Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Empati, Karakter Baik yang Jarang Dimiliki Orang

Di sebuah sekolah, sekelompok anak sedang berkumpul di taman sekolah sambil menunggu bel masuk berbunyi. Di antara mereka ada seorang anak bernama Donita yang sedang bersemangat menceritakan tentang sepatu barunya, yang harganya sangat mahal, indah, dan dibeli orang tuanya dari luar negeri. Dia menceritakan bagaimana nyamannya memakai sepatu itu, ia bisa berlari ke sana kemari dengan nyaman dan leluasa dan merasa sangat bergembira setiap kali melangkah. Di antara anak-anak itu ada seorang anak perempuan, sebut saja namanya Fany, dia baru saja mengalami musibah dan kehilangan sepasang kaki. Sekarang dia tidak lagi punya kaki, dan duduk di kursi rodanya. Karena dia tidak punya kaki, tentu dia tidak akan pernah lagi bisa memakai sepatu. Mendengar cerita temannya, Fany hanya bisa melihat ke arah kakinya yang sekarang tidak ada lagi di tempatnya.

Dari cerita ilustrasi di atas, menurut Anda, bagaimana reaksi Fany selanjutnya? Apakah ia akan bersedih karena teringat kembali bahwa ia baru saja kehilangan sepasang kaki? Ia tidak bisa lagi memakai sepatu, dan yang paling parah adalah menyadari bahwa ia sekarang telah menjadi orang cacat, tidak bisa lagi berjalan, dan berlari.

Orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih adalah seperti orang yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada luka. (Amsal 25: 20).

Tokoh Donita dalam cerita ilustrasi di atas adalah seorang anak yang seperti “orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih”, sementara Fany adalah seperti orang yang “lukanya diberi cuka”. Luka saja sudah cukup membuat pedih, apalagi jika diberi cuka pasti akan terasa lebih sakit sekali.

Donita, adalah gambaran untuk orang yang tidak punya empati. Lantas, apa itu Empati?

Empati, adalah salah satu karakter yang sering dilupakan, karena itu adanya di dalam hati dan sulit terlihat, karena hanya samar terlihat dan hanya hati yang dapat merasakan. Karakter ini tidak seperti karakter-karakter lain yang bisa dengan mudah terlihat oleh orang lain seperti rajin, tepat waktu, pemurah (mau berbagi), kreatif, dan sebagainya.

Empati didefinisikan sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. (Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 111)

Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. (Hodges, S.D., & Klein, K.J. (2001). Regulating the costs of empathy: the price of being human. Journal of Socio-Economics.)

Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Rasul Paulus mengajak jemaat Kristus agar dalam hidupnya memiliki empati:

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! (Roma 12:15).

… Sehati sepikirlah kamu, … (2 Korintus 13:11)

Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita. (1 Korintus 12:26).

Donita seharusnya memiliki kepekaan bahwa temannya sedang bersedih mengenai keadaan kakinya, semestinya ia dapat berempati dan bisa sehati dan sepikir dengan tidak merayakan hal-hal yang berkaitan dengan kaki di depan orang lain yang sedang kehilangan kaki. Kehilangan anggota badan adalah hal yang menyedihkan, bagi seseorang mungkin akan memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk bisa menerima keadaan itu dan butuh waktu yang lama untuk mulai bisa terbiasa dengan keadaan tersebut.

Tips untuk orang yang berada pada pihak sebagai orang yang “lukanya diberi cuka”

Cerita Donita mungkin akan membuka kembali ingatan Fany akan kesedihannya kehilangan kaki. Untuk beberapa saat Fany mungkin kesulitan kembali untuk melupakan kesedihannya yang belum sirna, dan karenanya ia akan kembali jatuh lagi pada perasaan sedih yang lebih teramat sangat, yang menyesakkan dada, dan menyayat hati. Seperti luka yang masih mengganga, belum sempat mengering, lalu disiram cuka. Rasa sakit akan kesedihannya terasa lebih parah dari yang sebelumnya telah ia rasakan. Setidaknya Fany seharusnya tidak akan kembali merasakan kesedihan ini jika Donita tidak menyulutnya untuk kembali meledak di dalam dada. Fany sedang berusaha sekuat tenaga untuk secara berangsur-angsur berupaya melupakan kesedihannya dan mulai menerima keadaan itu dengan ikhlas. Dalam situasi itu, bagaimana Fany semestinya meresponi hal tersebut?

Sekali lagi, mengingat pada ucapan rasul Paulus:

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, … (Roma 12:15).

Bersukacitalah senantiasa. (1 Tesalonika 5:16).

.. hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, …Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; (Filipi 2:2-3)

Jadi, respon yang tepat untuk Fany dan seperti yang diharapkan pada pengikut Kristus lainnya adalah “Bersukacitalah!”. Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan bersukacitalah senantiasa. Anggaplah orang lain lebih utama, dan sehati sepikirlah dengan dia (Donita). Perasaan sukacita orang lain tersebut tempatkan lebih penting daripada perasaan kesedihan yang ada dalam diri sendiri.

Ketika kita berusaha untuk bersukacita, kiranya Tuhan pun akan memampukan kita untuk bisa (ikut/kembali) bersukacita dan melupakan kesedihan kita sendiri.

Tuhan Yesus memberkati.

Sumber
Judul Artikel: 
Empati, Karakter Baik yang Jarang Dimiliki Orang
Pengarang: 
Tidak dicantumkan

Komentar