Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Spiritisme dan Dunia Orang Mati (Bag. 3)
3. BOLEHKAH BERHUBUNGAN DENGAN ROH ORANG MATI?
SEKALIPUN secara jelas Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru
melarang praktek spiritisme yaitu berhubungan dengan arwah/roh orang mati,
para pengajar 'Dunia Orang Mati' (DOM) berargumentasi bahwa hubungan itu
bisa dan boleh dilakukan sekalipun secara terbatas, yaitu 'hubungan dengan
roh orang mati yang merasuk seseorang' dan secara terbatas artinya tidak
'khusus melakukan pemanggilan roh orang mati.'
Sudah jelas dari bagian sebelum ini kita melihat bahwa baik Alkitab
Perjanjian Lama maupun Baru melarang orang berhubungan dengan arwah/roh
orang mati (Dalam konteks Perjanjian Lama, 'arwah' adalah sebutan untuk
roh-roh yang berada di alam maut, tapi juga dimaksudkan dengan roh orang
mati (Dalam Ulg.18:11, 'bertanya kepada arwah' dibedakan dengan 'minta
petunjuk orang-orang mati').
Buku DOM beranggapan bahwa berhubungan dengan roh 'dapat dan boleh' dengan
mengemukakan beberapa alasan sbb.:
-
Yang dilarang adalah untuk meminta petunjuk dan bukan kalau memberi
petunjuk atau menginjili arwah/roh orang mati.
"Perhatikan bahwa yang dilarang oleh Tuhan adalah meminta petunjuk dan bertanya kepada arwah, jadi tidaklah menjadi masalah bila anda memberi petunjuk atau memerintah kepada arwah." (Andreas Samudera, Dunia Orang Mati (DOM), hlm. 35).
Bacaan dalam kitab Imamat menunjukkan bahwa larangan itu ditujukan untuk berhubungan dengan motivasi apapun baik dengan maksud mencari petunjuk maupun memberi petunjuk kepada arwah. Kitab Imamat menyebutkan agar 'Jangan berpaling atau mencari':
"Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan ... Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN Allahmu." (Imm.19:26b,31)
Demikian juga sikap raja Manasye 'berhubungan dengan pemanggil arwah'lah yang dianggap mendukakan Tuhan:
"Bahkan, ia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. ia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit hatiNya." (2.Raj. 21:6)
Bila berhubungan boleh asalkan dengan tujuan 'memberi petunjuk atau memerintah arwah, asalkan bukan meminta petunjuk,' tentunya pemusnahan semua pemanggil arwah agaknya berlebihan bukan? Sebab bukankah dalam hal ini para pemanggil arwah mempunyai 50% 'boleh' (memberi petunjuk pada roh) disamping 50% 'tidak' (meminta petunjuk dari roh)?
"Seorang ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup." (Kel.22:18)
"Dan Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal." (1.Sam. 28:3b)
"Para pemanggil arwah, dan para pemanggil roh peramal, juga terafim, berhala-berhala dan segala dewa kejijikan yang terlihat di tanah Yehuda dan di Yerusalem, dihapuskan oleh Yosia dengan maksud menepati perkataan Taurat yang tertulis dalam kitab yang telah didapati oleh imam Hilkia di rumah TUHAN." (2.Raj.23:24)
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa para petenung dibasmi bukan karena mereka 'memberi kesempatan meminta petunjuk kepada arwah tetapi karena mereka memanggil arwah' apapun motivasinya!
Tidak semua pemanggil arwah melakukan pekerjaan untuk meminta petunjuk kepada arwah, ada yang hanya melakukan usaha memberi petunjuk atau memerintah arwah, seperti penyembahan nenek moyang yang tujuannya agar roh nenek moyang tinggal tenang dan bahagia di alam baka, atau mempraktekkan keduanya. Ada tenungan yang disebut 'black magic' tetapi ada juga yang disebut 'white magic.'
