Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Memahami Kebangkitan
Edisi C3I: Memahami Kebangkitan
Kebangkitan Yesus Kristus dari maut mengubah segalanya -- bagi Dia dan bagi kita. Kebangkitan-Nya dari maut "bukan sekadar peristiwa besar dalam sejarah, tetapi kisah yang terjadi dalam sejarah dengan kuasa dari 'dunia lain'. Kisah ini berhubungan dengan awal penciptaan; dan Injil adalah kabar baik bahwa Tuhan sedang menciptakan dunia yang baru."
Tubuh Baru yang Mulia
Kebangkitan Yesus tidak hanya berarti bahwa Yesus hidup, tetapi Dia hidup dengan maksud khusus. Dia tidak hanya hidup dalam roh, tetapi juga dalam tubuh kemuliaan-Nya -- hidup dalam seluruh kemanusiaan-Nya. Kebangkitan-Nya berarti berakhirnya kuasa maut. Kebangkitan Kristus juga menyatakan penebusan dosa manusia dari sakit-penyakit, penderitaan, dan kematian, mulai sekarang dan sampai selamanya.
Kristus telah menebus kita pada wilayah yang tepat yaitu tubuh jasmani kita. Tubuh jasmani kita merupakan sesuatu yang sangat kita sayangi, akan tetapi tubuh juga membawa dukacita karena keinginan-keinginan daging, sumber rasa sakit, kelemahan, serta kematian, dialami di dalam tubuh. Di atas semua pergumulan -- duniawi, ragawi, serta kekalahan, berita kebangkitan-Nya memampukan Paulus untuk berseru dengan lantang, "Karena kami tahu bahwa jika kemah, tempat kediaman kita di bumi ini dirobohkan, kita memiliki sebuah bangunan dari Allah, sebuah rumah yang tidak dibuat dengan tangan, yang kekal di surga" (2 Korintus 5:1).
Empat Maksud Kebangkitan
Untuk melihat lebih dekat maksud dan dampak kebangkitan Yesus, kita harus bisa melihat pengaruhnya terhadap Yesus sendiri. Hal ini tidak hanya memberi ganjaran atas ketaatan-Nya sampai mati (Filipi 2:8), tetapi juga menyatakan kuasa kebangkitan-Nya untuk menyelamatkan umat manusia (Matius 28:18-20).
1. Kebangkitan Mengubah Perwujudan Diri Yesus
Kebangkitan Yesus mengubah keberadaan-Nya menjadi Perantara; sebagai Allah sekaligus manusia. Dalam tubuh jasmani-Nya, "Ia membuat diri-Nya tidak memiliki apa-apa dan menghambakan diri sebagai budak untuk menjadi sama dengan rupa manusia" (Filipi 2:7), Dia "menjadi serupa dengan manusia yang berdosa" (Roma 8:3), berbagi dengan kita dalam kelemahan, rasa sakit, dan kematian secara "daging". Namun, dengan kebangkitan-Nya semuanya berakhir. Sejak saat itu, Dia yang adalah "keturunan Daud", ditetapkan sebagai yang pertama dan untuk selamanya, sebagai "Anak Allah yang berkuasa" (Roma 1:3-4). Penyebutan Anak di sini tentu saja bukanlah penyederhanaan konsep keilahian Tuhan, melainkan penggambaran tubuh jasmani-Nya yang berubah dari lemah menjadi kuat saat kebangkitan-Nya. Inilah perubahan dari eksistensi kedagingan, ketergantungan, dan kerapuhan menjadi keadaan baru, yang terbebas dari keterbatasan dan kerentanan sebelumnya.
Kisah kebangkitan Yesus merupakan kabar baik bagi kita semua (Roma 1:1), karena Dia sekarang hidup sebagai Perantara untuk membagikan hidup baru-Nya dengan kita, hidup baru yang telah Dia menangkan bagi kita melalui penderitaan dan kematian-Nya. Melalui kebangkitan-Nya, Dia datang menjadi Tuhan. Dia dinyatakan sebagai Anak Allah yang berkuasa "menurut Roh kekudusan" (Roma 1:4). Dia sendiri dalam tubuh manusia-Nya yang dibangkitkan, diliputi oleh Roh Allah sehingga Dia mampu menghadirkan kuasa yang menyelamatkan; kasih karunia Allah yang telah Dia menangkan bagi kita.
