Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I
Psikologi Kristen
Penemuan aliran psikologi yang bersifat keduniawian yang begitu banyak dan berlainan menimbulkan suatu pertanyaan tentang kemungkinan adanya psikologi "Kristen" atau "alkitabiah". Di sini, saya tidak membicarakan tentang ahli-ahli psikologi yang juga beragama Kristen.
Saya menanyakan apakah mungkin bagi kita untuk memunyai suatu konsep keseluruhan tabiat manusia yang jelas, suatu konsep Kristen, untuk menuntun pengertian kita akan psikologi?
Meskipun tidak pernah mendengar adanya "aliran" "Psikologi alkitabiah", saya kira aliran seperti itu bukan saja mungkin, tetapi juga diperlukan.
Apakah Bersifat Ilmiah?
Bila seseorang bertanya apakah suatu aliran psikologi alkitabiah itu bersifat "ilmiah", kita harus perhatikan suatu hal yang penting. Tidak ada aliran psikologi yang "ilmiah". Pendekatan atau metode yang digunakan ahli-ahli psikologi untuk mengumpulkan data dan mencoba teori-teori, itulah yang "ilmiah". Setiap aliran psikologi merupakan suatu tafsiran yang luas akan data itu -- suatu terkaan yang masuk akal mengenai manusia. Dalam pengertian yang sebenarnya, seseorang dari suatu aliran tertentu akan mengatakan, "Baiklah, saya anggap manusia itu seperti ini -- dan saya merencanakan eksperimen-eksperimen saya sesuai dengan itu."
Tak ada yang salah dengan pendekatan ini. Hal ini telah sering dilakukan, dan telah membuka jalan bagi banyak penemuan yang bermanfaat. Selama perkiraan itu hanya dianggap sebagai suatu hipotesa untuk menuntun penyelidikan-penyelidikan seseorang, kita tidak keberatan. Akan tetapi, jika seseorang bertindak lebih jauh dari ini dan menguatkan bahwa perkiraan-perkiraannya itu mutlak benar, maka hal itu lebih bersifat iman daripada ilmu pengetahuan.
Orang Kristen juga memunyai perkiraan mengenai beberapa hal tentang manusia yang dianggap benar. Orang Kristen berkata, "Saya yakin manusia dapat dipahami dengan baik dengan cara ini." Maka orang Kristen, sama seperti orang lain juga, mulai dengan suatu perkiraan. Kemudian, ia menguatkan bahwa anggapannya itu benar. Tetapi orang Kristen itu cukup jujur untuk mengakui bahwa dengan iman ia mempertahankan kedudukannya.
Orang Kriten juga memunyai sumber yang unik bagi ide-idenya tentang tabiat manusia. Ia tidak bersandar pada terkaannya; ia bersandar pada pernyataan tertulis yang diakui sebagai komunikasi Allah kepada manusia mengenai apa yang benar.
Seperti yang dikatakan Dr. James D. Malory, Jr., seorang psikiater dari Atlanta, tentang persiapannya sendiri. "Saya menduduki jabatan saya di Universitas Duke dengan tujuan menjadi seorang psikiater dan kalau dapat, menggabungkan kekristenan dengan kesehatan jiwa. Saya telah mengetahui bahwa teori-teori dasar psikiatri tidak didasarkan pada Alkitab, dan bahkan dalam beberapa hal malah anti-Alkitab. Akan tetapi, selama 3 tahun di situ, saya telah belajar bahwa psikiatri duniawi memunyai banyak sekali kebenaran yang dapat diajarkan. Saya tahu ada banyak aspek medis yang kompleks mengenai masalah-masalah emosi. Ada banyak teknik yang berlaku untuk membantu orang agar bersikap lebih terbuka. Dan, ada banyak macam mekanisme serta motivasi yang memengaruhi orang.
Jabatan saya sebagai psikiater sungguh-sungguh bukan merupakan ancaman bagi agama saya, agama Kristen. Saya pernah mendengar, sebelumnya, mengenai bermacam-macam pendapat atau rasionalisasi yang bertentangan dengan agama Kristen. Bagi saya agama Kristenlah yang paling masuk akal. Keyakinan yang berpendapat bahwa tidak ada Allah yang berkepribadian hanya berasal dari semacam "iman" yang menganggap bahwa segala sesuatu itu dijadikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak diketahui.
