Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Menghadapi PHK

Edisi C3I: e-Konsel 55 - Kehilangan Pekerjaan

Kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba pasti menyebabkan kekecewaan yang mendalam pada orang yang mengalaminya. Bagaimana jika kejadian itu menimpa suami atau istri atau teman kita? Apa yang harus kita lakukan agar kejadian seperti itu tidak menimbulkan luka yang mendalam pada orang mengalaminya? Simak ringkasan perbincangan dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi berikut ini!

T: Banyak orang terpaksa mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK, entah karena pensiunnya dipercepat atau karena perusahaan sudah tidak mampu lagi untuk membayar. Bagaimana pengaruhnya terhadap sebuah keluarga?

J: Kita harus memahami proses atau dampak PHK pada keluarga. Waktu suami kehilangan pekerjaan, dia kehilangan jati diri, dia kehilangan dirinya. Nah, cukup umum pria-pria yang kehilangan pekerjaan juga mulai mengucilkan diri dari pergaulan sosial karena dia merasa tidak lagi mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan atau ditawarkan untuk masyarakat kecuali misalkan dalam tim/kelompok yang sama, ada orang-orang yang senasib dengan dia dan itu menjadi kekuatan bagi dia. Jika tidak, dia cenderung menarik diri. Tapi masalahnya bukan saja dari lingkungan dia menarik diri, ada kecenderungan para suami ini juga menarik diri bahkan dari istri mereka.

T: Misalnya seorang ayah di-PHK, kira-kira dukungan moril atau sikap apa yang harus diperbuat oleh seorang istri untuk mendukung supaya dia tidak terlalu frustrasi?

J: Kita memang harus menyadari bahwa pada masa PHK apalagi kalau berkepanjangan pria bisa lebih labil secara emosional. Jadi mudah marah, mudah tersinggung tidak panjang sabar. Nah di sini dituntut pengertian yang sangat tinggi dari para istri. Pria pun harus sadar dia tidak boleh berdukacita dalam kelemahannya, dia harus juga belajar untuk sabar, jangan sampai terlalu mudah tersinggung dan sebagainya. Namun pada saat ini ada baiknya istri menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau tuntutan sebab tuntutan mengingatkan si suami pada ketidakmampuannya memenuhi tuntutan tersebut. Jadi sewaktu si istri mengeluarkan kata-kata yang dapat ditafsir menuntut dia untuk menghasilkan uang lagi, hal itu bisa memicu kemarahannya atau membuat dia tersinggung dan sebagainya. Jadi yang saya anjurkan adalah untuk si istri mendekati si suami dari kacamata, "Mari kita bersama-sama membangun kembali rumah tangga ini. Mari kita bersama-sama memikirkan apa yang kita berdua bisa lakukan." Jadi, bukannya saya mau begini, saya mau begitu, saya mau kerja supaya rumah tangga ini bisa ada makanan lagi dan sebagainya itu juga harus dihindarkan karena sewaktu si istri mulai mengatakan kata-kata seperti itu membuat si suami makin terpojok dan makin terlihat lemah, dia akan merasa tidak lagi berfungsi sebagai suami dan sebagainya.

J: Boleh saja, asalkan memang teman itu teman yang bisa diterima oleh si suami, namun sebetulnya peran istrilah yang paling penting.

T: Kalau sudah sangat serius apa yang bisa dilakukan atau orang lain lakukan terhadap korban PHK itu?

J: Kita harus memperkuat yang di dalam dulu yaitu si istri jangan panik, harus tetap mendekati si suami, mengajak si suami untuk jalan-jalan, terus memberikan suatu sentuhan-sentuhan kepada si suami sehingga akhirnya si suami menangkap isyarat dari si istri bahwa si istri sedang bersama dengan dia dan si istri terus membangunkan semangatnya. Jadi hal ini terus menguatkan rasa percaya dirinya. Yang kedua adalah si istri dan suami harus mulai memikirkan langkah kreatif, misalkan si istri bisa masak atau si suami bisa masak maka bisa buka warung atau kedai makan jadi benar-benar kreatif untuk bisa menutupi lubang, apakah ini akan permanen atau tidak, tidak tahu. Tapi yang harus kita sadari sekarang ini kita harus melakukan sesuatu yang kreatif. Dan yang ketiga adalah meskipun kita belum melihat pemenuhan janji Tuhan, kita tidak meninggalkan Tuhan sebab janji Tuhan itu pasti terpenuhi namun kapan tidaklah kita ketahui.

T: Apakah benar kalau dalam menghadapi masalah itu wanita lebih tabah daripada pria?

J: Cenderungnya begitu, karena wanita itu mempunyai endurance level, yaitu kemampuan menahan sakit untuk waktu yang panjang, yang tinggi. Sedangkan pria bisa menahan sakit yang besar tapi jangka waktunya pendek sehingga peranan wanita sangat besar di sini untuk bisa terus mengangkat si pria. Saya mau memberikan satu Firman Tuhan diambil dari Mazmur 91:14-15, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya sebab ia mengenal nama- Ku. Bila ia berseru kepada-Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya."

Saya suka sekali dengan perkataan "hatinya melekat kepada-Ku dan ia mengenal-Ku," jadi kuncinya adalah pada masa PHK ini hati kita harus terus melekat pada Tuhan dan kita mengenal siapa Tuhan kita, bahwa nama Tuhan kita adalah penyelamat, Yesus adalah penyelamat dan Dia adalah penolong kita. Jadi kita terus berseru kepada-Nya dan Tuhan berjanji Dia akan menjawab, "Aku akan menyertai dia dalam kesesakan." Orang yang depresi, orang yang tertekan seolah-olah dadanya sesak, jadi memang Firman Tuhan menggunakan istilah yang sangat grafik sekali di sini tapi Tuhan berkata Dia akan menyertai kita dalam kesesakan dan Dia akan meluputkan kita dan memuliakan kita, jadi tugas kita terus lekat dengan hati Tuhan, terus cari kerajaan sorga dan kebenaran-Nya, seperti janji-Nya maka Dia akan menambahkan. Jadi memang diperlukan sekali ketabahan dan diperlukan sekali kerelaan untuk mencoba yang baru, yang lainnya.

Sumber:

[[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #13B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org > atau: < TELAGA@sabda.org > ]]

Sumber
Judul Artikel: 
TELAGA - kaset T13B (e-Konsel Edisi 055)

Komentar