Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Sayap Iman
Setiap tahun, pada waktu Natal, anak-anak bangun di malam hari. Mereka berharap bisa mendengar tapak kaki rusa Natal yang berjingkrak perlahan-lahan di atas atap. Tetapi, anak-anak tidak mudah dibohongi. Ketika usia mereka bertambah, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis kepada orang dewasa: "Apakah mungkin Sinterklas terbang dalam kereta salju di udara tanpa mesin atau sayap?" Bila seorang anak menanyakannya kepadaku, saya akan menjawab, "Ya!" Ya, memang mungkin bagi seseorang untuk terbang di udara tanpa bantuan. Itu terjadi padaku pada Desember yang lalu.
Saat itu hari Sabtu di musim dingin yang sangat dingin. Saya seorang dokter dan merawat segala macam pasien. Saya juga membantu proses kelahiran bayi. Selain berpraktik di Hoisington, Kansas, saya juga menjadi anggota dewan lisensi kesehatan negara bagian. Pertemuan-pertemuan kami diadakan setiap dua bulan sekali di Topeka. Pada Sabtu pagi itulah, saya berangkat dari rumah untuk menghadiri pertemuan bulanan itu.
Perjalanan dengan mobil dapat memakan waktu berjam-jam. Jadi, saya naik pesawat terbangku, sebuah Comanche 400, selama 50 menit. Saya sudah mengemudikan pesawat terbang selama bertahun-tahun dan saya merasa sangat nyaman di kokpit. Tapi, ada sesuatu yang berbeda pada Sabtu itu.
Saya memeriksa keadaan cuaca di lapangan udara sebelum naik pesawat terbang. Suhu pada saat itu 20 derajat, dengan hembusan angin dingin 0 derajat. Cuacanya dingin, tetapi itu tidak berbahaya, karena sebelumnya saya sudah pernah terbang dengan cuaca seperti itu. Saya sudah berkali-kali mengadakan perjalanan ke Topeka sehingga saya lebih bergantung pada pilot otomatis. Saya akan memasang instrumen untuk penerbangan langsung ke Topeka. Saya tidak mematikan pilot otomatisnya sampai saya siap untuk mendarat. Itu memberiku waktu untuk membebaskan pikiranku dari masalah pekerjaan selama seminggu. Saya masuk ke dalam suasana hati yang cocok untuk pertemuan dewan lisensi.
Saat itu, langit cerah meskipun cuaca dingin. Saya berangkat dari bandara Great Bend pada pukul 07.15 dan tinggal landas tepat pada saat matahari terbit. Untuk memanaskan kabin pengemudi, saya memasang alat untuk melumerkan salju maupun alat pemanas. Saya naik sampai 1.670 m dan mulai mengatur instrumen-instrumen untuk penerbangan langsung ke Topeka. Saya menyetel GPS (global positioning satellite). Ini berguna untuk mengetahui letak wilayah di dunia melalui satelit. Selain itu, saya menyetel radio ke frekuensi bandara-bandara yang akan kulalui. Saya memilih keadaan yang cocok untuk pemindaiku yang lain dan kupasang pilot otomatis. Lalu, saya bersantai untuk menikmati penerbangan.
Tiga puluh menit selama penerbangan, saya ingat bahwa saya terbang di atas sebuah kota kecil, yakni Herington. Kota itu selalu menjadi tanda bagiku untuk memasang instrumen untuk pendaratan di Topeka. Kusetel radio ke menara bandara Topeka, kudengarkan laporan cuaca, dan kupasang NDB (nondirectional beacon). Saat itu pukul 07.45 dan saya masih memunyai waktu 5-10 menit sebelum mendarat di Topeka. Apa yang terjadi kemudian telah memperbarui imanku tentang mukjizat.
