Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Memahami Bahasa Kasih

Edisi C3I: e-Konsel 178 - Kondisi Bertumbuhnya Cinta Kasih

Sebuah pepatah keluarga mengatakan, "Cara terbaik untuk mengasihi anak adalah mengasihi ayah atau ibunya." Benar sekali pernyataan ini! Kualitas kedekatan dan keintiman sebuah keluarga ditentukan oleh cinta antara suami dan istri. Cinta begitu mendominasi, seperti kata sebuah lagu, "Semua karena cinta."

Salah satu kutipan pernikahan yang berhasil dari Amanda Bradley adalah:

Pernikahan yang terbaik dibangun atas dasar persahabatan, menghadapinya bersama-sama, saling bergandengan tangan, mengarungi kehidupan, baik suka maupun duka.

Mereka tidak takut untuk saling berbagi perasaan-perasaan dari hati yang terdalam, dan saling menghormati kebutuhan satu dengan lainnya.

Mereka mendukung satu dengan yang lainnya dalam kesetiaan.

Ketika masalah-masalah datang dalam perjalanan hidup mereka, mereka tidak saling menyalahkan, tetapi mereka mengasihi seperti apa yang mereka katakan.

Mereka menjadikan pernikahan seperti persahabatan sejati, penuh dengan tindakan yang menunjukkan bahwa mereka saling memerhatikan dan menemukan dunia kebahagiaan, dalam seluruh kasih yang mereka bagikan.

Kasih atau cintalah yang menjadi dasar bagi sebuah pernikahan sejati yang dibangun lewat persahabatan sejati. Persahabatan selalu berkaitan erat dengan kasih yang tulus. Seperti kata firman:

Kasih

"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17)

Tahukah Anda bahwa unsur terbesar dari kasih adalah memberi? Kita bisa memberi tanpa mengasihi, tetapi kita tidak akan bisa mengasihi tanpa memberi. Bahkan Kristus memberikan teladan dalam hal ini:

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan (memberi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

Jadi, pernikahan yang berhasil bisa dicapai jika suami atau istri mempraktikkan kasih yang tulus. Sayangnya, kadangkala yang terjadi adalah seorang istri tidak merasa dikasihi padahal suami sudah mengasihi dengan total. Kadangkala suami juga merasa tangki emosionalnya kering karena merasa tidak dicintai istrinya. "Apa yang terjadi?"

Dalam buku "The Five Love Languages", Gary Chapman menjelaskan bahwa bisa saja suami/istri mengasihi pasangan dengan total, tetapi pasangannya mengalami kekosongan dalam tangki emosionalnya. "Tidak merasa dikasihi lagi," begitulah keluhannya. Hal ini terjadi karena sang suami atau istri mengasihi dengan cara yang tidak tepat. Maksudnya suami atau istri tidak mengasihi sesuai dengan bahasa cinta primer pasangannya. Jika suami atau istri mengasihi pasangannya sesuai dengan bahasa cinta primernya, pasangannya akan merasa dicintai dan dikasihi.

Sewaktu memasuki pernikahan, saya sudah mempersiapkan diri dengan begitu rupa. Saya mempelajari apa pun yang diperlukan untuk meraih sebuah pernikahan yang berhasil. Saya ingin menikah sekali, karena itu harus "the best" dan bisa menjadi inspirasi bagi generasi ini. Tetapi sekalipun sudah mempersiapkan diri begitu rupa dan sudah mengenal pengajaran lima bahasa kasih, ternyata saya masih sering lalai, lupa, dan gagal mempraktikkan bahasa kasih yang primer bagi istri saya. Saya benar-benar harus belajar rendah hati dan peka untuk mendengarkan keluhan istri saya yang mengatakan bahwa "dia merasa tidak dikasihi".