Karena itu bila 'meminta' saja yang dilarang, dan 'memberi' boleh, tentunya para nabi dan raja tidak perlu susah-susah membasmi semua 'penghubung arwah' sebab diantaranya ada yang berjasa dalam membuka kemungkinan untuk 'memberi petunjuk atau menginjili roh orang mati' bukan? - Alasan kedua yang diajukan adalah soal larangan dalam Alkitab:
Adanya larangan menghubungi arwah dianggap membuktikan bahwa hubungan itu dapat dilakukan:
"Adanya larangan untuk meminta petunjuk kepada arwah, menunjukkan bahwa praktek ini sebenarnya dapat dilakukan. Buat apa larangan dikeluarkan bila memang yang dilarang itu tak mungkin dilakukan? Misalnya seorang menaruh tulisan 'Dilarang Masuk' di pintu, itu berarti bila ada orang yang nekad melanggarnya, pintu itu tentu dapat dimasuki." (DOM, h.21)
Cara berfikir yang sederhana dalam kutipan di atas menunjukkan cara penafsiran Alkitab yang sangat harfiah dan tekstual dan kurang memperhatikan konteks Alkitab dan kompleksnya ilmu sastra. Larangan berhubungan dengan arwah tidak mesti berarti 'tidak bisa berhubungan' sehingga mestinya 'dapat dan boleh berhubungan,' soalnya memang bila ada pintu yang diberi tulisan 'Dilarang Masuk' tentu tidak berarti bahwa pintu itu tidak bisa dimasuki. Bisa dimasuki tapi tidak boleh masuk. Perlu disadari bahwa contoh larangan itu tidak mewakili semua larangan!
Kalau ada 'botol racun' yang diberi label 'Dilarang Minum' memang kita dapat meminumnya (siapa dapat menghalangi?), tetapi apa hasilnya? Orang yang minum langsung mati! Demikian juga bila ada pintu bertuliskan 'Dilarang Masuk' bisa-bisa ditulis demikian karena di dalamnya ada anjing galak yang akan menerkam siapapun yang berani masuk, parahnya si anjing menerkam jauh lebih cepat daripada kemunculan si pemilik rumah.
Kelihatannya contoh ini lebih mewakili larangan berhubungan dengan arwah karena dari konteks Alkitab kita ketahui belum pernah ada yang berhasil dalam berhubungan dengan roh orang mati (soal Saul di Endor dibahas kemudian), yang ada adalah perjumpaan dengan 'roh-roh kegelapan' yang siap menerkam mereka yang menghubunginya! Dalam pelayanan para Nabi, Yesus dan para Rasul belum pernah ada contoh atau petunjuk yang menjurus bahwa hubungan dengan roh orang mati itu mungkin, yang ada adalah hubungan dengan roh-roh kegelapan dan roh Iblis yang berkeliaran dalam jumlah banyak (legiun) di alam maut yang perlu ditengking keluar dalam nama Tuhan Yesus bila merasuk tubuh orang hidup! - Alasan ketiga mempertanyakan pengalaman praktek pelepasan
Bagaimana dengan praktek pelepasan yang menjumpai adanya roh orang mati yang merasuk seseorang?
