Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Yesus Sebagai Konselor Krisis

Edisi C3I: e-Konsel 075 - Kepribadian Konselor Kristen

Salah satu contoh konseling krisis yang kita kenal adalah yang terdapat dalam Yohanes 11. Pasal ini menyebutkan suatu penyakit yang parah, bahaya pribadi, dan kematian orang yang dikasihi.

Ketika Lazarus dari Betania menderita sakit parah, saudara perempuannya mengirimkan pesan kepada Yesus: "Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."

Menurut apa yang tertera dalam Alkitab, Yesus mengasihi Lazarus, Maria, dan Marta. Mungkin lebih dari tempat lainnya, rumah mereka (Lazarus, Maria, dan Marta) yang terletak di dekat Yerusalem adalah tempat dimana Yesus bisa bersantai. Dan saat itu, Yesus tidak segera memenuhi permintaan mereka untuk pergi ke Betania, tetapi Ia tinggal di tempat Ia melayani selama dua hari. Tentu saja, Yesus tahu apa yang akan terjadi di Betania, dan bahkan Ia menggunakan saat-saat krisis itu untuk mengajar murid-murid-Nya (ayat 4,9-15) sebelum mereka menyadari bahwa penyakit Lazarus sudah parah.

Namun, para murid juga menghadapi krisis mereka masing-masing. Hidup Yesus berada dalam bahaya dan begitu juga dengan hidup para murid itu karena mereka memiliki hubungan dengan Yesus, sosok yang diinginkan banyak orang (ayat 8,16). Jika mereka muncul di depan umum, maka risiko yang mereka hadapi adalah kematian yang kejam, tetapi ketika Yesus mengatakan kepada mereka bahwa Lazarus telah meninggal, mereka bersedia menemani Tuhan ke Betania.

Ketika sampai di Betania, mereka melihat pemandangan yang menyedihkan. Banyak saudara berkumpul untuk menghibur saudara perempuan Lazarus, tetapi ketika Marta mendengar bahwa Yesus telah tiba, ia meninggalkan rumahnya dan berlari ke jalan untuk menyambut Yesus. Perhatikan bagaimana Yesus menangani situasi ini:

  • Ia menjelaskan apa yang sedang terjadi kepada para murid-Nya yang bingung (ayat 4,14,15).
  • Ia membiarkan Marta mengekspresikan perasaan dan kebingungannya (ayat 21,22).
  • Ia meyakinkan Marta dengan sikap yang lembut dan menanamkan harapan kepadanya (ayat 23,25,26).
  • Ia mengarahkan Marta untuk melihat Pribadi Kristus (ayat 25).
  • Ia membiarkan Maria mengekspresikan perasaannya, perasaan yang mungkin saja mengandung kemarahan (ayat 32).
  • Ia tidak menghentikan kesedihan orang lain tetapi sebaliknya, Ia mengekspresikan kedukaan-Nya sendiri (ayat 33-36).
  • Ia dengan lembutnya menanggung rasa permusuhan dari orang-orang yang berduka (ayat 37), meskipun hal itu sangat melukai-Nya (ayat 37,38).

Kemudian, Yesus mulai bertindak -- tindakan yang mengubah kesedihan menjadi sukacita, membawa kemuliaan bagi Tuhan, dan menyebabkan banyak orang percaya kepada Kristus (ayat 38-45). Pada kesempatan ini, Yesus tidak mengusir orang-orang yang berkerumun, seperti yang Ia lakukan pada waktu membangkitkan anak perempuan Yairus. Dengan memanggil Lazarus keluar dari kubur, Yesus dengan sangat mantap menunjukkan kemenangan-Nya atas maut, krisis terbesar dari segala krisis. Beberapa hari kemudian ketika diri-Nya sendiri ditangkap, Yesus memikul salib-Nya dengan tenang dan kemudian Dia bangkit kembali. Tidak mengherankan, Rasul Paulus bisa menyerukan kepada jemaat di Korintus bahwa maut telah ditelan dalam kemenangan sehingga orang-orang percaya mendapatkan kepastian hidup setelah kematian, hidup bersama dengan Kristus (1Korintus 15:51-58).

Memang benar bahwa tak seorang pun dari kita bisa membangkitkan orang mati seperti yang dilakukan oleh Yesus, tetapi benar juga bahwa sebagai penolong dalam krisis, kita bisa menggunakan setiap teknik-teknik lain yang digunakan Yesus pada saat menghadapi krisis di Betania. Bahkan tanpa kebangkitan Lazarus, krisis di Betania akan memberikan tujuan yang bermanfaat. Yesus mencoba meyakinkan hal ini kepada para murid (Yohanes 11:4), tetapi mereka dengan jelas tidak menangkap pesan yang disampaikan itu sampai Ia menjelaskannya.

Sumber
Halaman: 
81 - 82
Judul Artikel: 
How To Be a People Helper
Penerbit: 
Regal Books, USA, 1976

Komentar