu.
 
Memperkenalkan musik dan pujian adalah cara yang paling mudah untuk memperkenalkan Allah kepada anak segala usia, termasuk janin dalam kandungan. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang musikal, sehingga bayi pun dapat memberikan reaksi terhadap musik.
 
Tuhan mendorong saya untuk memberikan nama kepada anak kedua saya: Tadeus (dari kata: Thaddaeus, yang berarti Full of Praise to God). Ketika anak ini lahir, ia memang membutuhkan musik sepanjang hari. Sebagaimana beberapa ‘bayi gelisah’ (fussy baby), anak saya selalu menangis menjelang senja (antara jam 5 hingga jam 8 malam). Tidak ada yang dapat menenangkannya selain musik. Demikian juga pada saat-saat dia marah, gelisah, waktu sakit, yang dia butuhkan adalah musik. Rumah saya menjadi ‘full of music’. Di lantai atas lagu klasik, di lantai bawah lagu-lagu ‘worship’. Dan memang mengherankan sekali melihat bagaimana seorang bayi bisa dengan serius memperhatikan setiap nada yang ia dengar dan kemudian tertidur dengan tenang.
 
Dalam suatu buku mengenai "Teach the Child to Read" dikatakan bahwa seorang bayi yang selalu dibacakan cerita oleh ibunya, akan selalu berharap untuk diceritakan tiap hari bukan karena isi ceritanya, tapi karena ia senang mendengar nada suara ibunya. Dengan demikian sebenarnya membacakan Mazmur kepada bayi juga merupakan kebiasaan yang baik.
Enam : Tuhan memperkenalkan DiriNya melalui manusia
 
Tuhan sangat mengetahui kebutuhan manusia terhadap hal-hal yang konkret. Karena itulah Ia mengutus para nabi, memilih bangsa Israel, dan akhirnya menghadirkan DiriNya sendiri dalam Yesus Kristus.
 
Anak-anak pun membutuhkan contoh konkret tentang sifat-sifat Allah dari manusia yang dapat dilihat secara konkret. Manusia sebagai contoh yang paling dekat dengan anak adalah orangtua mereka sendiri. Hubungan orangtua dengan anak sangat mempengaruhi konsep anak tentang Allah. Sebagai contoh, banyak orang Kristen yang terus-menerus diliputi rasa bersalah karena semasa kecilnya selalu dihukum oleh orangtua, sehingga ia mengenal Allah sebagai Allah yang kudus tetapi diktator. Salah satunya adalah Martin Luther. Untuk memahami anugerah Allah dalam karya keselamatan, Martin Luther membutuhkan waktu dan pergumulan yang sangat panjang. Perlakuan ayah dan gurunya yang terlalu keras membuat dia berpikir bahwa dosanya tidak pernah diampuni. Hanya karena anugerah Tuhan dan pencerahan Roh Kudus sajalah, ia mulai mengerti anugerah dan kasih Allah melalui pembacaan surat Roma.
 
Banyak orangtua yang ingin membuat anak mereka taat dengan mengatakan: "Nanti Tuhan marah kalau kamu seperti ini!". Tanpa disadari orangtua telah memakai nama Tuhan untuk kepentingan diri orangtua sendiri dan merusak konsep anak tentang Allah. Bila kita lebih serius memikirkannya, kita akan mengakui bahwa Allah sebetulnya tidak akan marah kalau anak kita tidak mau makan, memukul adik karena iri hati, atau merebut mainan yang ia sukai. Allah mempunyai pemahaman yang sempurna mengenai perkembangan anak. Dia sangat mengerti pergumulan-pergumulan anak kita. Di lain pihak, kita perlu berhati-hati pada saat mewakili sifat Tuhan dalam tugas mendidik yang kita laksanakan.
Dengan mencermati bagaimana Tuhan memperkenalkan diriNya dalam Alkitab, kita dapat menarik kesimpulan bahwa sebenarnya tidak ada batas waktu kapan memperkenalkan Tuhan kepada anak. Kita sudah dapat memperkenalkan Tuhan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti oleh anak sejak mereka masih sangat muda.
 
 
Ev. Anne Kartawijaya, MA