Pokoknya, seseorang harus memunyai suatu dasar wewenang untuk memutuskan apa yang dipercayainya dan apa yang ditolaknya. Yang menjadi dasar bagi saya ialah Kitab Suci dan saya percaya Kitab Suci menyatakan tabiat manusia yang sebenarnya dan kebutuhan-kebutuhannya.
Saya juga memerhatikan bahwa dalam banyak hal, tidak ada persesuaian di antara "para ahli" yang tidak beriman. Maka saya berusaha untuk menemukan kebenaran dan ketidakbenaran dalam segala hal yang diajukan kepada saya (The Kink and I, Mallory & Baldwin, Victor Books, Wheaton, III.).
Jika kita memeriksa Alkitab, kita tidak saja mendapatkan suatu penjelasan mengenai tabiat manusia yang dapat menolong kita memahami dan menafsirkan apa yang dipelajari ahli-ahli psikologi. Selain itu, hal ini juga menghindarkan diri dari jerat-jerat yang tidak dapat dicegah oleh setiap aliran yang telah kita bahas.
Gambaran yang Indah
Aliran-aliran psikologi masa kini mengambil titik tolak yang mutlak yaitu ide bahwa manusia pada hakikatnya adalah binatang (walaupun binatang yang cerdas). Memang kita memunyai banyak persamaan dengan binatang: kita memunyai susunan saraf, kelenjar-kelenjar, respon-respon, dan saat-saat bereaksi. Untuk hal itu, di dalam Kitab Suci dinyatakan bahwa manusia sangat berbeda dengan binatang sebab manusia memunyai tanda-tanda sebagai gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27) dan berdosa. (Hal ini menolong kita untuk memahami bagaimana manusia dapat memiliki konsep-konsep serta cita-cita moral yang tinggi, dan sekalipun begitu memilih untuk melakukan apa yang mereka tahu serta yakin salah. "Pengertian moral" ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh hipotesa-hipotesa teori evolusi -- walaupun demikian usaha-usaha telah dilakukan untuk menjelaskan bagaimana faham-faham moral yang istimewa itu ditanamkan dalam hati nurani kita.)
Apakah kita menggap manusia itu diciptakan oleh Allah atau sebagai suatu hasil teori evolusi, menentukan pendekatan kita terhadap psikologi dan hasil-hasil yang diperolehnya.
Perbedaan yang sangat utama itu tampak dalam suatu pertanyaan yang bersifat etis, yang timbul dari aliran yang menganggap manusia sangat dekat hubungannya dengan binatang: yaitu "behaviorist". Selama bertahun-tahun binatang telah digunakan dalam eksperimen-eksperimen. Jika manusia dianggap binatang semata-mata, mengapa orang tidak digunakan juga dalam eksperimen-eksperimen itu -- dengan atau tanpa persetujuan mereka -- bagi kebaikan umat manusia? Mengapa mereka tidak memperlakukan orang sama seperti memperlakukan binatang percobaan?
Pertanyaan ini menjadi perhatian umum pada tahun 1972, ketika dinyatakan bahwa Dinas Kesehatan Umum A.S. pada tahun 1930-an, telah melakukan suatu eksperimen dengan sejumlah orang Negro yang terkena sipilis. Para ahli itu memutuskan untuk tidak mengobati, melainkan membiarkan penyakit itu menjalar dalam tubuh si penderita untuk melihat dan mempelajari perkembangannya. Mereka mengelabui orang-orang yang sakit itu sehingga mereka mengira sedang dirawat dan diobati. Kemudian, para ahli itu memerhatikan apa yang akan terjadi kepada si penderita itu beberapa tahun kemudian. Orang-orang ini diperlakukan sama seperti binatang-binatang percobaan. Mereka itu sungguh-sungguh diperalat.
