Persahabatan Melalui Krisis Iman

Pelajaran dalam Konseling Orang Lain

Apa yang kita katakan kepada seseorang yang sedang mengalami krisis iman?

Tentu saja, itu tergantung pada yang sebenarnya dialami orang tersebut dan hal spesifik dalam krisis ini. Saat kita mengenal seseorang dalam krisis seperti itu -- sebut saja dia Mary Ann -- kita mungkin menemukan bahwa ia terganggu dengan penggambaran Allah dalam Alkitab dan mulai merasa tertarik pada pandangan dunia lain yang "lebih positif" daripada kekristenan. Atau, mungkin kita mulai bertanya-tanya kemungkinan keraguannya tentang Allah sebagian besar disebabkan oleh keengganan untuk melepaskan hubungan seksual dengan sahabatnya. Atau, kita menemukan traumanya di tahun lalu karena dimanfaatkan oleh seorang pemimpin di gereja.

Setiap krisis iman itu unik. Mengenali keunikannya adalah bagian penting dari merawat orang dengan baik dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat berdasarkan pandangan bahwa siapa pun diciptakan menurut gambar Allah. "Jika seseorang memberi jawab sebelum dia mendengar, itu adalah kebodohan dan kecelaannya." (Amsal 18:13, AYT). Mendengarkan Mary Ann dengan saksama akan membangun kepercayaan dan memastikan perhatian kita. Jenis pertanyaan yang kita ajukan dan bahasa tubuh kita membuat ia tahu bahwa kita yakin bahwa ia layak untuk didengarkan.

Menimba Air yang Dalam

Gambar: support

Yang paling penting adalah tanggung jawab pendengar untuk menganggap serius alasan yang diberikan seseorang untuk bergumul. Bahkan, jika kita meyakini bahwanyang sering terjadi adalah ada lebih banyak hal yang terjadi daripada yang ia sadari. "Rancangan dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang berpengertian akan menimbanya" (Amsal 20:5, AYT). Karena keterbatasan dan keberdosaan manusia sebagaimana adanya, kita sering tidak mengenal diri kita sendiri dengan baik, terutama pada awal perjalanan penyembuhan yang disebut kekristenan. Jadi, kita mungkin tidak menyadari alasan kita bergumul dengan sesuatu. Pengakuan seperti itu, misalnya, mendorong Daud untuk meminta Allah menyelidikinya dan membukanya dengan membantunya menyadari setiap "jalan yang mendukakan" dalam dirinya, yang merupakan penghalang bagi jalan hidup abadi di dalam Allah (Mazmur 139:23-24).

Jadi, anggaplah setelah berbicara dengan Mary Ann selama setengah jam, kita mengetahui bahwa ia dibaptis beberapa tahun yang lalu dan telah pergi ke gereja secara teratur sejak itu. Namun, baru-baru ini ia menjadi yakin bahwa ia sangat tidak layak untuk menerima kasih Allah, yaitu bahwa Allah tidak ingin lagi berhubungan dengannya. Akan tetapi, ia tampaknya tidak memiliki dosa nyata yang baru-baru ini dilakukannya atau tengah dijalaninya, yang mungkin menjelaskan rasa malu dan bersalahnya yang luar biasa. Akibatnya, kita mulai bertanya-tanya masalahnya mungkin karena memiliki pandangan yang menyimpang tentang Allah.

Pengetahuan tentang Allah dan Diri Kita Sendiri

Untuk membantu kita memahaminya, kita akan bersandar pada pemahaman psikologis dasar yang tersirat dalam perikop-perikop alkitabiah seperti Mazmur 139, Kejadian 1:28-29, dan dua perintah kasih yang utama (Matius 22:37-39). Wawasan ini sangat dikembangkan oleh Agustinus dan diartikulasikan dengan jelas oleh John Calvin dalam pendahuluan karya magisterialnya, "Institutes of the Christian Religion": pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang diri sendiri terjalin erat dan mana yang lebih dahulu (diketahui) sulit untuk dibedakan. Karunia dan kemiskinan kita, tulis Calvin, secara berbeda mengarahkan kita pada kekayaan Allah. Selain itu, memahami diri sendiri sebagai pembawa rupa Allah tampaknya membutuhkan pengetahuan tentang Protipe pribadi yang kita buat untuk berhubungan dengan-Nya. Jadi, tampaknya kurangnya salah satu dari dua bentuk "hikmat yang benar dan sehat" yang saling terkait ini (menggunakan kata-kata Calvin) dapat berkontribusi pada krisis iman.