Paulus menunjukkan karya dan cara kerja Kristus ketika dia berbicara kepada orang-orang di Korintus tentang kebangkitan Yesus. Paulus berkata, "Adam yang terakhir (Yesus Kristus) menjadi roh yang memberi hidup (Roh Kudus)" (1 Korintus 15:45). Hal ini diperkuat lagi dengan pernyataan Paulus dalam 2 Korintus 3:17, "Tuhan adalah Roh dan di tempat Roh Tuhan hadir, di sana ada kemerdekaan." Dari ayat tersebut kita melihat Kristus bangkit menjadi kepala yang mengubah umat-Nya, dari satu kemuliaan ke kemuliaan berikutnya oleh kuasa Roh-Nya (2 Korintus 3:18).
2. Kebangkitan Menggenapkan Seluruh Penetapan Yesus bagi Diri-Nya Sendiri
Yesus sering membuat pernyataan tentang diri-Nya, yang bagi orang lain kadang diartikan sebagai hujatan. Bahkan, pernyataan-Nya mengesankan Dia makhluk surgawi, pencemooh ketus, atau orang sinting karena Dia berbicara dan bertindak dengan penuh kewibawaan, mengampuni dosa, menjadikan diri-Nya sebagai pusat pengajaran-Nya, memberitahukan bahwa Dia akan mengurbankan diri-Nya demi keselamatan dunia, menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Terakhir, Dia menubuatkan bahwa pada hari ketiga, Dia akan bangkit dari maut untuk mengambil tempat di sebelah kanan Allah.
Kebangkitan Yesus tidak hanya berarti bahwa Yesus hidup, tetapi Dia hidup dengan maksud khusus.
Tampaknya Dia benar-benar ditentukan oleh Allah dan dinyatakan dengan "hal-hal ajaib, mukjizat-mukjizat, dan tanda-tanda" (Kisah Para Rasul 2:22), tetapi semuanya tampak terbalik melalui kengerian salib. Seperti ada tertulis terkutuklah orang yang "digantung di kayu salib" (Ulangan 21:22-23). Serupa dengan hal itu, dalam pelayanan-Nya, Yesus menegaskan hubungan istimewa-Nya dengan Allah. Dia menyatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya (Matius 11:27) dan Dia sendiri adalah Anak yang tidak ada seorang pun yang dapat menyamai-Nya (Markus 12:6; 13:32; Yohanes 5:17-27). Salib tampaknya berarti penolakan Allah terhadap Yesus, dan faktanya Yesus menderita karena ditinggalkan Allah (Matius 27:43-46). Akan tetapi, kebangkitan Yesus adalah pengakuan Allah atas-Nya di hadapan surga, bumi, dan neraka. Bahkan, ini melebihi peristiwa baptis di Sungai Yordan atau saat Dia dimuliakan di atas gunung. Pada minggu pagi Paskah pertama, Bapa akhirnya menegaskan, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan" (Matius 3:17). Dalam peristiwa hebat itu, Dia menyatakan di depan umum kepada Kristus, "Engkau adalah Anak-Ku. Hari ini, Aku telah menjadi Bapa-Mu." (Kisah Para Rasul 13:33)
Inilah penekanan utama dalam pengajaran para rasul (Kisah Para Rasul 2:24, 32, 36; 3:13, 15; Roma 10:9; 1 Korintus 6:14; 15:15; Galatia 1:1; 1 Petrus 1:21). Benarlah bahwa kebangkitan Kristus adalah karya Allah Tritunggal -- Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Yohanes 10:17-18; Roma 1:4; 8:9-11). Oleh karena itu, Petrus dan para rasul lainnya menekankan bahwa kebangkitan Yesus bukanlah tindakan yang dilakukan Yesus sendiri dan bukan mukjizat yang Dia tunjukkan karena kuasa-Nya yang luar biasa. Jika benar demikian, kejadian itu bisa dikatakan seperti "kuasa Iblis" (Matius 12:24). Akan tetapi, karena Bapa sendiri menjadi penggagas utama kebangkitan Yesus, seluruh kritik terjawab. Allah sendiri yang memeteraikan peristiwa ini.