Pada masa kini sebuah buku yang dikarang oleh seorang behaviorist, B.F. Skinner (Beyond Freedom and Dignity), memperdebatkan bahwa sudah tiba saatnya bagi kaum elit untuk mengunakan obat-obat bius, kebiasaan-kebiasaan yang bersyarat dan perangsang elektronik pada bagian-bagian otak untuk memungkinkan pengawasan luar terhadap populasi pada umumnya. Skinner yakin bahwa pembunuhan, kemarahan, agresi, dan perbuatan lain yang tidak diharapkan dapat dilenyapkan dengan metode-metode seperti itu. Ini perlu, kata Skinner, bagi kebaikan umat manusia.
Pandangan secara evolusi itu telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan etis yang kritis yang sedang diperdebatkan pada masa sekarang. Apakah kebebasan dan kewibawaan seseorang itu penting? Haruskah hak-hak seseorang itu dihormati? Atau apakah kebebasan seseorang itu tidak penting - atau merupakan suatu kemewahan yang harus dikorbankan bagi apa yang dianggap baik untuk umat manusia? Apakah orang semata-mata merupakan suatu mekanisme biologis untuk dimanipulasi oleh orang yang telah memiliki teknik dan keahlian itu, atau sebuah boneka yang digerakkan atas kehendak orang lain?
Jika kita memerhatikan tabiat manusia sebagaimana Alkitab menggambarkannya, jika kita pandang seseorang sebagai suatu ciptaan istimewa Allah dan yang sangat diperhatikan penuh oleh-Nya, maka kita memunyai suatu jawaban negatif yang mutlak. Jika kita menyadari bahwa kepribadian seseorang tidak dibatasi hanya dalam kehidupan badani selama di dunia saja tetapi direncanakan untuk suatu keberadaan yang abadi, kita memiliki pedoman bagaimana penemuan-penemuan psikologi itu mungkin diterapkan pada persoalan-persoalan manusia yang sangat penting -- persoalan rohani.
Tidak Ada Psikologi "Aliran Kristen"
Sementara saya menulis ini, tidak ada psikologi "Aliran Kristen" yang pasti. Artinya, tak seorang pun telah mengembangkan suatu rangaka kerja yang diakui umum yang menggunakan Kitab Suci serta eksperimen untuk mengembangkan dan mendefinisikan teori-teori tentang tabiat manusia. Tidak ada aliran kekristenan di antara aliran-aliran yang dibicarakan dalam pasal 3. Barangkali ini adalah tugas yang mungkin harus Anda lakukan sebagai alat Allah apabila Ia memimpin Anda untuk memilih psikologi sebagai karier hidup Anda.
Bagaimanapun juga, banyak orang Kristen memilih psikologi, orang-orang yang menentang faham bahwa manusia itu hanya sebuah mesin semata-mata yang terdiri dari darah dan daging, atau seekor binatang berintelek yang berjuang melawan arus impuls-impuls bawah sadar. Ada banyak orang yang merasa yakin bahwa setiap manusia itu istimewa, bahwa manusia itu merupakan suatu ciptaan ilahi, yang oleh Allah Pencipta dikaruniai wibawa serta hak untuk memilih. Namun, ia terikat oleh dosa dan sangat memerlukan pertolongan. Ada banyak orang Kristen yang mencoba menggunakan alat-alat yang ditemukan oleh ahli-ahli psikologi untuk menolong orang lain dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mereka. Dan, persoalan mereka yang paling sukar yang sering kali tidak mereka sadari yaitu pengasingan diri dari Allah dan dari diri mereka sendiri.
Di sinilah pengertian-pengertian psikologi itu, yang disorot oleh pernyataan Allah dalam Kitab Suci mengenai tabiat dan kebutuhan manusia. Benar-benar berharga bagi orang Kristen dan yang bukan Kristen juga.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli buku | : | Psychology and The Bible |
Judul buku terjemahan | : | Psikologi dan Alkitab |
Judul bab | : | Psikologi Kristen |
Penulis | : | Larry Richards |
Penerjemah | : | Junny J. Suliman |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1994 |
Halaman | : | 16 -- 20 |