Dari buku 'Dunia Orang Mati' kita dapat membaca ada beberapa contoh kasus dimana roh orang mati merasuk seseorang dan mendatangkan penyakit-penyakit. Tetapi bila kita mengamati dengan jelas, pengakuan yang menunjukkan bahwa yang bersuara itu adalah 'roh orang mati' tidak dibuktikan secara teliti atau melalui verivikasi biodata roh. Hanya dengan dialog beberapa baris pengakuan 'roh' itu begitu saja dipercaya dan diterima sebagai benar (bandingkan ini dengan 'mendengar suara Tuhan' (hearing God's voice) dimana visualisasi/suara-suara tentang situasi surga atau akhir zaman diterima begitu saja secara mentah dan sampai sekarang terbukti suara-suara itu menipu!). Demikian juga pertanyaan yang diajukan pada 'roh' itu cenderung bersifat sugestip/mengarahkan:
Satu kasus menyebutkan seorang ibu dirasuk roh yang mengaku anaknya yang mati waktu kecil. Ketika diarahkan dengan pertanyaan yang menyebut bahwa ia mestinya ada di surga (pertanyaan yang didasarkan kesaksian Marietta Davis bahwa roh anak di bawah umur dibawa ke surga untuk dibesarkan dan dididik), roh itu menjawab bahwa ia disekolahkan disana seperti sekolah minggu ... ketika disuruh kembali ke surga roh itu keluar dari tubuh siibu demikian juga keluar roh kakek, nenek dan beberapa roh lain. (DOM,h.18-19)
Kita dapat melihat dari kasus ini betapa 'roh' itu begitu mudah keluar masuk surga hanya dibawa oleh omanya, demikian juga begitu mudahnya roh-roh kakek, nenek dan lainnya bisa keluar masuk tubuh manusia. Contoh ini menunjukkan kesamaan dengan ajaran 'spiritisme' dan 'reinkarnasi' betapa roh di alam maut dianggap mengalami 'evolusi rohani' dan bisa dengan mudahnya keluar masuk ke tubuh manusia, dan ini didasarkan pada pengalaman pribadi Marietta Davis dan bukan bukti Alkitabiah.
Kasus lain menyebutkan seorang ibu muda yang sekarat karena kanker di lidahnya. Penulis buku itu berdoa dengan meminta Yesus menyembuhkan ibu itu dan membawanya ke hadirat Tuhan, dan ibu itu meninggal (DOM, h.40-41). Kasus ini menunjukkan praktek doa 'inner healing' dimana sipendoa memanipulasi Tuhan Yesus untuk melakukan suruhan manusia, Pendoa menjadi mediator penebusan Allah bahkan mampu menyelamatkan orang dari alam maut ke hadirat Tuhan, sebab dikatakan:
"Rupanya ia mengalami perubahan tingkat, dari alam maut naik ke dunia orang hidup, lalu naik terus sampai ke hadirat Tuhan, setelah saya doakan." (DOM, h.41)
Contoh doa inner healing lainnya yang menjadikan Tuhan Yesus sebagai 'pesuruh' dapat dilihat dalam kasus berikut: Seorang nona sedih karena ibunya yang Islam belum bertobat ketika mati. Ia diajak berdoa untuk meminta Tuhan Yesus untuk turun ke dunia orang mati mengampuni dan menolong roh ibunya agar tidak masuk ke neraka. (DOM, h.58)
Memang terapi inner healing memberikan kelegaan sesaat melalui doa visualisasi semacam itu tetapi jelas ini suatu manipulasi oknum Yesus yang dicampur aduk dengan doa untuk orang mati yang dipraktekkan dalam ajaran Roma Katolik. Dalam kasus ini kita melihat betapa pendoa 'inner healing' mampu mengubah status orang yang mestinya masuk neraka untuk berubah menjadi masuk ke sorga melalui doa visualisasinya.
Hampir semua kasus penyakit seperti Ayan, Banci, Homosex dan Lesbian dikaitkan dengan masa kecil dan dianggap kerasukan roh orang mati. Padahal dunia medis menunjukkan bahwa homoseksual dan lesbian itu akar penyebabnya bervariasi. Dalam salah satu contoh lesbi, disebutkan penyebabnya: "Jadi dalam hal ini ada tiga jenis roh yang bekerjasama: roh orang hidup, yaitu transfer spirit; roh setan yang menguasai lesbianisme dan satu lagi, roh orang mati laki-laki. (DOM, h.72)
Tidak salah kalau penginjil yang mempraktekkan hal-hal demikian berlaku sebagai 'dukun' dimana pasien akan sangat bergantung karena tentu masih banyak roh-roh lainnya yang perlu diusir. Dalam kebaktian pelepasan biasanya disebutkan dan didoakan puluhan bahkan lebih dari seratus jenis roh yang diusir, dan konsep roh disini kacau karena ada roh pribadi, roh sifat, juga roh yang bisa ditransfer dan lain-lain.