Dalam kasus Mary Ann, kita dapat melihat bahwa pengetahuannya tentang Allah dan tentang dirinya sendiri tampak saling terkait. Sebab, ia bersikeras bahwa rasa ketidaksukaan Allah terhadapnya semata-mata disebabkan oleh kejahatan dan keegoisannya. Ia mengatakan bahwa Allah itu sangat baik dan suci sehingga Allah tidak menyukainya.

Pengetahuan tentang Orang Lain

Dalam beberapa tahun terakhir, saya menyarankan bahwa model hikmat ganda Calvin dapat ditingkatkan dengan dimasukkannya pengetahuan tentang manusia lain (misalnya, dalam "God and Soul Care"). Sejumlah besar penelitian selama abad yang lalu telah mendokumentasikan korelasi mendalam antara kualitas pengalaman sosial awal seseorang dan pemahaman diri orang dewasa yang mungkin tidak dapat dihargai secara memadai pada zaman Calvin.

Selain itu, sesuatu yang menjadi pengaruh dari pengalaman seseorang dengan seorang ayah duniawi, kemudian dengan pengalamannya dengan Bapa di surga, "Dari Dialah setiap keluarga di surga dan di bumi menerima nama-Nya." (Efesus 3:15, AYT)? Baik ayah maupun ibu, bagaimanapun juga, adalah sejenis gambaran Allah (Kejadian 1:27; 9:6) -- representasi tipologis, seolah-olah, dari bentuk Allah yang kemudian ditemui, sehingga interaksi sarat emosi yang tak terhitung jumlahnya dengan mereka mungkin akan membentuk persepsi seseorang tentang Prototipe. Itulah yang ditemukan oleh sejumlah penelitian yang jauh lebih kecil, tetapi tetap signifikan (salah satunya, "Attachment in Religion and Spirituality" dari Pehr Granqvist).

Di antara berbagai kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian-penelitian tersebut, salah satunya adalah bahwa orang-orang percaya dewasa kemungkinan besar mengalami Allah dengan gaya relasi yang mereka miliki dengan orang tua mereka, meskipun mereka jarang menyadari kemiripan itu. Dan, anak-anak dewasa dari orang percaya lebih mungkin untuk membagikan iman orang tua mereka, dengan semakin banyaknya pengasuhan yang mereka alami yang ditandai oleh kasih (hubungan emosional yang umumnya positif, penuh tanggapan, dan dukungan) dan struktur (penetapan aturan, standar, dan penegakan konsekuensi), dibanding hanya berdasarkan struktur saja (Doug Oman, "Spiritual Modeling and the Social Learning of Spirituality and Religion").

Akibatnya, saya pikir kita hari ini dibenarkan untuk melihat bahwa "kebijaksanaan yang benar dan sehat" terdiri dari tiga bagian -- pengetahuan tentang Allah, pengetahuan tentang diri sendiri, dan pengetahuan tentang orang lain. Lebih jauh lagi, fakta bahwa diri kita yang bertumbuh dewasa dalam kejatuhan, dalam keluarga yang sangat bervariasi dalam hal kualitas bawaan citra orang tua, secara signifikan memengaruhi ketiga aspek pengetahuan interelasi kita.

Jadi, kita mungkin menanyakan beberapa pertanyaan kepada Mary Ann tentang hubungannya dengan orang tuanya, dan kita menemukan bahwa itu tidak begitu baik. Ia sering membuat orang tuanya marah ketika ia masih kecil, katanya, dan mereka telah mengkritiknya sepanjang hidupnya, terutama ayahnya. Akan tetapi, ia menunjukkan bahwa mereka perlu melakukannya karena ia adalah anak yang tidak patuh, atau sulit untuk ditangani dan dihadapi.

