Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Berhikmat
Edisi C3I: e-Konsel 224 - Mengisi Tahun yang Baru dengan Bijak
Diringkas oleh: Sri Setyawati
Langkah pertama mengalami bimbingan Tuhan adalah dengan memahami bahwa Allah membimbing melalui hikmat dan pengertian. Untuk mengetahui kehendak Allah, kita memerlukan hikmat. Secara paradoks, Alkitab berkata bahwa untuk menjadi berhikmat, Anda harus sudah berhikmat. Anda perlu hikmat untuk menumbuhkan hikmat. Orang-orang yang tidak berhikmat (bebal) tidak dapat memperoleh hikmat karena mereka tidak memiliki fondasi untuk menjadi berhikmat. Orang yang memiliki hikmat akan semakin berhikmat, karena dia menyadari nilai hikmat dan mencarinya (Amsal 1:5). Sebaliknya, orang bodoh percaya bahwa ia memiliki pengetahuan yang cukup. Ia meremehkan kerendahan hati dalam mencari koreksi atau hikmat dari sumber lain (Amsal 1:22-33; 26:12).
Sayangnya, manusia secara natural terlahir bodoh (Amsal 22:15). Kabar baiknya, Allah mengutus Kristus untuk menebus dosa kita dan memalingkan kita ke arah cahaya Allah. Roh Kudus yang Dia curahkan pada kita yang percaya memampukan kita untuk memohon keselamatan dan kemurahan yang mentransformasi hati kita yang bodoh menjadi berhikmat. Jika Anda bersujud kepada Kristus dan memercayakan keselamatan Anda kepada-Nya, Anda dapat menjadi berhikmat dan merefleksikan hikmat Allah. Sekalipun mungkin Anda masih muda, tidak berpengalaman, tersesat jauh dari Allah, mungkin Anda seorang pecandu, miskin, tidak dihormati, atau apa pun; Anda tetap bisa mendapatkan hikmat jika Anda berserah kepada Allah. Jika Anda tidak menundukkan hati kepada Kristus sebagai Juru Selamat dan tidak menerima Dia sebagai Tuhan atas hidup Anda, Anda akan tetap tinggal dalam kebodohan dan berada dalam kondisi diri yang bebal selama-lamanya. Tuhan tidak menghendaki keadaan seperti ini. Oleh karena itu, setiap orang diundang untuk berpaling, mendengar, dan menjadi berhikmat. Sekali kita menerima Kristus dan bertobat dari dosa kita, kita dapat mulai menikmati pertumbuhan yang progresif dalam hikmat, pengertian, dan pertimbangan.
Pengabdian yang Progresif kepada Allah
Setelah bertobat, kita harus mengabdikan hati kita kepada Allah secara terus-menerus. Kita harus bersedia menerima teguran, nasihat, dan disiplin Allah (Amsal 1:23; 3:11-12). Ketika orangtua, pasangan, rekan kerja, atau saudara seiman mendapati Anda berbuat dosa, bagaimana Anda menanggapinya? Apakah Anda menyalahkan providensi Allah? Ketika Anda mengalami akibat dari kebodohan Anda sendiri, apakah Anda menyalahkan orang lain, menjadi fatalis, atau mengalami kepahitan? Seseorang yang ingin menjadi berhikmat harus mendengar, belajar, dan bersyukur kepada Allah atas koreksi meskipun hal itu diberikan melalui penyingkapan kejahatan yang tersembunyi dalam hati. Berdasarkan artikel "Proverbs and the Art of Persuasion" yang ditulis oleh Dr. George Schwab, jika ditinjau secara antropologi, sasaran Amsal adalah 'hati'. Dr. Schwab menguraikan kebenaran bahwa hati merupakan organ rohani sehingga darinya keluar hikmat dan kebodohan, hidup dan mati. Kesadaran hati dan rasa takut akan Allah menghasilkan pertumbuhan hikmat yang mantap. Pertumbuhan semacam ini terbuka bagi setiap kita yang berada di dalam Kristus -- saat kita mengizinkan Dia membersihkan dan memperbarui hati kita untuk mengasihi Dia.
Anda Harus Mencarinya
Kitab Amsal memberitahu hal-hal yang harus kita lakukan untuk menambah hikmat, agar sungguh-sungguh menginginkannya dan mengejarnya secara konsisten. Kita harus mendapatkannya, mendengarkannya, dan menyimpannya.
Diringkas dari:
Judul asli buku | : | Step by Step: Divine Guidance for Ordinary Christians |
Judul buku terjemahan | : | Selangkah demi Selangkah: Bimbingan Ilahi bagi Setiap Orang Kristen |
Judul asli artikel | : | Bagaimana Menjadi Berhikmat |
Penulis artikel | : | James C. Petty |
Penerjemah | : | Trivina Ambarsari |
Penerbit | : | Penerbit Momentum, Surabaya, 2002 |
Halaman | : | 177 -- 188 |