Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Membedakan Mana Kehendak Allah dan Mana yang Bukan
Edisi C3I: edisi 326 - Kerohanian Konselor
Untuk membuat keputusan dan membedakan antara kehendak Tuhan dan keinginan diri sendiri tentu memerlukan pertolongan Roh Kudus. Selain itu, kita harus mempraktikkan kehidupan pribadi yang baik dan berdisiplin, serta harus dilatih setiap hari. Artinya, kita harus mempelajari Alkitab setiap hari dan banyak bergumul dengan Tuhan. Dan, kita tidak dapat mengerti semangat dan hal-hal spesifik dari Alkitab jika kita hanya membacanya sambil lalu. Kita juga tidak boleh mengambil beberapa ayat untuk mendukung suatu ajaran atau pola tertentu.
Berikut beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk dapat membedakan antara kehendak Allah dan yang bukan.
1. Praktikkan kehidupan berdisiplin dalam segi emosional. Emosi dan intuisi merupakan petunjuk-petunjuk yang berharga tentang apa yang sedang terjadi dalam diri kita, yang terkadang menunjuk pada apa yang diinginkan Tuhan. Perhatikan dan tanganilah hal-hal tersebut dengan cepat berdasarkan perasaan, bukan berdasarkan apa yang Anda tahu merupakan jalan pintas untuk masuk ke dalam delusi atau angan-angan yang sering kali menipu. Walaupun demikian, alangkah baiknya jika kita lebih banyak merenungkan firman Tuhan dan berdiam diri di hadapan-Nya dengan teratur, sehingga kita dapat melatih diri untuk memiliki emosi dan perasaan hati yang peka terhadap kehendak Tuhan, tidak peduli bagaimanapun perasaan Anda. Semakin kita konsisten dalam berbagai tekanan, semakin kita mudah membedakan antara suara Allah dan perasaan kita.
2. Ambillah keputusan yang bijak. Kemampuan untuk membedakan didapatkan dari kebiasaan kita memupuk disiplin setiap hari, mempraktikkan kemampuan untuk membedakan, dan memberi diri dikritik (Ibr. 5:14). Selain itu, tingkatkan keaktifan kita untuk dapat membedakan (Ams. 2:1-5).
3. Milikilah sikap curiga yang sehat terhadap kemampuan untuk membedakan yang kita miliki, terutama terhadap perasaan Anda. Saat kemampuan membedakan kita semakin bertumbuh, semakin berkuranglah kemungkinan bagi kita untuk merasa yakin seratus persen bahwa sesuatu itu adalah kehendak Allah atau sekadar serangkaian tindakan terbaik (Ams. 11:2). Jadi, jika kita dapat mengandalkan kemampuan kita secara mutlak untuk membedakan sesuatu, kita sudah tidak perlu lagi memercayakan diri kepada Allah.
4. Percayalah bahwa Allah lebih besar daripada kesalahan kita. Setelah kita menaati petunjuk Allah, Dia akan mengeluarkan kita dari kekacauan yang kita buat. Namun, kadang-kadang Tuhan akan mengajar kita melalui kesedihan yang kita alami karena kecerobohan kita. Jika kita yakin bahwa kita berada dalam kehendak moral-Nya dan telah menggunakan hikmat sebaik-baiknya, Anda bisa tenang.
5. Hindarilah penasihat rohani dan teman yang tidak pintar dan tidak berdisiplin. Kita semua tidak bisa membedakan kehendak Allah tanpa kedisiplinan. Oleh karena itu, janganlah menerima nasihat seseorang yang tidak berdisiplin dalam berdoa, mempelajari Alkitab, pekerjaan, dan suasana hatinya.
6. Janganlah memercayai kemampuan membedakan kehendak Allah dari orang yang perkataannya menimbulkan perselisihan dan kekacauan. Ini merupakan ciri lain dari realitas yang objektif. Janganlah mendengarkan nasihat seseorang yang justru membuat banyak pihak terpecah-belah, serta tidak meyakinkan dan membangun (Ams. 11:12, 12:18, 26:24-25, Mat. 7:15-16, dan Yak. 3:13-18).
Diringkas dari: | ||
Judul asli buku | : | A Compact Guide to the Christian Life |
Judul buku terjemahan | : | Kompas Kehidupan Kristen |
Judul bab | : | Kehidupan di dalam Dunia |
Judul asli artikel | : | Membuat Keputusan dengan Memperhatikan Kehendak Allah |
Penulis artikel | : | K. C. Hinckley |
Penerjemah | : | Gerrit J. Tiendas |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung |
Halaman | : | 142 -- 145 |
Sumber: e-Konsel 326 |