Jika Yesus adalah seorang fanatik atau penipu, Bapa tidak akan memedulikan-Nya. Namun, Dia yang pernah menjadi Anak Allah dalam kelemahan, kini menjadi Anak Allah yang berkuasa (Roma 1:3-4; Matius 28:18) melalui kebangkitan-Nya dari maut. Paulus, saksi terakhir yang ditemui Yesus, akhirnya percaya kepada-Nya (Kisah Para Rasul 9:3; 1 Korintus 15:8; 2 Korintus 4:6; 1 Timotius 1:12-17).
3. Kebangkitan Menandakan Kemenangan Yesus yang Sempurna
Bapa membangkitkan Yesus dari maut bukan hanya karena Dia Anak-Nya, tetapi juga karena Dia telah melaksanakan tugas-Nya, menyelesaikan pekerjaan-Nya, dan menggenapkan kurban penebusan-Nya. Yesus dibangkitkan bukan semata-mata karena Dia sebagai Anak melainkan juga sebagai Perantara -- mewakili umat-Nya dalam kapasitas yang luas dan bukan untuk pribadi tertentu. Dia benar-benar "Adam yang terakhir", "manusia kedua" (1 Korintus 15:45-47). Oleh karena itu, lewat kematian-Nya di kayu salib, Dia diperlakukan Bapa sebagai wakil umat Allah di segala zaman. Dalam kapasitas itu, hukuman atas segala dosa kita dilimpahkan kepada-Nya; Dia sendiri "telah menanggung dosa kita pada tubuh-Nya di kayu salib" (1 Petrus 2:24).
Penebusan itu bukan hanya untuk sebagian dosa kita, tetapi seluruhnya. Allah mampu mengampuni segala dosa. Sebagai seseorang yang menggantikan tempat kita, memikul tanggung jawab dosa kita, Yesus berada di bawah kuasa maut. Akan tetapi, kebebasan-Nya dari maut (Kejadian 2:17; Roma 6:23) menunjukkan bahwa harga penebusan sudah dibayar lunas, dosa telah ditanggung dan dilenyapkan (Imamat 16:15, 20-22), penebusan sempurna telah diberikan dan diterima. Hal ini memberi kita wawasan yang lebih mendalam tentang perkataan Petrus pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:24). Jika Allah yang Mahaadil mustahil membebaskan Yesus karena penebusan tidak dibayarkan, mustahil pula Allah yang Mahaadil tidak membebaskan-Nya setelah kehendak Allah dipenuhi. Hal itu "mustahil" bukan karena mempertimbangkan kuasa Kristus atau Allah, tetapi karena keadilan Allah. Tidak mungkin Yesus harus tetap berada dalam kuasa maut sebagai hukuman atas dosa, padahal Dia telah melenyapkan semua dosa dan membayar lunas dosa. Mustahil jika kebangkitan tidak terjadi. Kebangkitan-Nya adalah murni karena keadilan Allah. Penebusan menegaskan kebangkitan sebagaimana kebangkitan mengesahkan penebusan. Belajar dari pengertian ini, pengarang Ibrani menyimpulkan bahwa pengurbanan Yesus dilakukan sekali dan berlaku untuk selamanya (Ibrani 10:12, 14).
4. Kebangkitan Yesus Adalah Janji dan Kuasa Kebangkitan Kita Sendiri
Kebangkitan Kristus adalah janji sekaligus awal kebangkitan kita. Dalam 1 Korintus 15, Paulus menggambarkannya dengan mengingat upacara Perjanjian Lama tentang buah sulung dari hasil panen, lalu menjelaskan konsep ini menggunakan dua istilah, "yang buah sulung dari semua orang percaya yang telah mati" dan "Adam yang terakhir". Kebangkitan Kristus bukan sekadar janji akan kebangkitan kita, tetapi kebangkitan itu sendiri adalah awal kebangkitan kita!
Inilah sumber sukacita dan keyakinan Kristen. Ayat 20 menyatakan bahwa buah sulung adalah bagian dari seluruh hasil panen. Inti ajaran Paulus adalah adanya hubungan organik dan kesatuan, antara buah sulung dan hasil panen selanjutnya; yang satu tidak bisa dipisahkan dari yang lain. Kebangkitan-Nya bukan hanya mengawali kebangkitan kita, tetapi kebangkitan kita merupakan bagian dari kebangkitan-Nya juga.