Bahasa cinta primer saya adalah melayani. Apa pun yang saya lakukan untuk mengungkapkan cinta saya adalah dengan melayani istri dan anak saya. Tetapi bahasa cinta primer yang dimiliki istri saya adalah waktu bersama. Tentu apa yang saya lakukan tidak "nyambung" dengan bahasa kasihnya. Hal inilah yang menyebabkan istri saya merasa tidak dikasihi. Padahal dia satu-satunya bagi saya dan saya total mengasihi dia.

Memahami dan menguasai bahasa kasih diperlukan untuk menghasilkan sebuah pernikahan yang sehat dan berhasil. Jika lima bahasa kasih ini bisa dipraktikkan dalam komunitas sel dan dalam keluarga, kita sudah memiliki kebiasaan dan "skill" untuk mengasihi orang lain sesuai bahasa kasihnya sebelum masuk pernikahan. Lima bahasa kasih itu adalah pujian, pelayanan, sentuhan fisik, waktu bersama, dan hadiah.

Pujian

Dia seorang suami dan ayah yang baik, seorang pekerja keras, dan hidupnya lurus-lurus saja. Ia tidak pernah melakukan sesuatu yang menyimpang. Namun, dia merasa tidak dikasihi istrinya. Bahkan ia sempat uring-uringan, katanya, "Saya hanya mengharapkan istri sedikit menghargai saya. Tetapi yang saya dapat hanyalah kecaman." Markus benar-benar stres dengan kondisi ini, namun istrinya, Jane, tidak terlalu memahami bahwa hal itulah yang dibutuhkan suaminya. Karena sang istri tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang lima bahasa kasih. Jane hanya menyadari bahwa suaminya secara berkala uring-uringan dan mengatakan bahwa dia tidak merasa dicintai oleh istrinya.

Bagi orang-orang yang bahasa kasih primernya adalah pujian, mendapatkan pujian tertulis dan verbal adalah seperti "gerojogan" air di tengah-tengah gurun. Tidak ada salahnya jika kita menulis pujian atas apa yang sudah ia lakukan. "Terima kasih buat makan malamnya, sungguh membangkitkan hasrat makanku." Atau, "Wah, keren dan ganteng sekali dirimu malam ini, benar-benar pas pakai baju itu."

Waktu Bersama

Kisah ini mengenai sepasang suami dan istri. Sang istri selalu mengkritik, menyampaikan keluhan dan ketidakpuasan terhadap apa pun yang dilakukan suaminya. Padahal suaminya sudah melakukan yang terbaik bagi istrinya -- mencuci mobil, mengepel lantai, dan membersihkan karpet. Bahkan dia mau melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah saat ada kerusakan. Dia melakukannya tanpa mengeluh dan berkomentar. Namun, sang istri tetap merasa tidak puas. Dia merasa suaminya tidak memiliki waktu baginya dan tidak mengasihinya. Padahal sebelum menikah dia merasa dicintai total. Selidik punya selidik, ternyata pelayanan bukanlah bahasa kasih sang istri. Tak heran, ia terus-menerus mengalami perasaan kurang dikasihi karena waktu bersamalah yang menjadi bahasa kasihnya.

Dengan mengetahui kebutuhan sang istri -- memiliki waktu bersama yang spesial -- akhirnya dia mengatur sebuah akhir pekan ke suatu tempat. Sang istri benar-benar kegirangan. Setelah acara spesial ini, akhirnya sang suami memeriksa catatan keuangan dan memutuskan tiap 2 bulan sekali ia akan mengajak istrinya berakhir pekan.

Dampak yang ditimbulkan sangat spektakuler. Istrinya selalu tersenyum, matanya menyinarkan sukacita. Selain itu, ia tidak pernah lagi mengkritik dan mengecam. Sementara bahasa kasih sang suami adalah pujian. Pernikahan mereka membaik setelah mempraktikkan bahasa kasih satu sama lain.