Tiba-tiba, saya bangun. Saya tidak tahu bahwa saya telah tertidur. Tetapi, tiba-tiba saya terjaga. Saat itu pukul 09:30. Saya tidak tahu di mana saya berada dan saya pikir saya masih berada di udara. Dengan penuh kekalutan, saya mulai mengurangi kecepatan mesin dan menurunkan roda gigi untuk mendarat. Saya pikir saya sedang mendekati Topeka. Saya tidak tahu mengapa saya bisa tertidur dalam beberapa detik saja. Bagaimanapun juga, saya harus mencoba. Instrumen-instrumen tidak memberi reaksi atas usahaku. Saya hampir jatuh! Saya menengadah dari papan instrumen dan saya melihat suatu pemandangan yang aneh. Ada sebaris pohon yang setinggi pesawat di hadapanku. Saya melihat ke luar jendela samping dan melihat suatu pemandangan yang lebih aneh lagi. Ternyata, pesawatku berada di tanah. Saya sudah jatuh!
Saya duduk di kabin pengemudi untuk beberapa menit dan kucoba untuk menjernihkan pikiranku. Perlahan-lahan, saya memanjat untuk keluar dari pesawat terbang dan berdiri di sampingnya. Saya sama sekali tidak mengenal pemandangan alamnya. Di manakah saya? Ada peternakan di kejauhan. Saya menuju ke sana.
Petani yang membukakan pintu tidak percaya pada ceritaku. Sebuah pesawat terbang jatuh di ladangnya? Ia tidak mendengar apa-apa. Tetapi, dengan mengulurkan lehernya ke arah yang kutunjuk, ia dapat melihat pesawat terbangku yang rusak di ladangnya. Kedua sayap pesawat terbang terperangkap di pohon. Ia segera mencari pertolongan.
Rupanya, saya tidak berada di Kansas. Sementara kami menunggu datangnya pertolongan, petani itu mengatakan kepadaku bahwa saya berada di Kairo, Missouri. Wilayah ini berjarak 48 km di sebelah utara Columbia [kota terbesar di Missouri tengah, Red.]. Saya tercengang dan segera meminta peta kepadanya. Saya menelusuri jalur dengan jariku. Saya sadar bahwa pesawat terbangku telah terbang langsung melewati Topeka dengan pilot otomatis. Ia terbang membawaku sejauh isi bensin di tangki. Kemudian, pesawat terbang turun dan meluncur dengan indahnya di ladang rumput.
Tetapi, bagaimana? Dan, mengapa? Mengapa saya tidak terbangun? Saya mendapatkan jawaban-jawabannya setelah berada di rumah sakit. Pemeriksaan yang teliti mengungkapkan adanya racun karbonmonoksida yang sangat tinggi di dalam darahku. Pemeriksaan selanjutnya pada pesawat terbangku yang rusak menunjukkan bahwa ada retak di alat peredam suara sebelah kanan. Pada pesawat terbang, alat peredam suara dihubungkan ke sistem pemanasan. Jadi, dengan memasang pemanas di pagi yang dingin itu, saya telah mengisi kabin pengemudi dengan karbon monoksida.
Saya sangat beruntung dapat selamat. Saya pingsan beberapa ratus kaki di atas tanah. Tetapi, saya benar-benar merasa bahwa sejak saat itu Tuhan yang mengendalikan dan membawaku turun dengan selamat. Yang kuderita hanyalah luka gores yang kecil, pergelangan tangan yang patah, dan sakit kepala yang hebat karena asap.
Jadi, begitulah. Bila ada seorang anak bertanya kepadaku perihal kemampuan Sinterklas untuk bisa terbang di waktu Natal, saya hanya akan tersenyum dengan bijaksana. Kadang-kadang, iman yang mengambil alih ketika Anda berada di udara.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli buku | : | The Magic of Christmas Miracles |
Penulis artikel | : | Dr. Bob Frayser |
Penyusun | : | Jamie C. Miller, Laura Lewis, Jennifer Basye Sander |
Penerjemah | : | Bambang Soemantri |
Penerbit | : | PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2002 |
Halaman | : | 199 -- 203 |