Kuasa Allah yang tanpa batas dalam Kristus adalah kuasa yang dibeli dalam kelemahan, tetapi dianugerahkan tanpa batas (Matius 28:18). Paulus menyebutkan kuasa yang akan membangkitkan tubuh rohani kita pada Hari Terakhir sebagai kuasa Kristus (Filipi 3:20-21), kuasa Roh (Filipi 3:20-21), kuasa Bapa (1 Korintus 6:14; dan 2 Korintus 4:14). Kesamaan dari pernyataan-pernyataan tersebut adalah bahwa kuasa kebangkitan orang percaya sangat erat hubungannya dengan kuasa kebangkitan Kristus. Kebangkitan Kristus dan umat-Nya membentuk kesatuan yang tidak dapat dihancurkan. Itulah sebabnya kebangkitan kita adalah sebuah harapan pasti.
Dalam 1 Korintus 15:25-26, Paulus memberikan pemahaman khusus bahwa Kristus berkuasa atas sejarah dunia yang hancur sampai Allah "meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya" dan bahwa "Musuh terakhir yang akan dibinasakan adalah kematian". Paulus menjelaskan bahwa maut bukanlah musuh kita karena Kristus telah membayar lunas dosa kita. Dengan demikian, maut tidak lagi berkuasa atas kita. Sebaliknya, Kristus berkuasa atas maut. Dalam pertarungan terakhir melawan maut, Kristuslah yang berjaya karena Dia memiliki kuasa dan kewenangan dalam tangan-Nya. Dia tidak akan membiarkan karya-Nya di Kalvari sia-sia. Kristus yang telah dibangkitkan, hidup untuk menegaskan arti penebusan-Nya dan membawa kita kepada pendamaian yang sempurna dan mulia. Maut harus dihancurkan. Kristus melakukannya bagi kita karena Allah "telah meletakkan segala sesuatu di bawah kaki-Nya" (1 Korintus 15:27) dan telah memberi-Nya kuasa untuk "membawa segala sesuatu tunduk kepada-Nya" (Filipi 3:21).
Kebangkitan Yesus merupakan jaminan pasti yang diberikan oleh Allah Bapa untuk kita (1 Korintus 15:20-23). Bagian kita akan berlanjut sampai kita mengenakan manusia yang tidak bisa binasa, menerima gambar Kristus, makhluk surgawi. Apa yang Dia alami akan kita alami juga. Dia bukan sosok yang dibatasi ruang dan waktu (Lukas 24:31, 36; Yohanes 20:19); begitu juga dengan kita (1 Korintus 15:40-44). Tubuh-Nya yang dimuliakan bukan ilusi, tetapi nyata (Lukas 24:39-43). Dia tidak akan pernah lagi merasakan kelemahan, penderitaan, atau kematian (Kisah Para Rasul 13:34); begitu juga dengan kita (Wahyu 21:4; 1 Korintus 15:53-56). Tubuh-Nya penuh kemuliaan (Lukas 24:15-16; Wahyu 1:12-16); begitu juga dengan kita (1 Korintus 15:34-42 dan 1 Yohanes 3:2).
Dengan demikian, dalam kebangkitan Yesus Kristus dari maut kita mendapatkan prinsip kebangkitan seluruh gereja Allah. Kuasa ajaib yang membuka kubur pada Hari Terakhir dan membangkitkan tubuh-tubuh mulia yang tak terhitung banyaknya menjadi bukti kuasa kebangkitan-Nya. Himpunan orang-orang kudus yang dibayar lunas dan sempurna akan berdiri berjajar di sebelah Kristus pada hari penghakiman-Nya. (t/Dicky)
Diterjemahkan dan diringkas:
Judul asli buku | : | The Glory of Christ |
Judul asli artikel | : | Understanding the Ressurection |
Penulis artikel | : | Peter Lewis |
Penerbit | : | Moody Press, Chicago, 1997 |
Halaman | : | 371 -- 380 |
Sumber: e-Konsel 237