Konsep Allah, Gambar Allah

Selama beberapa dekade terakhir, beberapa psikolog, kebanyakan dari mereka Kristen, telah mulai membedakan antara yang mereka sebut "konsep Allah" - kesadaran, keyakinan mental seseorang tentang Allah, sebagian besar dibentuk oleh tradisi dan pendidikan agama seseorang - dan "gambar Allah" - perasaan seseorang yang sarat emosi, sering kali perasaan yang tidak disadari terhadap Allah, terutama dibentuk oleh sejarah relasional masa kanak-kanaknya. Kedua "model" psikologis Allah ini sering kali bersesuaian satu sama lain dalam diri orang percaya dewasa. Secara khusus, mereka yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh kasih dan terstruktur dengan baik lebih mungkin untuk percaya bahwa Allah itu penuh kasih dan adil, dan mengalaminya seperti itu. Sementara itu, orang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang kasih atau terstruktur lebih cenderung percaya bahwa Allah cenderung menghukum atau tidak terlibat (atau keduanya).

Namun, dalam beberapa kasus, orang dewasa yang terdidik dengan baik dan tumbuh dalam keluarga di mana pengalaman relasional negatif biasa terjadi, terbagi dalam dua perspektif tentang Allah ini. Mereka memegang keyakinan bahwa Allah itu pengasih dan adil (secara intelektual), tetapi mereka mengalami kesulitan mengalami Ia sebagai Pribadi pengasih (dalam hati mereka). Temuan semacam itu menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang dari orang tua terinternalisasi lebih dalam daripada informasi yang dipelajarinya. Dan, persepsi diri orang lain yang dihasilkan menjadi filter penciptaan/kejatuhan yang melaluinya kita memiliki hubungan dengan orang lain, termasuk Allah.

Dengan demikian, mengetahui sesuatu tentang dinamika perkembangan relasional seseorang dapat membantu menerangi krisis iman tertentu. Paling tidak, ini dapat membantu menjelaskan alasan memiliki teologi yang baik (pengetahuan yang baik tentang Allah) tidak serta merta memengaruhi persepsi dan pengalaman seseorang yang lebih dalam tentang Allah (mengenal Allah secara pribadi dan merasa dikenal oleh-Nya).

Beberapa orang mungkin keberatan bahwa refleksi semacam itu sangat bersifat lebih psikologis dan sosial daripada teologis dan bahwa kita harus menghindari yang pertama dan berfokus secara eksklusif pada yang terakhir. Namun, jika Calvin benar bahwa pengetahuan kita tentang Allah dan diri kita saling menembus satu dengan yang lain secara menyeluruh, maka mengembangkan wawasan Calvin dengan memasukkan dimensi sosial/relasional mungkin memberi kita beberapa sumber tambahan untuk memahami krisis iman seseorang.

Selain pengaruh mendasar dari keberdosaan asal manusia dan kemungkinan beberapa tingkat dosa pribadi, mungkin pengetahuan Mary Ann (dan pengalaman masa lalu) tentang manusia lain merusak pemahaman diri dan pemahaman relasionalnya. Hal ini memengaruhi pengalamannya tentang Allah dalam hubungannya dengan dirinya sendiri di saat ini. Membuat hubungan semacam itu tidaklah diperkenankan. Semua orang dewasa normal bertanggung jawab di hadapan Allah atas terang yang telah diberikan kepada mereka (Roma 1:18). Namun, hal itu dapat menawarkan sebagian penjelasan, serta sebagian jalan menuju pemulihan, dengan pertolongan dari Roh Kudus.

Kita Mengetahuinya Sebagian

Selain itu, pertimbangan seperti ini dapat membantu kita memahami beberapa kondisi spesifik dari batasan yang diakui secara luas yang kita miliki dalam pengetahuan kita tentang Allah. Karena keterbatasan kita dan ketidakterbatasan Allah, banyak teolog berpendapat bahwa kita dapat mengetahui (serta memahami dan mengalami) Allah hanya secara analogis (misalnya, Herman Bavinck, "Reformed Dogmatics", Vol. 2). Ini berarti kita dapat mengenal Allah dengan sungguh-sungguh, sama seperti kita dapat mengenal Dia, tetapi ada jauh lebih banyak Allah yang berada di luar pengetahuan dan pengalaman kita (Roma 11:33). Keterbatasan makhluk dalam mengenal Allah jelas dapat disebabkan oleh teologi yang buruk (konsep ketuhanan seseorang). Namun, sebagian keterbatasan beberapa orang percaya juga dapat disebabkan oleh rusaknya kapasitas persepsi relasional mereka yang terjadi jauh sebelum mereka mewakili diri mereka sendiri.