Ada kasus menarik lagi tentang Nina yang: mengalami tekanan batin dan beberapa kali ingin membunuh diri. Ia dianggap dirasuk roh kakak laki-laki sejak dikandungan ibunya. Yang menarik untuk dicatat adalah kakak itu mati waktu masih bayi tapi roh bayi itu bisa berdialog dengan penginjil, bahkan kemudian bayi ini mengatakan "Di surga ada gedung gereja yang bagus!" (DOM, h.91) Bayangkan ada roh bayi bisa belajar bahasa di alam roh dan bisa berdialog seperti orang dewasa, suatu bukti ajaran evolusi spiritisme yang diberi jubah Kristen, dan menarik untuk dicatat bahwa di surga masih diperlukan adanya gedung gereja!
Kasus lain yang perlu diamati adalah 'roh yang tidak tahu tetapi tahu.' Seorang Lesbian kerasukan roh 'Johny' dan ketika ditanya "Kamu masuk sejak kapan di tubuh Surti ini?" jawabya "Tidak tahu." Tetapi, ketika diberikan pertanyaan yang sugestip/mengarah "Dari sejak Surti dalam kandungan?" Ia mengangguk. (hlm.72-73)
Bagaimana roh orang mati bisa 'tidak tahu' kemudian begitu saja jadi 'tahu' setelah diarahkan?
Contoh yang mirip diucapkan Andereas Samudera (AS) dalam seminar DOM-2 di Bandung (Agustus 1999) dimana terjadi dialog dengan roh orang mati bernama 'Opung Napitupulu' (ON) yang tidak tahu Allah itu apa tetapi tahu apa artinya penginjilan dan keselamatan:
ON : Engkau siapa?
AS : Aku hambanya Allah yang mahatinggi
ON : Apa itu?
AS : Aku hambanya Tuhan Yesus, aku pendeta penginjil.
ON : Oya bagus engkau bekerja baik-baik supaya banyak orang diselamatkan.
Dari contoh-contoh kerasukan 'roh orang mati' kita patut bertanya benarkah itu roh orang mati? atau sekedar sandiwara roh-roh di udara? Seperti yang diungkapkan Verkuyl, banyak dukun pemanggil arwah yang bertobat menjadi Kristen mengaku bahwa sebenarnya bukan roh orang mati yang muncul tetapi tipu muslihat roh atau dukun, dan tepatlah apa yang diucapkan oleh Verkuyl:
"Ingin kami kemukakan lagi ialah betapa uraian-uraian dalam buku-buku Neo-spiritist itu tentang kehidupan sesudah mati, tak ubahnya seperti obrolan tukang-tukang beca saja.'Pemberitaan-pemberitaan oleh arwah orang-orang mati' itu, sebagaimana diteruskan oleh para medium, sering demikian dangkal dan sepi nilai, sehingga kita terheran-heran mengapa masih ada lagi orang-orang yang mau mendengar kepada omong kosong - omong kosong seperti itu. (Verkuyl, Spiritisme dalam 'Gereja dan Aliran Modern., h.75-76).
Dari contoh-contoh di atas kita melihat ajaran Dunia Orang Mati (DOM) mempunyai konsep mengenai 'roh' yang kacau yang mencerminkan pengaruh spiritisme dan ajaran reinkarnasi, dan sekalipun dikatakan untuk 'menginjili roh orang mati' tetapi keterbukaan menerima kebenaran spiritisme membuka luas kearah praktek spiritisme yang sebenarnya! Bukankah akan lama sekali menunggu kasus 'kerasukan arwah' padahal jumlahnya sudah semilyaran arwah orang mati? maka berikutnya tentu 'akan dipanggillah roh-roh orang mati untuk diinjili!' atau malah ada 'KKR' di 'DOM' bukan. Ini hal yang sudah dekat sebab ajaran DOM mempercayai bahwa 'membangkitkan orang mati' itu sama artinya dengan 'memanggil roh orang mati itu agar kembali masuk ketubuhnya semula!'