Pelayanan

Dia adalah seorang suami yang berkonsentrasi dengan keluarga. Ia ingin melakukan yang terbaik bagi keluarganya. Saat istrinya mengambil keputusan untuk di rumah, dengan besar hati ia mengizinkannya karena merasa bahwa gajinya memungkinkan untuk membiayai hidup mereka. Namun, yang mengganggunya adalah istrinya tidak mengerjakan apa pun di rumah, seperti membersihkan rumah, padahal dia sudah tidak bekerja. Rumahnya berantakan, belanjaan tetap ada di kantong belanjaan, bahkan ia enak-enak menonton TV tanpa memedulikan makan malam.

"Saya bosan hidup seperti di kandang kuda," begitu suami ini mengeluh. "Kalau ia tak mau masak, tak apa-apa. Tapi saya ingin dia membersihkan rumah supaya tidak seperti kapal pecah."

Ternyata bahasa cinta suaminya adalah pelayanan. Tangki cintanya begitu kosong, terlihat dari perkataannya. Ia tak mempermasalahkan istrinya tidak bekerja, tetapi ia menginginkan rumahnya teratur.

Hadiah

Hadiah memang menjadi ungkapan cinta bagi semua budaya. Semua orang biasa mempraktikkannya karena hadiah merupakan bahasa universal. Tetapi hadiah juga merupakan salah satu bahasa kasih. Mungkin kita tidak terbiasa dengan pemberian hadiah sehingga merasa kebingungan jenis hadiah yang akan diberikan. Namun, tidak selalu hadiah berasal dari ide kita. Kita bisa meminta saran dari teman dekat atau saudara kandung untuk membantu memilihkan kado atau hadiah bagi suami atau istri kita.

Bahasa kasih istri Bob adalah hadiah atau pemberian, tetapi Bob tidak tahu model dan jenis hadiah yang layak diberikan kepada istrinya. Karena itu, ia meminta adik perempuannya untuk membantunya mencarikan kado bagi istrinya. Dalam 3 bulan, seminggu sekali dia harus ditemani adik perempuannya. Akhirnya, dia fasih memilihkan hadiah yang tepat bagi istrinya. Istrinya menceritakan tindakan suaminya ini kepada semua orang. Ia berkata bahwa suaminya adalah seseorang yang sangat perhatian dan peduli terhadap dirinya.

Sentuhan Fisik

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Ini bukanlah sentuhan fisik sebagai pemanasan untuk melakukan hubungan seks. Namun, sentuhan fisik ini merupakan ungkapan kasih yang tulus, seperti memegang tangan, meletakkan tangan di atas bahu pasangan, serta memijat pasangan dan mengelus rambutnya.

Menemukan Bahasa Kasih Pasangan

Tidak dibutuhkan suatu perjuangan panjang dan melelahkan untuk menemukan bahasa kasih pasangan. Ini hanya membutuhkan pengamatan. Seiring kita menjalani hubungan, kita akan mudah mengetahui jenis bahasa kasih yang dimilikinya. Untuk memunyai pernikahan yang kuat, hal ini harus menjadi dasar dalam hubungan suami istri.

Cara mengetahui bahasa kasih pasangan dapat kita lakukan dengan cara:

  1. Mengamati pasangan ketika ia memperlakukan orang-orang di sekitarnya, terutama teman-teman sepergaulannya. Saat mengungkapkan kasih, ia melayani rekan-rekannya, selalu memuji, memberikan hadiah, atau memberikan pelukan dan tepukan. Saat menemukan ungkapan kasihnya yang biasa diungkapkan kepada rekan-rekannya, bisa dipastikan bahwa itu jugalah yang menjadi bahasa kasihnya.
  2. Setelah menemukan bahasa kasih pasangan, ungkapkan kasihmu kepada pasangan sesuai bahasa kasihnya. Inilah hukum kasih, yaitu memberi.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku : Love Never Fails
Penulis : Budi Abdipatra
Penerbit : ANDI, Yogyakarta 2007
Halaman : 53 -- 60
Sumber
Halaman: 
53 -- 60
Judul Buku: 
Love Never Fails
Pengarang: 
Budi Abdipatra
Penerbit: 
ANDI
Kota: 
Yogyakarta
Tahun: 
2007

Komentar