Setiap krisis iman itu unik. Mengenali keunikannya adalah bagian penting dari merawat orang dengan baik dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat berdasarkan pandangan bahwa siapa pun diciptakan menurut gambar Allah.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Jika demikian, seandainya representasi seseorang tentang Allah -- konsep Allah dan gambaran Allah dari seseorang -- adalah sarana psikologis yang diperlukan untuk dapat mengetahui, memahami, dan mengalami Allah yang benar dan hidup, kita dapat dengan penuh doa berupaya memperluas pemahaman Mary Ann tentang Allah. Kita dapat melakukan eksplorasi bersamanya mengenai hal yang ia yakini tentang Allah (konsep Allah-nya, karena itu jauh lebih mudah diubah daripada gambar Allahnya). Jika menyimpang, kita dapat mendorongnya untuk membaca buku bagus tentang sifat Allah yang merangkum pewahyuan diri ilahi yang direkam dalam Alkitab (melalui pendidikan/katekese), seperti dalam buku A.W. Tozer "The Knowledge of the Holy" atau dalam buku J.I.Packer "Knowing God".

Namun, jika pemahaman doktrinalnya tentang Allah tampaknya relatif masuk akal, kita dapat mempertimbangkan bersamanya kemungkinan bahwa penyebab krisis imannya mungkin terletak pada gambar Allah yang terdistorsi. Kemudian, menyarankan ia mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya tentang orang tuanya mungkin telah memengaruhi itu, mungkin dengan bantuan seorang terapis Kristen yang terlatih untuk pekerjaan semacam itu (yang sering kali lama). Penjelasan seperti itu dapat memungkinkan orang percaya yang terluka seperti Mary Ann, yang diliputi rasa malu, untuk mendapatkan objektivitas yang diperlukan, serta membedakannya dengan gambar Allah yang salah, yang tampaknya begitu benar berdasarkan pengalaman.

Memulihkan Gambaran yang Rusak

Allah bermaksud membentuk konsep Allah yang alkitabiah, bersama dengan Roh Kudus, untuk membimbing transformasi seseorang memahami gambar Allah sehingga secara bertahap menjadi lebih sesuai dengan pewahyuan diri Allah dalam Kitab Suci. Pengetahuan yang lebih dalam melalui pengalaman, bagaimanapun, terjadi melalui persekutuan dengan Allah yang berkali-kali melalui pembacaan Kitab Suci berdasarkan pengalaman (dan bukan hanya secara intelektual), meditasi Kristen, dan doa yang sangat relasional (seperti yang diteladankan dan dijelaskan dalam tulisan-tulisan orang-orang kudus seperti Samuel Rutherford, Richard Sibbes, dan Jonathan Edwards).

Selain itu, tampaknya merupakan maksud Allah agar pengalaman akan pengetahuan tentang Dia ini secara konkret ditegaskan dan diperkuat satu sama lain dengan pengalaman akan pengetahuan tentang orang lain melalui hubungan pribadi yang erat dengan mereka yang lebih menyerupai Allah daripada pengasuh awal mereka (misalnya, dalam konseling pastoral, persahabatan spiritual, dan hubungan terapi). Kemudian, ada kebaikan yang dilakukan Allah dalam jiwa orang Kristen, minggu demi minggu, melalui ibadah persekutuan secara bersama-sama dengan rekan-rekan seiman. Dengan demikian, kita kembali menerima firman-Nya melalui Roh Kudus dan iman, serta memampukan kita untuk menanggapi dalam doa dan pujian.

Krisis iman tidak dapat diprediksi dan terkadang orang menjadi terluput jatuh dari upaya terbaik kita untuk membantu. Namun demikian, mereka yang menderita karena persepsi yang menyimpang tentang Allah dapat mengambil manfaat dari percakapan dengan seorang pendeta atau teman yang mendalami tiga kali lipat hikmat yang telah dikembangkan oleh Kekristenan sejak didirikan. (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://desiringgod.org/articles/friendship-through-a-faith-crisis
Judul asli artikel : Friendship Through a Faith Crisis
Penulis artikel : Eric Johnson